10

225 34 18
                                    

Fiony POV

Aku kembali ke tempat dimana aku dan Zee pertama kali pergi, tempat yang selama ini aku hindari, tempat yang selama ini menjadi momok utama permasalahanku dengan orang-orang di sekitarku. Pantai.

Rasanya berbeda saat berkunjung pada pagi hari, laut yang sebelumnya terlihat gelap dan suram, pagi ini terasa hangat dan menyenangkan. Suasana pantai pada pagi hari di sini terasa lebih hidup, aku melihat orang-orang melakukan perjalanan dan liburan keluarga yang terasa harmonis, persis seperti apa yang pernah aku alami belasan tahun yang lalu. Sementara saat ini aku hanya duduk sendiri, di tempat yang sama seperti sebelumnya, tempat dimana aku dan Zee duduk menikmati coklat hangat dan sepotong cookies ditemani angin-angin malam.

Bahkan untuk mengingatnya pun terasa berat untukku, apakah Zee juga merasakan hal yang sama? Aku khawatir gadis itu merasa hilang arah.

Malam harinya setelah Zee meninggalkanku, Jessi secara tiba-tiba menelfon. Gadis itu bertanya apa benar aku dan Zee memutuskan 'berpisah sejenak'. Aku menjawabnya dengan pertanyaan darimana dirinya mengetahui hal itu, dan Jessi menjawaab bahwa ia dan Freya baru saja mampir ke rumah Zee. Freya bercerita bahwa aku dan Zee sedang dalam permasalahan, dengan segera Jessi menelfonku. Setelahnya tanpa diduga saat aku sedang bersiap untuk tidur dengan perasaan sedih dan kehilangan, Jessi mengetuk pintu rumahku. Sahabatku itu memelukku dengan sangat erat kemudian, dan karena memang perasaanku benar-benar sakit, aku menangis. Bahkan rasa sakit malam itu masih bisa aku rasakan, aku takut Zee tidak kembali lagi. Aku takut Zee menjauhiku, aku takut menjadi asing dengannya.

Aku tahu Zee baik, aku tahu Zee tidak pernah mau menyakitiku. Gadis itu selalu mengajariku mencintai dengan tulus, menyayangi dengan sederhana, tanpa hal-hal besar dan tanpa materi yang bernilai tinggi. Zee selalu memberiku perasaan hangat yang bisa dengan sengaja menggelitik perutku. Ah sayangnya gadis manis itu sedang tidak berada di dekatku.  

Tujuh hari semenjak aku dan Zee memutuskan break, Freya menjadi lebih sering ke toko. Gadis itu selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dengan Jessi, entah apa yang mereka bicarakan aku tidak mengerti karena mereka selalu tiba-tiba mengganti topik saat aku ingin bergabung atau menyambung obrolan mereka.

Aku membuyarkan lamunanku, langkahku meminta untuk berjalan menuju bibir pantai yang berada tepat di depanku. Bagian tersebut terlihat lebih sepi dibanding bagian lain. Mungkin hal itu yang menggerakkanku agar menyentuh air barang sebentar saja.

Basah, aku merasakan jari kakiku perlahan terselimuti oleh air. Bulu kudukku mendadak naik, perasaan aneh yang tiba-tiba mencuat ini membuatku tidak nyaman. Namun akan aku tahan, aku mau berdiri lebih lama lagi di tempat ini.

Zee, jika kamu masih mau mendengar keluh kesahku, aku ingin kamu tahu bahwa perasaanku padamu itu nyata adanya. Rasa sakit yang tercipta satu minggu lalu benar-benar hampir mengabisiku. Aku sulit beradaptasi saat aku menyadari bahwa alarm darimu sudah tidak lagi kudengar, perasaanku kosong saat mengetahui bahwa ponselku sudah tidak lagi memunculkan notifikasi pesan darimu, apa kamu juga merasakan kehilanganku? Apa kamu juga merasa tercekat saat tiba-tiba ponselmu mendapat sebuah pesan namun ternyata pesan itu bukan dariku? Aku merasakannya, sakit. Rasanya sangat sakit menunggu kabar darimu yang tak pernah muncul. Aku tidak pernah tahu harus menunggumu sampai kapan, aku tidak mau terus berharap kepadamu. Aku takut harapanku nanti hanya mendapat ampas kosong yang tak berarti. Aku berjanji akan menunggumu sampai kapanpun, namun setidaknya beri aku tanda bahwa kau akan kembali, setidaknya beri aku kabar bahwa nantinya penantianku tidak sia-sia.

Rasanya aku menjadi semakin melemah, kemana perginya Fiony yang bertembok tebal dulu? Kenapa pertahananku akhir-akhir ini menjadi lebih mudah runtuh. Bahkan hanya memandang hamparan laut di depanku saja air mataku turun tanpa aku minta. Terakhir aku mengunjungi pantai bersama dengan Zee, aku masih bisa membayangkan senyumnya yang samar di bawah cahaya lampu, aku masih bisa dengan samar menghirup aroma teh hijau yang seperti memabukkanku. Aku mengingat saat gadis itu berdiri beberapa meter dariku, meyakinkanku untuk memejamkan mata menikmati angin pantai yang berhembus, pedih.

Sage Pottery and ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang