PART 11

473 49 14
                                    

"Dimana ruangan tempat perawatan Ohm Thitiwat?" Boun berdiri di depan resepsionis.

Resepsionis itu mendongak dan ternganga. Terpesona melihat penampilan dan ketampanan Boun.
"Ruangan perawatan Ohm Thitiwat?" Boun mengulang jengkel karena resepsionis itu hanya menatapnya seperti orang bodoh.

"Oh... Untuk Ohm... Anda... Anda mungkin harus menemui Dokter Tee dulu, beliau Dokter penanggung jawabnya."

"Dimana?" gumam Boun tak sabar.

"Lantai tiga, ruangan dokter nomor dua."

Tanpa basa-basi Boun meninggalkan resepsionis yang masih ternganga itu. Pintu itu tertutup rapat dan Boun mengetuknya. "Masuk." sebuah suara yang tegas terdengar dari dalam. Boun masuk dan langsung berhadapan dengan Tee. Tee langsung menyadari siapa yang berdiri di hadapannya. Dia tidak mungkin salah mengenali.

Penggambaran Prem sangat akurat. Lelaki ini memang benar-benar luar biasa tampan dengan keangkuhan yang sudah seperti satu paket dengan auranya.

"Apakah anda akhirnya berhasil menemukan kebenaran?" gumam Tee langsung tanpa basa-basi. Boun mengernyit mendengar sapaan pertama Tee yang sama sekali tidak diduganya. Tapi dia lalu teringat telepon di tengah malam yang tanpa sengaja dia angkat. Penelepon itu mengatakan dirinya adalah Tee.
"Ya." Boun mengakuinya pelan, "Anda sudah tahu semuanya?"

"Semuanya, dan pertama, sebelum anda menghina Prem lagi. Saya akan jelaskan kepada anda, semalam Prem datang kepada saya, dengan kondisi mengenaskan. Mental dan fisik yang rapuh, dan dia bilang ingin melepaskan diri dari anda, menurut saya itu wajar mengingat perlakuan anda padanya." Tee menatap Boun dengan pandangan mencela yang terang-terangan hingga wajah Boun merona, "Uang yang dia pakai untuk melunasi anda, itu adalah uang pinjaman dari saya dan beberapa staff rumah sakit lain, bukan uang hasil menjual dirinya kepada lelaki lain seperti apa yang anda tuduhkan kepadanya tadi pagi."

Sebuah kebenaran lagi. Lebih keras daripada tamparan di pipi, mendadak lidah Boun terasa kelu. "Saya ingin bertemu Prem." gumam Boun akhirnya. Tee mengangkat alisnya.
"Untuk apa? Ketika hubungan hutang piutang itu lunas. Tidak ada lagi perlunya kalian bertemu, lagi pula saya tidak yakin Prem bersedia menemui anda."

"Tidak ada hubungannya dengan uang! Saya tidak peduli dengan uang!!!" Boun hampir berteriak, lalu berdehem berusaha meredekan emosinya, "Saya harus bertemu dengan Prem untuk meminta maaf, saya tahu selama ini saya salah...."

"Anda bisa menyampaikan permintaan maaf anda melalui saya." sela Tee tegas.

Boun mengernyit, "Saya mohon... saya harus bertemu dengan Prem, saya butuh bertemu dengan Prem."
Tee mengamati lelaki yang berdiri di hadapannya. Lelaki ini terlalu tampan, terlalu kaya sehingga wajar dia tampak begitu arogan. Tapi sekarang Boun tampak begitu menderita, dan dia rela memohon agar bisa bertemu Prem. Tee menarik napas, ketika sebuah kesimpulan muncul di benaknya.

Lelaki ini sedang jatuh cinta.
Bagaimana mungkin dia menolak permintaan Boun? Kalau saja Boun hanya lelaki sombong yang menginginkan bayaran setimpal atas apa yang diberikannya kepada Prem, Tee akan mengusirnya tanpa ragu. Tapi Boun yang ada di depannya ini tampak begitu kesakitan menanggung rasa bersalah, tampak remuk redam di dera perasaannya sendiri. Lelaki ini sama menderitanya dengan Prem. Bagaimana mungkin Tee tega mengusirnya?

"Tapi tolong jangan menyakiti Prem lagi jika kalian bertemu nanti, jangan memaksanya..." mata Tee melembut membayangkan Prem, "sudah cukup beban yang ditanggung anak itu."

"Saya berjanji." Boun menjawab yakin.

Sekilas Tee mencuri pandang ke arah Boun. Dan tersenyum ketika mendapati ekspresi Boun ikut melembut karena membayangkan Prem.

A ROMANTIC STORY ABOUT YOU AND ME (BOUNPREM VER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang