8. Sakit Makan Donat

404 71 10
                                    

"Vino, Nata kenapa? Bunda mana?"

"Nggak tau, om. Bunda sejak tiga hari kemarin belum pulang. Nata tadi pagi badannya panas, ngerengek minta bunda terus. Aku bingung harus gimana." Vino menjelaskan dengan raut khawatirnya.

Tadi, sekitar lima belas menitan setelah ia meminta om Ansel kemari, Vino terus saja berada didampingi adiknya untuk hanya sekedar mengelus punggung tangan bata dan menenangkannya. Vino takut kalau hal mengerikan akan terjadi nanti. Vino tidak ingin meninggalkan Nata sendirian. Untunglah sekarang ada Ansel yang bisa ia percaya untuk menangani Nata yang tengah sakit.

"Udah kamu tenang aja, Nata baik baik aja kok."

Vino menatap Ansel penuh harap. "Benar om? Adek baik baik aja?"

Ansel tersenyum lembut. Ia sangat mengerti kalau sekarang Vino sangat khawatir dengan keadaan Nata. "Tentu saja. Nata pasti sembuh kok."

"Yasudah, om pergi dulu. Entar bakal om kabarin kalau udah dapet kabar dari mama kamu. Jaga Nata baik baik, okey."

"Iya, om. Makasi udah mau ngobatin adek. Om hati hati ya pulangnya."

"Kamu tuh kayak sama siapa aja. Om pulang dulu ya."

Setelahnya Ansel pulang dengan tas kerjanya. Ia akan kembali ke rumah sakit. Setelah itu ia juga hendak berniat mencari tahu keberadaan ibu dari dua bocah tadi. Kasian banget kalau mereka hanya tinggal berdua.

"Adek cepat sembuh ya," gumam Vino sambil terus mengelus punggung tangan Nata.

Cukup lama, hingga 30 menit setelahnya tampak pergerakan dari tubuh Nata.

"Dek?"

"Egmm, bunaa donat."

Ansel senang dan panik saat Nata tiba tiba bangun. Ia segera berdiri dari kursinya untuk mengambilkan Nata minum.

"Bentar, abang ambilin minum dulu."

Sepersekian menit Vino datang dengan segelas air ditangannya.

"Nih, minum dulu. Pelan pelan minumnya."

Nata meminum sedikit air itu.

"Abang?"

"Ya, adek mau apa? Biar abang ambilkan."

"Abang adek mau donat, mau bunaa~" rengek Nata dengan mata berkaca kaca.

Ah, dua permintaan sulit.

Tapi tidak mungkin untuk sekarang ia memenuhi permintaan kedua adiknya.

"Baiklah, abang bakal ambilin donat. Tunggu sebentar."

Untung Vino sudah stok donat di kulkas. Sebenarnya itu untuk Nata kalau adiknya itu sedang rewel seperti sekarang ini.

Vino mengambil satu donat dengan selai strawberry dengan toping bintang warna warni dan meletakkannya keatas piring kecil. Setelahnya ia segera kembali keatas, ke kamar miliknya.

"Nih, donatnya."

"Umm, donat! Nata mau donat."

Vino memperhatikan adiknya yang tengah memakan donat dengan lahapnya. Sampai sampai pipi anak itu terlihat semakin mengambang karena terisi donat di dalamnya.

"Gemes banget sih dek." Vino mencubit pipi Nata.

Hal itu membuat Nata menatapnya garang. "Jangan ganggu Nata!"

Niatnya mau marah, jatuhnya malah gemes.

"Uluhuluh, gemes banget. Adek siapa sih kamu, dek?"

"Jangan mulai! Adek lempar piring ni ya."

Tangan kecil nata sudah bersiap melempar Vino dengan piring yang tadi digunakan untuk membawa donatnya.

"Garang banget sih."

"Apa?! Adek gigit tangan abang kalau pegang pegang!"

"Iya iya, nggak pegang lagi kok."

"Tapi mau peluk boleh?"

Nata menatap lama Vino yang sudah merentangkan tangannya. Tumben minta izin dulu, biasanya juga abangnya ini main nyosor aja kalau lagi mau peluk Nata.

Akhirnya Nata bolehin.

Nata mangungguk pelan menyetujui permintaan Vino.

Vino yang mendapat persetujuan sang adik lantas langsung memeluk erat tubuh mungkin adik kecilnya itu.

"Ughh, gemoy banget sih adek!"

"A-abang se- sak!"

Kekuatan kegemasan Vino memang tidak main main, sampai Nata merasa tubuhnya akan remuk dibuatnya.

NATHALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang