5

373 54 7
                                    

Zee sedari tadi sibuk membalikkan beberapa lembar kertas berisi data clientnya hari ini, beberapa kasus terakhir banyak anak-anak sekolah yang melupakan kewajibannya belajar dikarenakan tidak bisa lepas dari ponsel. Entah bermain game atau sibuk mengurusi sosial media mereka.

Beruntung orang tua mereka sadar jika anak mereka mengalami tanda-tanda kecanduan, mulai dari marah jika diingatkan untuk tidak terlalu lama bermain ponsel, merasa tidak puas jika belum melihat unggahan story teman-temannya hingga habis, atau merasa sangat gelisah jika jauh dari ponsel mereka.

Ah Zee sebenarnya merasa kasihan, ia tau rasanya menjauhi hal yang kita rasa sudah sangat melekat dengan diri kita. Tapi semua itu demi kebaikan mereka, justru akan lebih sedih lagi jika kebiasaan mereka malah membuat penyesalan di akhir. Perlahan namun pasti, setidaknya Zee akan membantu anak-anak itu.

"Kenapa kusut gitu wajahnya?" Tanya Freya setelah memasuki ruangan Zee. Gadis pemilik ruangan itu melirik sejenak pada Freya yang dengan santai duduk di sofa.

"Biasalah," jawan Zee malas. Ia membuka laci pada lemari kecil di dekatnya, meletakan dokumen yang sedari tadi ia baca, kemudian segera menguncinya.

"Oohh," angguk Freya tak mengerti. Mungkin Zee sedang dilanda kasus yang membuatnya bosan? Tapi mau seperti apa kasusnya, ia yakin Zee akan dengan senang hati menyelesaikan permasalahan clientnya.

"Kamu ngapain ke sini?" Zee berjalan menuju sofa yang Freya duduki, setau Zee, Freya masih harus visit.

"Loh emang ga boleh?" Tanya gadis itu, senyumnya ia lebarkan. Menyenderkan punggungnya yang sedikit pegal. Sementara Zee duduk pada sofa di sebrangnya.

"Engga." Zee tersenyum miring menjawab pertanyaan Freya. Kaki kanannya ia tekuk di atas lutut kiri. Tangan kanannya ditumpukan pada sandaran sofa. Terlihat sangat menyebakan. Namun tak berlangsung lama, sebuah bantal sofa tiba-tiba melayang mengenai wajah Zee.

"Anjing." Zee terkejut. Namun tak berniat membalas lemparan dari Freya.

"Heh!" Freya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Zee. "Sama dokter kok kayak gitu." Lanjutnya tentu saja bercanda.

Zee tau, sangat tau jika Freya bercanda. Itu mengapa ia akan membalas perkataan Freya kali ini. Dengan perlahan ia turun dari sofa. Duduk pada lantai, kemudian menangkupkan kedua tangannya menghadap Freya. Kepalanya menunduk dalam.

Freya bingung, namun kemudian ia dibuat terkejut dengan perkataan Zee.

"Ampun kanjeng raden roro." Zee berucap penuh penyesalan, menunggu reaksi Freya yang ia yakin akan sangat lucu.

"Azizi!!" Freya segera bangkit dari duduknya. Menarik kasar tangan Zee agar segera berdiri. Zee berdiri dengan pikiran yang bingung, ia tak tau harus mengartikan ekspresi Freya saat ini dengan emosi apa, apakah kesal, bercanda, atau malah, marah? Sepertinya yang terakhir, wajah Freya saat ini mulai menjadi merah. Alisnya yang berkerut menjelaskan semuanya. Oke Zee tau sepertinya ia salah bicara.

Keduanya bertatapan dengan dua emosi yang berbeda selama beberapa saat, Freya ingin mengatakan sesuatu namun tak bisa, tak perlu juga menjelaskan kepada Zee. Ia tau Zee gadis cerdas, tanpa penjelasan pun Zee pasti mampu memahami.

Hembusan napasnya kasar, mendorong Zee agar kembali duduk tepat pada sofa di belakang Zee. Freya kemudian juga duduk pada tempatnya tadi. Sepertinya duduk akan meredakan emosinya saat ini.

Tak ingin memperpanjang masalah, Freya menyerahkan satu botol air mineral yang ia temukan pada kardus di bawah meja sofa. Keduanya diam, Freya bersandar pada sofa, kaki kanannya ia silangkan di atas paha kiri, menggoyangkannya teratur. Sementara Zee menyelami apa yang sebenarnya Freya maksudkan. Cukup lama keduannya diam, hingga akhirnya Freya mencairkan suasana kembali.

Sage Pottery and ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang