"Dikasih air dulu, Kak." Fiony menggeser baskom kecil berisi air. Gadis itu meminta agar Zee menambahkan air pada adonan tanah liat. Zee kemudian mengambil sedikit air dengan telapak tangan dan mencampurnya dengan tanah liat, memukul, melipat agar adonan coklat itu menjadi sedikit lunak. Zee menginjak pedal di bawah meja, mengikuti apa yang Fiony lakukan.
"Ikutin aku ya," ucap Fiony sembari membentuk tanah liat dikala meja bundar di depannya mulai berputar. Zee mengamati sejenak, gadis itu mencerna apa yang dilakukan Fiony. Setelah berapa saat Zee mulai membentukya sedikit demi sedikit. Fiony berhenti, melihat apa yang Zee lakukan kemudian tersenyum tipis, Zee adalah pengamat yang baik. Gadis itu sangat cerdas, tidak salah Fiony menyukainya.
"Aduh, ini kebesaran ga?" Zee menunjukan hasil pekerjaannya kepada Fiony. Khawatir dengan mangkok yang dirinya buat apakah terlalu besar atau tidak. "Engga, pas kok. Kalau kebesaran bisa buat wadah sop," kekeh Fiony membuat Zee mencebikan bibir. Zee tak ingin ambil pusing, dirinya kemudian mengamati Fiony yang masih sibuk membentuk adonan tanah liat. Kedua pandangan milik Zee yang sejak tadi sibuk mengamati calon mangkok milik Fiony, kemudian beralih pada gadis di depannya. Poni lepek milik Fiony bergerak keecil, mengikuti sang empu yang juga bergerak beberapa kali, Zee melipat dua bibirnya kedalam. Menahan senyum yang bisa saja terbit tanpa sebab. Fiony mode serius sedikit memabukan Zee.
"Tapi beneran pas kok, bagus." Lanjut Fiony tak ingin membuat Zee berkecil hati. Zee tersenyum senang. Setidaknya percobaan pertamanya bermain tanah liat mendapat pujian dari sang pakar.
"Udah?" Fiony menatap Zee yang sejak tadi diam sembari, mengamatinya? Zee menangguk, gadis itu menunjukan hasil karyanya pada Fiony setelah menambahkan beberapa detail kecil berbentuk kupu-kupu di dinding atas mangkok. Fiony melebarkan kedua matanya, bagus sekali hasil buatan milik Zee.
"Mau nangis, punya kamu bagus banget," ucap Fiony terharu. Zee terkekeh melihat ekspresi Fiony yang sangat random menurutnya. "Ah engga tau, kamu buat juga kayak gini nanti kita samaan." Zee berkilah, tak ingin dipuji berlebihan. Fiony kemudian mengangkat kedua alisnya dan mengangguk, menyetujui ide Zee.
"Aku ga mau kupu-kupu tapi, bentuk apa ya? " Tanya Fiony sembari berpikir. Zee melirik ke atas, ikut berpikir bentuk apa baiknya. "Kalau kupu-kupu itu cocoknya sama?" Cicit Zee pelan. "Bunga?!" Tandas Fiony cepat, gadis itu seperti tiba-tiba mendapat ilham. Zee mengangguk mantap, Fiony kemudian segera menyelesaikan mangkok buatannya.
"Yey, udah selesai," sorak Fiony senang, Zee ikut tersenyum melihatnya. Seharian bersama Fiony yang riang gembira seperti ini tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Kita keringin dulu ya Kak, baru dicat kalau udah kering." Fiony mengangkat dua mangkok yang masih lembek itu ke atas nampan. Memindahkannnya ke tempat pengeringan. Zee mengangguk, dirinya kemudian mengikuti Fiony dari belakang. Setelah menyimpan dua mangkuk tersebut, Fiony berjalan menuju gazebo, gadis itu membiarkan Zee sejak tadi mengikutinya kemanapun ia berjalan.
"Sini duduk." Fiony menepuk sebelah tempatnya duduk karena Zee masih berdiri diam di hadapannya. Zee tanpa berbicara apapun kemudian mengikuti kemauan Fiony. Fiony menatap wajah samping gadis di sebelahnya itu, pandangan Zee jatuh di rerumputan bawah gazebo. Fiony menggigit mulut bagian dalamnya ragu, jari-jari tangannya mengusap dahinya sendiri yang tidak gatal.
"Kenapa?" Tanya Fiony setelah mengamati Zee selama beberapa detik. Tangan gadis itu mengusap punggung tangan Zee yang bertumpu pada ujung gazebo. Zee menoleh, senyum tipisnya terbit, menggeleng pelan menjawab pertanyaan Fiony. "Mau jalan-jalan?" Tawar Fiony sembari menunjuk jalanan di depan. Zee mengangguk, kemudian segera bangkit dan mengulurkan tangannya pada gadis yang masih duduk di atas gazebo. Fiony tersenyum, meraih tangan Zee yang terulur untuknya.
Keduanya berjalan kaki dengan diam menyusuri daerah sekitar toko milik Fiony. Tidak lagi saling bertaut, tangan Zee masuk ke dalam saku depan celana. Masih belum berbicara sejak tadi, gadis itu hanya berjalan mengikuti kemana kaki miliknya dan Fiony melangkah. Fiony seperti tidak ingin mengganggu Zee dengan pikirannya sendiri, ia mengunci mulutnya rapat-rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sage Pottery and Art
Teen Fiction"Kamu ga akan bisa bohongin psikolog, Fi." "Iya deh si paling dukun!"