“Matt!!” teriak gadis yang duduk disebelahku yang sukses menarikku secara paksa dari lamunanku. Aku pun langsung melirik kebelakang dan terlihat mobil tadi mengejar kami. Rasa khawatir, takut, dan banyak perasaan tidak enak lainnya semakin semangat untuk bermain-main padaku. Mungkin bukan hanya aku tapi gadis yang sekarang sedang mengobrak-abrik dashboard mobilnya juga merasakannya.
“Aha!” serunya riang lalu mengangkat dua pistol.. Pistol? Itu bukankah pistol Beretta 92? Darimana dia mendapatkan dua benda itu. Bagaimana pistol itu berada di dashboard mobilnya? Mungkin karena ketakutanku aku menjadi berhalusinasi seperti ini. Aku kembali mengalihkan pandanganku kejalanan.
Tiba-tiba aku menyadari kebodohanku. Aku kembali berbalik menatap Lycia yang sedang memasukkan peluru kesenjata api itu. Hey, ini nyata! Maksudku Itu pistol sungguhan!!!
“Bagaimana bisa kau mendapatkan senjata api itu?” Ucapku dengan tatapan tidak percaya sambil bolak-balik menatap kedepan lalu kembali menatap pistol itu berulang-ulang. Ini hal yang sangat mengejutkan mengingat pistol yang sudah mulai diproduksi sejak tahun 1975 itu terdapat didasboard mobil seorang gadis yang masih berusia 17 tahun dan dia masih kelas 11. Dia yang melihatku seperti ini bukannya menjawab pertanyaanku dia malah mendengus.
“Jangan banyak omong! Kau bisa menyetirkan?” Sahutnya dengan nada ketus. Aku yang mendengarnya hanya dapat menghela nafas berat. Lalu kembali fokus Jalanan yang sedang sepi.. Jadi, bukan hal berlebihan jika kami kebut-kebutan begini.
“Ya bisa lah! Lalu yang kau lihat tadi aku sedang apa? Piknik? Asal kau tahu, aku sudah mengendarai mobil ini sekitar 2 kilometer!” Protesku panjang lebar. Dia malah mengangkat bahu acuh lalu melirik kebelakang.
“Hey tolol, apa yang kau lakukan?! Percepat mobilnya! Pistol itu mengarah kekita!” Teriaknya dramatis sambil bolak-balik menatapku dan kembali menatap mobil yang mengejar kami sejak tadi. Seperti memang benar. Mereka akan..
Dor
Heboh aku langsung mempercepat mobil. Keringat terus bercucuran. Lycia yang duduk disebelahku pun sangat tegang. Aku dapat melihat itu. Sepertinya tembakan orang-orang itu mengenai mobil bagian belakang. Huh, sepertinya tidak ada pilihan lagi.
Saatnya serangan balik jika tidak kami mati muda._. Tangan kananku beralih untuk menekan tombol untuk membuka kaca mobil yang berada disamping Lycia. Lycia menatapku sebentar lalu menganggukkan kepalanya tanda dia mengerti apa maksudku.
“Tidak ada pilihan lain. Baiklah kalau begitu, untuk kali ini, Matt. Kita harus kerjasama.” Ucapnya diiringi dengan senyum yang baru pertama kalinya kulihat. Walaupun hanyalah senyum kecil.Aku hanya mengangguk semangat diiringi senyum lebar.
“Ready?” Ucapku sambil memandang lurus kedepan. Sebenarnya sejak tadi, orang-orang itu terus berusaha menembak. Dan syukurlah, hanya tembakan pertama tadi yang mengenai kami. Aku pun membelokkan mobil kearah kanan karena didepan adalah jalur menuju tempat yang terbilang ramai.
Aku masih tidak tahu akan kemana. Yang sekarang kutuju adalah tempat yang tergolong sepi. Aku hanya takut karena pengejaran ini akan melukai orang lain.
“I’m always ready.” Sahutnya mantap sambil melirik kebelakang dengan tujuan untuk mencari kesempatan untuk menembak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn, I Love You ; M.E
FanfictionBerawal dari kembalinya aku ke tempat kelahiranku yang sudah kutinggalkan selama 4 tahun. Aku berpikir kalau semuanya akan baik-baik saja. Tapi, sebelum datangnya Matt dan beberapa insiden itu. What should i do?