4. Sendiri Tanpa Donat

684 103 7
                                    

Nata terdiam.

Sejak tiga jam lalu, ia hanya terdiam memandang pintu.

Nata ditinggal sendiri oleh mama dan abangnya. Nata hanya sendiri sekarang. Tidak ada seorangpun dirumah kecuali dirinya yang sedari tadi juga terdiam.

Kryuuk~

Bahkan sekarang perutnya lapar.

Tidak ada apapun untuk dimakan. Bahkan kulkaspun kosong. Seakan takdir memang memaksanya keluar membeli sesuatu untuk dimakan.

Takdir memang kejam.

Nata melirik kesamping kirinya dan melihat kepingan uang seratus ribu disana. Mata Nata berbinar penuh harapan, dengan ini ia bisa membeli makanan menjelang mama dan abangnya pulang.

Tapi masalahnya-

ia males -takut- pergi keluar rumah sendiri.

Nata tidak pernah keluar rumah sendiri lagi sejak kejadian itu.

Tapi, sekarang ia malah dipaksa untuk keluar rumah lagi? Bukankah itu terlalu kejam. Bahkan memikirkan apa yang akan terjadi diluar sana sudah membuatnya tremor.

"Elano," gumam Nata.

Ya, ia bisa meminta bantuan Elano.

Segara Nata cari ponselnya, lalu menghubungi nomor Elano.

Tapi, panggilannya tidak tersambung.

Lebih tempatnya Elano menolak panggilannya.

Perempatan imajiner tercetak diwajah Nata, ponsel yang tadi berada digenggamannya ia lempar kesembarang arah.

"Gak guna," umpatnya.

Nata kesal!

🍩🍩🍩

Pada akhirnya, Nata tetap memutuskan untuk keluar rumah.

Sendiri.

Nata sudah memakai semua perlengkapannya. Mulai dari celana panjang, hoodie kebesaran, topi dan masker untuk menutupi sebagian wajahnya. Bahkan disaku celananya sudah ada pisau lipat untuk berjaga jaga.

Oke, abaikan bagian terakhir.

Nata menunduk, berjalan cepat kearah toko donat terdekat.

Nata berencana akan langsung bergegas pulang setelah misinya -membeli donat- selesai.

Tapi, sepertinya lagi lagi takdir sedang tidak berada dipihaknya. Saat hendak pulang setelah donatnya terbeli, entah bagaimana ceritanya ada sekelompok remaja berandal (?) yang tengah nongkrong dipinggir jalan. Mereka menghambat jalan Nata untuk pulang.

Nata mencoba abai.

Nata terus berjalan cepat hingga salah satu dari mereka menghentikan langkah Nata.

"Oh, lihat siapa adik kecil ini?"

"Tersesat dek? Mau kami antar pulang?" sahut yang lain.

"Hei, jangan begitu. Kalian membuatnya takut."

"Wajah kalian sangat menyeramkan sampai membuat adik kecil ini takut."

Seseorang berjalan kearah Nata. Nata tetap diam, tidak mundur ataupun melangkah, ia takut. Tangannya menggenggam erat pisau yang ada dibalik saku hoodienya.

Nata bisa menggunakan pisau ini jika salah satu dari mereka mencoba menyakitinya.

Tangan seseorang dihadapannya terulur kearah Nata.

Nata semakin menggenggam pisau itu erat, ingin mengeluarkannya. Ya, mereka ingin melukai Nata! Ia harus melukai orang itu juga! Nata harus melakukannya sebelum mereka melukai Nata! Dengan begitu Nata tidak akan terluka. YA, NATA HARUS-

"Maaf. Tapi sepertinya teman saya belum terbiasa dengan orang baru. Sekali lagi saya minta maaf kak, permisi."

Tangan Nata ditarik menjauh dari sana.

Nata-

tidak jadi melakukannya.

Tangannya didalam saku hoodie itu bergetar. Nata melepaskan pegangannya pada pisau itu.

Raka melirik, ia sadar.

Pisau didalam hoodie kebesaran Nata diambilnya, lalu ia buang. Raka setelahnya mengambil tangan Nata lalu menggenggamnya.

Nata menoleh.

Tampak Raka yang tengah tersenyum kearahnya.

"Benda itu berbahaya. Ayo, pulang."

To Be Continue✓

NATHALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang