3. Kekuatan Ajaib Donat

764 116 8
                                    

Singkat cerita, setelah Nata diseret Elano pergi entah kemana Nata pulang dalam keadaan murung.

Kenapa? Entahlah, hanya mereka yang tau.

Dengan langkah gontai, Nata berjalan menuju sofa dan merebahkan tubuhnya disana.

Vino yang kebetulan disana, setelah melihat raut lesu adiknya tentu heran. Memang pada dasarnya muka Nata itu sayu, tapi Nata tidak akan seperti ini kalau kebutuhan donatnya sudah terpenuhi.

Apa benar karena donat ya?

Ya, Vino cuma bisa memikirkan satu alasan itu sih.

"Kenapa dek?"

"Mhmm," gumam Nata tak jelas karena teredam bantal.

"Yang jelas jawabnya. Tadi pulang sama Elanokan? Kemana aja kok baru pulang?" tanya Vino lagi.

Dilihat jam memang sudah jauh dari jam seharusnya Nata pulang, sekarang sudah hampir jam enam.

Vino tidak khawatir karena Nata ada bersama Elano, jadi ia bisa sedikit tenang dibuatnya. Tapi, walaupun begitu, Elano yang tidak memberitahunya akan pergi kemana cukup membuat Vino sedikit khawatir.

"Donat," gumam Nata tanpa menjawab pertanyaan Vino.

"Kenapa? Mau donat?"

Nata menoleh kearah Vino, kedua sudut bibirnya melengkung kebawah. "Ya, tapi Ela bilang nggak boleh makan donat lagi hari ini." Mata Nata berkaca, memandang melas kearah Vino agar bersuka rela memberinya asupan donat.

Nata butuh donat.

Tak bisakah ia mendapatkan donatnya?

"Udah makan berapa banyak emang?"

"Dua kotak." Nata lalu memperlihatkan dua jarinya kepada Vino.

"Baiklah, benar benar tidak ada jatah donat lagi untukmu hari ini," final Vino lalu berdiri dari duduknya.

Mendengar itu Nata mengeluh dan kembali menenggelamkan wajahnya keatas bantal.

Vino berjalan kearah Nata, meraih kerah belakang baju adiknya lalu mengangkatnya seperti seekor anak kucing. Vino berinisiatif menyeret adiknya itu kedalam kamar agar segera membersihkan tubuhnya.

"Mandi, lalu tidur. Mengerti?"

Bibir Nata yang masih melengkung kebawah, lalu bergumam menjawab, "hm."

Padahal Nata menginginkan donatnya.

Nata ingin makan donat lagi.

Apakah benar benar tidak ada donat untuknya lagi?

Bukankah itu kejam?

Nata bisa mati tanpa donat.

🍩🍩🍩

Seperti yang diperkirakan, Nata bangun pada tengah malam karena lapar pada perutnya.

Sekarang, Nata hanya sedang mencari satu hal.

Benar. Donat.

Apalagi?

Jelas Nata hanya menginginkan donat untuk sekarang. Apalagi cacing cacing diperutnya berdemo agar segara diberikan donat.

Ya, pengungkapan diatas terlalu berlebihan.

Tapi, Nata memang sedang menginginkan donat.

"Oh, sudah bangun?"

Nata menoleh sayu kearah Vino yang sedang duduk disofa sambil memangku laptopnya. Melihat itu Nata segera menghampiri Vino, dan duduk disebelah saudara satu satunya itu.

"Abang,,, nggak bisa tidur lagi?" tanya Nata.

Vino tersenyum simpul. "Nggak kok. Ada beberapa pekerjaan yang harus abang selesaikan hari ini," jawab Vino lalu mengusak gemas rambut Nata.

"Beneran?"

Vino mengangguk, "ya."

"Nata lapar. Donat boleh?"

"Dikulkas ada donat-"

Belum sempat Vino menyelesaikan kalimatnya, Nata sudah melesat pergi kearah dapur untuk mengambil donat yang Vino maksud didalam kulkas. Vino yang melihat itu menggeleng heran dengan kelakuan ajaib adiknya itu.

"Ingat cuma satu Nata!" peringat Vino.

Beberapa saat, Nata datang dengan dua donat ditangannya.

Nata lalu kembali mendudukkan dirinya disamping Vino dengan kedua tangan yang masih terisi penuh dengan donat.

Vino mencubit hidung Nata melihat dua donat yang adiknya itu bawa.

"Abang bilang cuma satu," ujar Vino gemes.

Tanpa diduga Nata menyodorkan salah satu donat ditangannya kepada Vino. Melihat raut wajah bertanya abangnya, Nata lalu mengucapkan hal yang membuat Vino terdiam.

"Abang lagi capek ya? Makan donat bareng Nata dulu yuk."

Nata masih menyayangi keluarganya.

Walau tidak melebihi cintanya kepada donat.

Itu, tidak masalah.

To Be Continue✓

NATHALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang