6

377 52 18
                                    

"Jadi gimana Frey?" Zee memutar setirnya untuk berbelok kanan. Zee tadi menjemput Freya karena ternyata mobil gadis itu nengalami kerusakan, jadi beberapa hari terakhir ia menumpang pada Zee jika memiliki jadwal yang sama.

"Aku ga kaget sih kalo kamu suka sama Fiony." Sejak ia melihat ekspresi Zee pada kelas melukis di toko Fiony, Freya merasakan temannya itu mulai tertarik, walau tidak menjamin. Namun setelah pertemuannya dengan Fiony dan Jessi beberapa hari yang lalu ia tak lagi menyangkal dugaannya.

"Kamu gapapa emangnya?" Tanya Zee memastikan.

Freya mengerutkan alisnya bingung. "Aku kenapa?" Freya tak merasa menyukai Zee, jadi mengapa dirinya harus mengkhawatirkan jika Zee menyukai Fiony?

"Engga. Maksudnya itu, kamu gapapa kalo temen kamu suka sama, cewe?" Ucap Zee hati-hati. Ia sudah lama ingin menceritakannya pada Freya, namun ia masih berpikir beberapa kali.

Freya menoleh, mengusap lengan Zee menenangkan. "Dedikasiku buat jadi psikiater bukan hanya untuk pasien atau untuk orang yang datang ke aku aja, tapi juga untuk orang di sekitar aku." Freya tersenyum. "Aku hanya akan bicara kebohongan jika aku bersikap netral di depan orang lain, namun di belakang pekerjaan aku malah menghakimi orang-orang terdekat."

Zee tertegun, tidak pernah membayangkan temannya berbicara hal seperti itu untuk dirinya. Ia terbiasa memberikan kebebasan pilihan pada clientnya, namun kebebasan itu kini dirinya dapatkan dari Freya.

Zee akhirnya paham kenapa sesorang butuh sebuah dukungan kecil dalam hidupnya, tidak hanya untuk menjalani kisah romansa, namun hal kecil jika mendapat dukungan dari orang lain pasti akan berdampak positif.

"Tapi kalaupun kamu ga masalah sama ini, apa dia suka balik sama aku." Ucap Zee dengan nada bicara yang lesu. Fiony terlihat sangat mencintai pekerjaannya, ambisinya terhadap toko tidak bisa Zee remehkan, jika bukan karena pemikiran  Fiony dan Jessi, toko mereka pasti hanya akan menjadi toko tembikar yang setiap harinya membuat dan menjual seperti biasa. Namun dengan ide gila mereka, dengan keberanian yang Zee lihat, setiap akhir pekan pasti akan ada turis yang datang untuk mengikuti kegiatan kelas khusus.

Menurut pandangan Zee, target konsumen yang Fiony tujukan adalah turis dan para wisatawan lokal yang pasti setiap harinya akan berganti orang, jadi setiap minggunya akan ada pengunjung baru, dan hal itu membuat suasana toko menjadi selalu segar karena cerita dari setiap wisatawan selalu berbeda.

"Tenang aja, dia suka kamu." Ucap Freya penuh keyakinan. Senyum lebar miliknya merekah, kali ini ia bisa berkata dengan pasti pada Zee tanpa takut dugaannya itu salah.

Zee menoleh dengan cepat, raut Freya sangat meyakinkan. Apa ia harus percaya dengan ucapan Bu Dokter ini. "Diihh, kok tau?" 

"Kemarin, waktu aku nunggu di deket mobil kamu, inget kan?" Zee mengerutkan alis karena ucapan Freya. "Hah, kapan? Kamu akhir-akhir ini nunggu di mobil aku terus ya!" Jawab Zee sesuai apa adanya.

Freya berdecak malas. "Pas pertama kali aku numpang, waktu aku marah sama kamu." Beberapa detik berlalu sampai Zee mengangguk mantab, akhirnya ingat. "Iya, inget. Kenapa-kenapa?" Dagunya mengarah pada Freya, kedua alis Zee dinaikan menunggu jawaban.

"Aku lihat mobil yang mereka pakai, udah parkir di deket gerbang keluar parkiran sejak aku sampai di sana." Freya berbicara serius. Zee yang mendengarnya sangat tertarik, sepertinya ini akan menjadi cerita yang seru. Ia melambatkan laju mobil agar perjalanan mereka tidak cepat sampai dan Freya bisa menyelesaikan ceritanya.  Zee masih menyimak tanpa menyela.

"Waktu itu aku kan nunggu sambil berdiri ya, cuma iseng aja sambil lihat-lihat. Ga tau kalo di dalem mobil itu ada Jessi sama Fiony. Emang sih ada beberapa mobil yang parkir. Tapi mobil yang dipake mereka mencolok banget cuy, kamu lihat kan, apa sih itu namanya yang besi di dalem ban?" Freya berhenti sejenak, mengerutkan dahinya berpikir. 

Sage Pottery and ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang