Fiony menginjak pedal gas kala lampu hijau mulai menyala, tujuannya kali ini adalah menuju rumah Jessi. Fiony mengajak temannya itu membicarakan hal yang sebenarnya membuatnya bimbang, mengenai pertemuannya kemarin dengan Zee.
Dua puluh menit berlalu, Fiony saat ini memberhentikan mobilnya di halaman rumah milik Jessi. Gadis tersebut kemudian membuka ponselnya sendiri, menghubungi Jessi bahwa dirinya telah sampai.
Tak ingin berlama-lama di dalam mobil sementara panas akan semakin masuk melewati kaca depan mobil, Fiony segera turun dan menekan bel rumah milik Jessi yang berada tepat di samping pintu.
Satu menit berlalu hingga pintu berwarna coklat muda tersebut terbuka. Menampilkan wanita dengan usia yang sudah tidak lagi muda, dengan kerutan di sebagian besar wajahnya. Fiony terkejut, wanita tua tersebut juga sama terkejutnya. Seakan tak menyangka dengan apa yang dilihatnya, wanita tersebut memegang dua lengan Fiony lembut, mengusap dan memastikan bahwa apa yang dipegangnya adalah seorang yang nyata.
"Dek Pio! Mbah kira cuma Dek Jessica aja yang pulang. Ternyata Kamu juga ikut, toh?" ucapnya seraya tesenyum. Kemudian memegangi tangan Fiony sembari menuntun gadis poni tersebut menuju ruang keluarga, sengaja melewati ruang tamu karena Fiony bukan lagi seorang asing bagi Jessi.
Di sana terlihat Jessi yang duduk di atas bean bag, Fiony sedikit terkejut karena ternyata juga ada Freya yang duduk pada sofa tepat di atas Jessi. Keduanya kini sedang menonton tayangan film pada Tv di depan mereka.
"Iya Mbah Ti, aku pulang. Maaf ya baru mampir, kemarin aku pergi sama papa mama dulu." Fiony mengusap tangan wanita di depannya dengan sayang. Sementara Mbah Ti sendiri mengangguk dengan senyum yang tak luntur sedari tadi.
"Kamu udah ga pernah dateng ke rumah lagi sejak Dek Jessica pindah rumah, Mbah jadi kangen. Kamu masih suka jus melon? Mbah buatin ya." Mbah Ti mendongak, menunggu jawaban gadis yang sedikit lebih tinggi darinya itu. Fiony yang merasa tidak enak jika menolak hanya mengangguk, matanya melengkung kala senyumnya semakin lebar.
"Ya udah, Mbah buatin dulu. Kamu tunggu ya sama Dek Jessica, sama temen barunya itu. Namanya Dek Reya. Kamu tunggu situ ya."
Ucapan Mbah Ti membuat Fiony hampir tertawa. Wanita yang kurang lebih hampir berusia tujuh puluh tahun tersebut pasti kesulitan mengucapkan nama Freya.
Fiony kemudian menatap hangat Mbah Ti yang meninggalkannya menuju dapur, walau usianya sudah semakin senja, menurut Fiony wanita tersebut tidak memiliki masalah fisik yang serius. Hanya mungkin jalannya yang semakin lambat, namun raganya terlihat masih segar walau keriput di kulit tidak bisa membohongi.
Fiony kemudian berjalan menuju Jessi dan Freya yang sedari tadi sudah menghentikan tontonan mereka sejenak, dan menatap interaksi antara dua manusia dengan perbedaan usia yang jauh itu.
Fiony mengulurkan tangannya di depan Freya. Bingung dengan perilaku Fiony, Freya kemudian meraih tangan tersebut dan berakhir berjabat tangan. Fiony berdehem sejenak.
"Halo Reya, kenalin aku Fiony."
Dengan kesadaran penuh Jessi melempar bantal sofa ke arah Fiony, sang korban hanya tertawa geli kemudian ikut duduk di sebelah Freya.
"Awet muda ya Mbah Ti, sampai sekarang masih mau kerja gitu," ucap Fiony sembari menatap Jessi yang sudah kembali fokus pada televisi.
"Iya, mama papa udah minta Mbah Ti buat istirahat aja balik ke rumah. Takut kecapean gitu kalau masih kerja, tapi emang kayaknya Mbah Ti tipe yang bekerja keras adalah bagian dari hidup," Jessi tekekeh sembari mengagumi asisten rumah tangga yang sudah sangat lama bekerja di rumahnya.
Tak berselang lama jus melon buatan mbah Ti sudah diberikan kepada Fiony, karena tak ingin mengulur waktu sementara masa liburan mereka tidak selamanya, Fiony mengajak Jessi dan Freya untuk membicarakan pertemuannya dengan Zee kemarin di kamar Jessi saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sage Pottery and Art
Teen Fiction"Kamu ga akan bisa bohongin psikolog, Fi." "Iya deh si paling dukun!"