Bab 2 Tak terbayangkan

845 57 1
                                    

"Tapi dia akan mengira kau telah mengkhianatinya!"

Maria menyentuh sebelah pipi Rosario, seseorang yang telah lama ia anggap sebagai adiknya sendiri, "Aku mencintainya, Rosario. Aku mencintainya"

"Jangan berlagak seperti orang bodoh! Dia itu tidak mencintaimu!" Lelaki itu berteriak keras.

Rosario meneteskan air mata tanpa ia sadari, ia lalu berteriak keras "Ia hanyalah orang egois yang tak tahu diri!!!" Sungguh sangat disayangkan bahwa orang yang dicintai oleh Maria ialah Kaisar Tiran yang kejam itu.

Rosario masih berusaha membujuk Maria, "Maria, tidak akan ada orang yang bisa menenangkan Claude sebaik dirimu," Maria tersenyum, ia mencium kening Rosario dan menenangkannya, "Adikku yang manis ini, kau sangat pandai merayu orang lain" Maria menyatukan kening mereka.

"Maria, a-apa aku boleh menjadi komplotanmu?" Gadis cantik itu tertawa renyah, "Tidak boleh karena ini adalah rahasiaku!" Ia menaruh jari telunjuknya ke bibirnya sendiri, "Taktik ini kuberikan karena diriku yang tak lagi bisa mempertahankan kewarasan dalam waktu yang lama"

"Kematianku akan membuatnya sadar akan berartinya nyawa bagi orang lain"

Lelaki yang dipanggil adik oleh Maria menundukkan kepalanya. Itu adalah benar. Maria telah dilatih sejak masih kanak-kanak untuk memiliki seni membunuh yang kuat. Ia lebih terampil dibandingkan para Bayangan yang Kaisar pilih sendiri. Maria telah memasuki peperangan sejak usia yang muda, hal itu telah berdampak pada fisiologisnya tanpa ia sadari.

Ia akan bermimpi ditengah malam, pemandangan paling mengerikan yang telah menghantui dirinya sepanjang hidupnya. Orang-orang yang ia bunuh selalu memanggil dirinya untuk mati. Bukan hanya itu, disaat yang tak terduga Maria tidak bisa berdiam diri dan tiba-tiba tak terkendali. Ia akan menyerang orang terdekatnya dan berteriak dengan lolongan yang berat.

"Aku sudah berusaha selama ini, Claude selalu tak ingin mendengarkanku. Aku..." Mata Maria berkunang-kunang, namun dengan segera ia menampar dirinya sendiri dan mendorong tubuh Rosario agar menjauh darinya.

"Pergi!" Viona, Pemimpin pelayan menarik Rosario untuk keluar dari ruangan itu. Ia mengunci Maria dari luar, "Anda harus menutup rapat-rapat hal ini dari publik..." Viona tampak sedih, ia menundukkan dirinya di hadapan Rosario dan memohon dengan tulus.

Rosario mengangguk.

Rosario, "Kuharap, takkan terjadi hal yang buruk setelah ini" Setelah itu Viona pun mengantarnya pergi.

*

Claude menatap nanar ke arah timbunan hadiah yang selama ini ia ingin berikan kepada Maria. Gadis itu sering bertanya akan di kemanakan semua harta benda ini namun ia selalu menjawabnya tanpa tahu bahwa itu akan menyakiti hati Maria.

"Tentu saja untuk para wanita milikku. Aku baru saja memiliki mainan baru, ah, Maria, pilihkan untuk mereka yang terbaik. Kau juga wanita bukan?"

Maria menatapnya sambil menyembunyikan jari-jari nya yang baru saja patah dari balik tubuhnya, "Baik Yang Mulia!" Maria tersenyum sangat lebar, Claude tak boleh tahu bahwa ia sedang sakit hati saat ini.

"Bodoh!" Claude menampar dirinya sendiri dan masih menangis saat tahu akan kenyataan itu. Maria jatuh sakit seperti orang gila dan tak mengabarinya apapun selama dua bulan, disaat itu ia malah bermain-main dengan anak Raja yang gadis itu kirim sebagai hadiah dari kemenangannya atas perang yang lalu.

Air mata mengalir dari sela-sela matanya, wajahnya yang tampan tetap tak bisa menyangkal bengkak yang menjalar di kelopak matanya itu. Matanya memerah karena berair sepanjang malam.

"Maria, aku mencintaimu! Maria!" Ia memukul dadanya sendiri sebanyak dan sekuat yang ia bisa. Leher gadis itu terpenggal, memang bisa disambung bahkan disembuhkan tetapi nyawa seseorang yang telah melayang tak dapat lagi dikembalikan. Ini semua adalah hasil dari keras kepala dan ego yang selalu tumbuh dari dirinya.

Claude menatap kearah peti mati yang terbuat dari kaca terbaik yang ia buat, Maria seperti tertidur dari balik sana. Lelaki itu berhasil membuat suatu pemustahilan terjadi, sihir yang membuat mayat menjadi bersih dan hidup. Ia memaksa banyak penyihir hebat untuk melakukannya.

Setiap harinya Claude mengecup bibir itu dan memakaikannya gaun tercantik yang ia pilih sendiri. Lelaki itu seperti orang gila yang kehilangan jati diri dan harapan. Tersenyum bahkan tertawa dari balik kamar tidur, pelayan yang melihat kejanggalan itu hanya bisa tutup mulut.

"Claude! Tenang saja! Selagi aku hidup, kau pasti akan tetap menjadi Raja! Takkan ada yang bisa mengganggu takhtamu!" Maria mengacungkan pedang peraknya kearah Mentari. Lelaki itu menatap datar, ia menepuk tangannya tanpa ekspresi.

"Kau mengajakku kesini hanya untuk mengatakan itu? Enyahlah," Claude menggulirkan bola matanya dengan bosan, ah... Tiba-tiba Claude melihat seorang gadis cantik lewat bersama dayang-dayangnya.

Maria menepuk tangannya sekali, "Ah! Annabeth! Kemarilah!" Claude mengernyitkan kepalanya, Maria terlihat sangat dekat dengan gadis berambut kucir dua dengan gaun blak-blakkan itu. Jika bukan karena wajahnya yang cantik, Claude pasti akan muntah saat itu juga.

"Maria! Sahabatku!"

"Sejak kapan seorang wanita mau menjadi temanmu, Maria?" Claude mencibir namun senyuman yang jarang ia dapatkan itu malah tertuju pada gadis berambut pirang tadi. Lelaki itu tercekat begitu melihat senyum manis Maria, "Maria, kenapa kau tidak melakukannya kepadaku?" Claude menyentuh bahu Maria, mencengkeram nya hingga merah. Maria yang bingung hanya terdiam tanpa suara.

Saat Annabeth mendekat, Claude melepas Maria dan melamun sejenak. Gadis tadi duduk didepan Maria dan mulai bercengkerama dengannya. Mereka bercanda dengan bahagia, namun mata Annabeth terkadang melirik kesamping. Tempat dimana Claude berada dengan wajah yang terus tertekuk masam.

"Maria, kenalkan lah aku padanya..." Claude meraih bahu Maria dan mencengkeramnya lagi

Maria agak mengaduh, dengan cepat Claude mengubah ekspresi wajahnya dan berfikir dengan rasional. Ia lalu berseringai, mengangkat dagunya.

"Siapa perempuan cantik ini?" Dikatakan demikian membuat Annabeth langsung berdebar kencang. Gadis bergaun putih kupu-kupu itu menggigit bibirnya ketika menyadari pesona lebih milik lelaki yang duduk dengan angkuh disebelah Maria. Matanya menatap Claude malu-malu.

"S-saya sahabat pena Maria..." Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Claude terkekeh, ia menoleh pada Maria yang masih terpaku pada Annabeth. Gadis itu bahkan menepuk kepala Annabeth seakan-akan kasih sayangnya tertumpah ruah kala itu juga.

Claude's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang