Delapan

25 12 5
                                    

Qyara tidak menyerah, kali ini ia membawa brownies yang resepnya langsung dari Shinta. Arya tidak mungkin menolak brownies yang rasanya sama persis dengan buatan Mamanya.

                Ia berjalan menelusuri lorong sekolah, mencari ke semua tempat yang kemungkinan ada Arya disana, tapi nihil.

                Ia berjalan di lorong khusus ruangan ekstrakurikuler. Ia mendengar suara nyanyian seorang laki – laki yang membuat hatinya langsung berdetak.

                “Gilaaa! Suaranya bagus bangetttt! Manly, merdu, behhh. Siapa nih yang nyanyi? Penasaran gue,” gumamnya.

                Ia mengikuti suara nyanyian itu. Ia tahu ini buka suara dari pemutar musik, melainkan dari suara asli yang diiringi oleh alat musik band. Ia melihat papan yang terpasang di atas pintu dengan tulian “Music Room”. Qyara mengangguk dan mendekat ke arah ruangan itu.

                “Pasti ini ruanganya,” batinnya.

Ia mengintip dari balik kaca kecil yang ada di pintu. Ia kaget melihat sosok yang menyanyi di dalam. Ternyata itu Arya!

                Ia dan teman – temannya sedang berlatih. Qyara ingat, kalau Keisha pernah bercerita kalau Arya dan teman – temannya juga ikut ekskul band, tapi dia tidak menyangka kalau memang sebagus, sekeren dan SEGANTENG!! ini.

                Qyara mengukir senyuman di bibirnya. Melihat Arya bernyanyi benar – benar menyejukkan hatinya, apa lagi ketika ia tersenyum sambil bernyanyi dengan lesung pipi yang terukir di pipinya. Itu adalah salah satu dari sejuta pesona yang Arya miliki dan Qyara tidak pernah mendapatkannya. Arya hanya dapat menunjukkan wajah datar dan dinginnya, jika bersama dengan Qyara. Memikirkan itu membuat Qyara mendengus sebal dan cemberut.

                Suara nyanyian sudah tidak terdengar lagi. “Udah selesai nih kayaknya,” gumam Qyara.

                Ia mengetuk pintu ruangan itu, dan berkata. “Kak Aryaaa Kak Aryaaa ada Qyara nih bawain makanan kesukaan kakak.”

                Arya yang mendengar ketukan dan suara Qyara mendadak kesal. “Ngapain tu cewek kesini!”. Tidak ada jawaban dari teman – teman Arya, mereka kompak mengangkat bahu.

                “Gue males ketemu sama dia, bilang aja gue gak ada,” kata Arya sambil berlalu pergi ke arah toilet untuk menghindari Qyara.

                Semua ruangan ekskul di SMA Nusantara mempunyai fasilitas dan teknologi yang memadai, begitu juga dengan fasilitas toilet di setiap ruangannya.

                Qyara menempelkan telinganya di pintu. Ia tahu betul kalau Arya masih ada disana, kalau keluar kan pasti lewat pintu yang sekarang ada dihadapanya, tapi tidak ada jawaban dari Arya.

                “Kakkk, aku masuk ya,” kata Qyara. Belum sempat ia memegang gagang pintu. Pintunya terbuka dan sosok laki – laki muncul dihadapanya.

                Qyara yang mengira itu Arya langsung tersenyum senang dan mengangkat kotak makanan yang dari tadi ia bawa. “Kakkkk ....” Bukan, itu bukan Arya, tapi Raga. “Kak Raga.” Qyara cemberut, ia menurunkan kotak makanannya seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.

                “Eh iya Ra hehe,” kekeh Raga.

                “Kak Arya mana kak? Tadi bukannya ada?”

                “Eh ada Qyara, ia ra tadi Arya emang ada, tapi dia lagi di toilet sekarang,” timpal Dimas sambil menunjuk toilet di sudut ruangan. Ia melirik Raga, memberikan sinyal untuk mengerjai Arya. Raga menerima sinyal itu, hanya dengan tatapan saja mereka sudah bisa tahu isi pikiran masing – masing kalau sudah menyangkut sesuatu yang akan mereka lakukan untuk mengerjai salah satu sahabatnya.

Arya & QyaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang