"Ayah?" Anak lelaki itu mematung menatap wajah ayahnya yang tampak selalu murung ketika bertemu dengannya.
Claude tersenyum hambar, "Ada yang ingin kukatakan padamu, anakku..." Ia agak ragu.
Bagaimana jika ia membenciku? Aku. Ayahnya yang ia kenal sebagai satu-satunya keluarganya.
Aku adalah aib dalam hidupnya.
Jika ia mengetahuinya, akankah kami berpisah kembali? Aku tak bisa memandang mata Maria lagi?!
"Rei... Aku-"
Satu tangan kecil terulur mendekati tangannya yang tampak lebih besar itu, menggenggamnya dan menyalurkan kehangatan seadanya. Claude terkesiap, ia lantas mengangkat kepalanya dan mendapati senyuman puteranya.
"Ayah, aku tak ingin bertanya lagi. Biarlah itu semua jadi rahasia ayah saja" Tak ada benci ataupun dendam di matanya. Hanya ada rasa cinta dan kasihan yang memantul disana.
Bahkan anak sekecil itupun tahu akan penyesalan terbesar ayahnya.
Claude menggigit bibirnya yang bergetar menahan isak di dadanya, ia langsung menarik Rei kedalam pelukannya kemudian menangis dalam diam dipundak mungil itu.
____________
"Bagaimana liburannya? Mengasyikkan buatmu?" Mata itu menerobos seakan ingin menyantapnya hidup-hidup, rasa kesal atau dengki yang tak tahu harus Maria sebut apa pada Claude.
Perempuan yang disebut sebagai Madam itu berlutut didepan altar dan mencabut pedangnya. Ia menancapi benda tajam itu ke bawah, "Saya kembali, Yang Mulia!" Teriaknya penuh semangat.
"Hm?" Lelaki itu memangku dagunya sendiri, "Kau memanjangkan rambutmu?" Ia melirik dengan seringai yang tak bisa dikatakan sebagai sebuah pujian.
Maria menyadari kecerobohannya. Ia menundukkan kepalanya semakin kebawah, "J-jika Yang Mulia tak suka, saya akan memotongnya!"
Claude lantas mengibaskan tangannya, "Tak perlu, aku suka" Ucapnya ambigu.
"A-ah baik..." Walau dengan satu kata itu saja, jantung Maria masih bisa berdetak dengan hebatnya. Mata biru itu melirik kedepan saat Claude sedang sibuk-sibuknya mulai menyuruh pengawal pribadi lainnya untuk mengerjakan tugasnya.
Maria tersenyum. Ia menyentuh dadanya yang masih berdebar, "Aku suka... katanya"
"... aria?! Hei! Apa setelah lama bersenang-senang kau malah berani menyepelekanku?!"
Terkejut, Maria menggelengkan kepalanya, "T-tidak! Saya tak berani melakukannya!"
Alis pria itu bertaut. Apa tadi ia salah lihat? Mengabaikan rasa jengkel tadi Claude langsung memanggil Annabeth.
Annabeth datang dengan wajah murung. Tampak sekali bahwa ia tak mengurus dirinya jika dilihat dari lingkar hitam yang merayap di bawah kelopak matanya serta beberapa bintik jerawat yang timbul di pipinya.
"Aku membawakanmu hadiah. Apa ini cukup?" Annabeth membulatkan kedua matanya, wanita muda dengan gaun cerah kuningnya itu berlari hingga cukup mengejutkan hampir semua orang yang hadir.
Annabeth menangis saat ia berhasil memeluk Maria, "Temanku, Maria!" Saat kedua sahabat karib itu berpelukan seorang wanita dari lantai atas menatap mereka sambil mengibarkan kipasnya di depan wajah.
"Yang Mulia?" Suara itu begitu manis dan merdu. Bahkan bunyi lariannya saja seakan menjadi melodi yang dinanti-nanti.
Maria menggerakkan kepalanya ke kiri dan mendapati gadis cantik dengan dada yang hampir tumpah mendatangi Claude dengan senyum menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Claude's Obsession
RomansaSuara tangisan Maria akhirnya terdengar setelah ia mati. Claude telah kehilangan segala harapan yang ia miliki, tak ada lagi Maria di sisinya. Tak ada lagi orang yang akan melindunginya. Claude telah menyia-nyiakan cinta yang gadis itu beri, mau itu...