Sepuluh

41 12 28
                                    

Pada saat jam pulang sekolah, Qyara berjalan sendirian di lorong sekolah setelah memberikan semua tugasnya, pasalnya semua teman - temannya sedang latihan cheers. Ia berjalan gontai karena suasana hatinya yang memburuk karna kejadian siang tadi.

Tepat di depan lapangan basket banyak kerumunan cewek - cewek yang bersorak. Qyara penasaran, ia berjalan menembus lautan manusia itu. Dilihatnya sosok Arya dan teman-temannya sedang bermain basket. Ia terpaku dan senyuman terukir di bibirnya. Detak jantungnya mulai tak stabil. Arya sangat tampan dan memesona. Keringat yang membasahi wajah dan rambutnya membuatnya tampak seksi hingga membuat Qyara tidak dapat berpikir jernih.

BUK!

Sebuah bola basket berhasil dengan tepatnya terlempar keras menyentuh kepala Qyara hingga membuat Qyara pingsan.

Arya yang melihat itu langsung berlari menghampiri Qyara, pasalnya yang melempar -tidak sengaja- bola ke arah Qyara itu Arya. Ia tampak sangat khawatir dan merasa bersalah. “Ra! Ra! Bangun,” panggil Arya sambil mengguncangkan badan Qyara dan menepuk pipinya lembut. Qyara tidak menjawab. Arya semakin khawatir, ia menggendong Qyara menuju UKS diikuti oleh teman-teman Arya yang sama khawatirnya.

*

10 menit kemudian setelah Qyara di periksa oleh dokter, Qyara mengerjapkan matanya, dia memicingkan matanya karena ada sebuah sinar yang menusuk penglihatannya.

“Ra, lo nggak apa – apa? Ada yang sakit?” tanya Arya khawatir. Ketika mendengar suara itu samar-samar, Qyara berusaha mengontrol penglihatannya. “Kak,” panggil Qyara dengan suara lemahnya.

“Iya ra gue disini, lo nggak apa – apa?”

Qyara mengedarkan pandanganya kesamping dan melihat Arya wajah khawatir Arya dan itu membuatnya sangat senang.  

Arya refleks memegang tangan Qyara dan mengelus rambutnya.

“Kak mau peluk,” kata Qyara tiba-tiba.

Mendengar itu Arya melepaskan genggamannya dan menjauhkan dirinya dari Qyara. Teman - teman Arya yang melihat itu terkekeh geli, mereka tahu Qyara sudah pulih dan itu terlihat jelas, tapi ada satu orang yang masih sangat khawatir, Rama.

Dimas, Bima, Raga dan Rama berhambur keluar meninggalkan Arya dan Qyara berdua di ruangan itu.

“Lo ngerjain gue?” Arya tidak habis pikir. Dia sangat khawatir tadi, tetapi melihat Qyara yang meminta pelukan dia tahu bahwa dia sedang dipermainkan. Qyara menggeleng cepat “Nggak kak aku, tadi emang pingsan. Kepala aku aja masih pusing banget.” Qyara memajukan bibirnya, dia tidak habis pikir di situasi seperti ini ternyata Arya hanya pura-pura khawatir padanya. “Kakak ngggak beneran khawatir sama aku, ya? Nyebelin deh! Udah sana keluar!” teriak Qyara. Qyara sangat kesal pada Arya. Dia melipat  tangannya di dada dan membalikkan punggungnya membelakangi Arya.

Arya terkejut melihat itu ternyata Qyara juga bisa marah dan ngambek padanya. Ia semakin bersalah dan memang itu salahnya karena sudah menuduh Qyara macam-macam. “Gue minta maaf ya ra,” ucapnya lembut.

“Maaf kenapa? Udah sana pergi!”

Arya menyentuh bahu Qyara ragu, “Lo beneran mau gue pergi nih?” tanya Arya. Tidak ada jawaban dari Qyara.

“Ya udah gue pergi ya.” Arya sebenarnya tidak benar – benar ingin pergi. Iya masih khawatir dengan kondisi Qyara, tapi melihat Qyara yang marah padanya mungkin kali ini iya harus menuruti permintaan perempuan itu.

Arya membalikkan badannya, belum sempat ia melangkahkan kakinya, tangannya di tahan oleh Qyara.

“Kok beneran pergi sih? Ihh nyebelin deh!” rengek Qyara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arya & QyaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang