Keberuntungan memihak pada Zee hari ini, jadwal shiftnya sudah selesai pukul dua siang. Dengan bersemangat ia kembali ke rumah dan membersihkan diri.
Sebenarnya ia bisa saja langsung menuju ke toko untuk mengambil tembikar yang ia pesan beberapa hari lalu, namun biasanya memang setelah pulang dari rumah sakit ia akan mandi serta mengganti pakaian, agar kuman dan virus yang terbawa dari tempatnya bekerja tidak menyebar.
Keberuntungan memang memihak Zee, namun cuaca tidak bersahabat dengannya. Sejak ia sedang berpakaian dan menyisir rambut, tiba-tiba gerimis mengguyur. Memang ia sudah menduga jika akan hujan, karena sedari siang awan sudah mulai kelabu dan angin perlahan berhembus menyejukkan para manusia yang sedang berkegiatan di luar ruangan.
Tangan Zee merapikan vest hitam bercorak yang ia kenakan, pada lapisan dalamnya terdapat kaus putih lengan pendek, cukup untuk membuatnya hangat di cuaca dingin ini.
Setelah mengunci pintu rumah, Zee melangkahkan kaki menuju mobil. Untungnya garasi Zee berada di atap yang sama dengan rumahnya sehingga ia tak perlu hujan-hujanan saat hendak memasuki mobil.
Mobilnya melaju membelah jalanan beraspal yang di samping-sampingnya terdapat persawahan dan beberapa pohon kelapa.
Sampai di parkiran Zee meraih payung berwarna biru di belakang kursinya. Membuka pintu dengan hati-hati agar tidak banyak air yang masuk saat ia hendak melebarkan payung. Pintu mobil Zee segera ia tutup setelah tubuhnya terlindungi dari air hujan, sangat disayangkan sekali tempat parkir toko Fiony tidak beratap.
Sandal slip on miliknya, Zee biarkan basah saat melewati genangan air yang tak terlalu dalam. Memasuki halaman toko, terlihat rerumputan semakin segar karena air-air membasahi permukaan.
Segera ia berlari kecil menuju pelataran toko dan mengibaskan payungnya agar air-air yang tadinya masih menempel bisa terjatuh. Zee kemudian melipat payungnya, meletakan pada gantungan pada pilar kecil di depan toko Fiony, beberapa payung juga tergantung di sana.
"Permisi, bli." Ucap Zee pada laki-laki duduk menunduk di meja kasir, sepertinya ia sedang menulis sesuatu.
"Iya, silakan. Ada yang bisa dibantu?"
"Mau ambil pesanan piring sama gelas atas nama Zee, apa udah jadi?" Tanya Zee.
"Bentar ya, saya cek dulu." Pria tersebut kemudian berdiri dan menuju bagian loker pesanan yang berada di dekat kasir. Mencari nama Zee pada setiap deretan loker, dapat.
Pria itu mengambil kotak berwarna hijau sage dengan pola hiasan putih pada bagian luarnya. Dengan perlahan ia membuka kotak tersebut, memperlihatkannya pada Zee.
"Benar seperti ini ya kak, ada yang kurang?" Tanyanya pada Zee untuk memastikan pesanan. Zee hanya melihatnya sejenak, tidak mengeluarkan dari kardus. Setelah merasa pesanannya benar, Zee mengangguk.
"Baik," sang penjaga kasir itu kemudian menutup kembali kotak, memasukannya pada paper bag agar pelanggan mudah membawa.
"Terima kasih sudah berbelanja, semoga har–"
"Jessi! Mana siomay aku?" Teriakan Fiony mengejutkan kedua orang yang sedang bertransaksi di kasir. Zee melebarkan matanya ketika melihat Fiony mengangkat sandal jepit, mengarkan pada Jessi. Jessi yang merasa terancam kemudian berlari menuju kasir. Keduanya belum menyadari jika ada pelanggan.
"Heh heh!" Tegur pria kasir menyadarkan Fiony dan Jessi. Kedua gadis itu mendadak berhenti, menatap kagok Zee yang memegang paper bag.
Fiony dengan cepat membungkukkan tubuhnya berkali-kali sembari mengucap maaf kepada Zee. Sementara Jessi menangkupkan kedua telapak tanganya pada bagian depan tubuh sembari menunduk dan mengucap maaf seperti Fiony.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sage Pottery and Art
Teen Fiction"Kamu ga akan bisa bohongin psikolog, Fi." "Iya deh si paling dukun!"