Bab 4 Penjilat

554 35 0
                                    

"Dia selalu menerima kalian... Aku..." Claude berhenti berbicara.

Plakk

Rose menampar wajah pria itu, lelaki yang sangat ia cintai namun tak bisa membalas perasaannya. Pria ini mencintai orang yang sudah tak ada lagi berada di dunia. Bahkan ini sudah dua tahun semenjak hari kematian gadis itu masih tak bisa membuat lelaki di depannya ini membuka hatinya padanya.

"Tak ada satu wanita pun yang ingin berbagi cinta, Yang Mulia!" Teriaknya keras, ia menunjuk ke arah Annabeth dan selir-selir yang lainnya, "Jika disuruh memilih, saya ingin memusnahkan siapapun yang pernah menyentuh tubuh anda! Anda dengar?! Saya ingin membunuh mereka!" Rose berteriak sangat keras hingga suaranya malah terdengar seperti lolongan yang menyedihkan. Ia menangis hingga terdengar seperti sesak napas, lututnya bergetar dan lemas membuatnya langsung jatuh merosot ke lantai yang dingin.

"Tapi apa yang anda tahu, Yang Mulia? Madam Maria selalu menenangkan hamba! Dia selalu berkata bahwa hanya hamba lah satu-satunya Permaisuri dalam hidup Yang Mulia! Sepertinya saya salah paham, saya bukan mencintai Yang Mulia. Tapi dengan adanya Madam Maria lah saya bisa hidup dalam kehormatan yang saya duduki sekarang!"

"Saya memutarbalikkan semua fakta itu. Saya juga berbuat salah padanya, dia yang selalu menghormati saya biarpun saya berbuat salah. Dia selalu mengajari saya dengan perlahan, bahkan berani mengomentari gaya hidup saya! Dia rela menyirami dirinya dengan air panas, Yang Mulia!"

_________

"Yang Mulia, tegakkan punggung anda. Anda harus menghadapi para penjilat-penjilat diluar sana. Ini memang berat tapi yakinlah, saya akan selalu bersama dengan anda..." Walaupun adalah seorang perempuan, Maria sangat populer di kalangan para gadis Bangsawan. Gadis-gadis itu bahkan mengirimkannya banyak surat supaya bisa bergandengan dengannya untuk masuk kedalam pesta Kerajaan.

Maria menjatuhkan dirinya di atas lantai, ia duduk di marmer yang dingin sambil mempersembahkan pedangnya diatas pahanya.

"Yang Mulia Kaisar telah menitahkan beberapa nasihatnya untuk anda. Saya akan membantu anda untuk mewujudkannya" Maria menyambut uluran tangan Rose, ia mengecup punggung tangan wanita cantik berambut kemerahan itu.

Rose menyipitkan matanya, "Jangan mengecewakanku dan Baginda, Madam Maria..." Ucapan wanita itu penuh dengan duri.

Tak tok tak

Kriettt

Maria menggunakan pakaian pria seperti biasanya, mungkin karena wajah yang memang sudah rupawan ia jadi terlihat seperti lelaki cantik yang sangat berkelas. Sedangkan Rose, seperti sebuah bunga mawar yang telah mekar ia berjalan berdampingan dengan Maria.

"Ladies, maafkan aku karena telah menolak ajakan kalian..." Maria menundukkan kepalanya dengan elegan, para gadis itu berbondong-bondong untuk mengamati dan beriuh sendiri.

Seseorang mendekati mereka, ia adalah lelaki tua yang penuh dengan uban dikepalanya. Ia diapit oleh wanita muda di kanan dan kirinya, "Selamat Malam, Madam Maria! Hoho!"

Rose menggigit bibirnya. Orang itu adalah salah satu Duke yang berpengaruh di Kerajaan dan ia hanya menyapa Maria bukan dirinya yang merupakan seorang Permaisuri. Ia ingin protes namun Maria sudah mendahuluinya.

"Apa maksud anda Tuan Garnet? Apa anda sedang menghina Yang Mulia Permaisuri?" Mata itu terlihat merah seperti darah, kilatan mata yang seakan sedang mengancam jiwa orang lain. Rose menggigil tanpa sadar ketika melihatnya.

Garnet melepas pelukannya pada pinggang dua wanita disisinya, "A-ah, mana sopan santun saya? Mohon maaf Yang Mulia Rose!" Ia berteriak keras, ketakutan akan nyawa di nadi lehernya membuatnya langsung menyerahkan kehormatannya begitu saja.

Maria mengulurkan tangannya, melingkarkan tangannya pada bahu Rose, "Yang Mulia Permaisuri memerlukan permintaan maaf secara pribadi di Singgasana nanti. Kau tentu paham apa maksudku?"

Garnet menutup mulutnya.

Para gadis Bangsawan menutup mulutnya tak percaya, hanya dengan beberapa kata dan seorang Duke dapat bertekuk lutut dihadapannya. Mereka menggigit bibir mereka sendiri, dihadapan mereka ada seorang Ksatria wanita yang amat luar biasa dan membuat gadis-gadis itu menahan rasa geram untuk berteriak akan hal yang mereka lihat barusan.

"Ada apa ini? Garnet, bukan? Kenapa kau berlutut?" Suara itu terdengar dari belakang tubuh mereka, Maria dan Rose membalikkan badan mereka kemudian menundukkan tubuh, memberikan Claude sebuah salam kehormatan.

"Malam yang indah demi Kemuliaan Baginda Kaisar Claude!" Maria lalu menegakkan tubuhnya dan menatap Claude yang terus memandangi dirinya entah dengan pikiran semacam apa. Maria terkekeh, setelah ini ia pasti akan disalahkan kembali.

"Apakah Yang Mulia memerlukan penjelasan?" Maria menarik senyum, Claude menggeleng, "Apa aku terlihat bodoh, Madam Maria?" Satu ucapannya malah seakan menjadi luka lagi untuk gadis itu tapi bukan Maria namanya jika ia tak berdiri dengan tegar dan tampang lugu dihadapan pria itu.

"Yang Mulia, Gar-"

"Diam, Permaisuri. Apa aku pernah menyuruhmu untuk berbicara?" Rose bungkam. Ia merasakan genggaman tangan dari Maria semakin menguat seakan sedang mendukungnya.

"Katakan, Garnet. Apa yang terjadi?" Claude berkacak pinggang dengan wajah angkuh, ia mengambil anggur dari pelayan dan meminumnya sedikit.

Garnet menceritakan semuanya. Namun dengan cerita yang dimodifikasi. Tanpa tahu malu, ia menunjuk Maria dengan jari-jari telunjuknya yang gemuk itu. Senyumnya melebar hingga menunjukkan gigi palsu emasnya yang sedikit menghitam.

"Madam Maria, aku akan menghukummu untuk bekerja tanpa berlibur selama setahun. Apa itu cukup, Garnet?"

Maria malah terkekeh. Sejak kapan ia mendapatkan liburan didalam hidupnya? Beberapa orang yang mengerti dengan suara kikik dari Maria ikut tertawa dalam hati. Claude tak pernah meliburkan Maria, bahkan jika gadis itu yang meminta. Setiap harinya Claude selalu memanggilnya bahkan jika itu dengan permintaan yang sangat remeh. Maria adalah boneka yang selalu dicari oleh Claude selama ini.

_____________

Claude's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang