“Jadi sudah berapa lama pacarannya Mas? Kenapa tidak pernah dikenalkan ke media?”
“Kalau masalah kuantitas, saya rasa waktunya relative singkat. Tapi kalau bicara kualitas, saya berani jamin kalau waktunya sudah lebih dari cukup untuk membuat saya memutuskan menikahinya,”
Mello melongo. Luar biasa sekali lelaki ini, pikirnya. Bagaimana bisa dia kelihatan seperti titisan dewa begitu di depan kamera? Padahal kalau ditilik, kelakuan aslinya sungguh berbeda jungkir balik langit bumi dengan yang Mello lihat sekarang. Alvaro itu Rahwana berwajah Arjuna. Tampan tapi kejam, sadis. Sayang sekali wartawan-wartawan itu tidak tau. Ckckckck.
“Ih!” Mello mendengus geram dan mengganti saluran TV-nya.
“Dari sekian banyak aktris cantik dan kenamaan yang dikabarkan dekat dengan anda dan anda juga digandrungi kalangan sosialita,kenapa anda malah memilih menikahi gadis dari kalangan non-seleb?”
“Hahaha. Saya harus jawab apa ya untuk pertanyaan ini. Mmmhh, kalau saya bilang karena saya mencintai dia mungkin terdengar klise sekali ya. Begini, kalau yang membuat saya jatuh hati pada sesuatu yang sempurna, kayaknya itu hal yang wajar ya. Tapi sekarang saya justru jatuh hati pada seseorang yang…emh, jauh lebih sederhana dibandingkan dengan sosok-sosok yang biasanya ada di sekeliling saya, itu berarti dia punya sesuatu kan…,”
“Sesuatu apa yang membuat mas Alva bisa terpikat?”
“Tidak tau. Hahaha. Serius, saya bahkan sempat tanya apa dia pake jampi-jampi gitu. Hahahaha. Satu yang saya tau, saat ngeliat dia, saya yakin kalau dia orang yang tepat untuk hidup saya,”
Ambilkan plastik kresek, Mello mendadak ingin muntah. Ya ampun…ya ampun…luar biasa sekali kata-kata Alvaro. Dia nyontek dialog darimana ya. Akting dan skenarionya sungguh luar biasa menipu. Mello berani bersumpah kalau saja dia tidak mengenal Alvaro yang asli, dia pasti sudah tertipu dengan senyum hangatnya itu dan mendadak jadi fans abadi seorang Alvaro Dinata. Cuihhh. Amit-amitun wasaitun.
“Ganti lagi ah,” gumamnya sebal dan menekan tombol remote.
“Dia gadis manis, dari keluarga baik-baik, anak yang sopan, dan yang paling penting cucu saya mencintainya,”
Mello melongo. Oma Dien? Diwanwancara tentang ini juga? Waduh! Mello kembali menekan tombol saluran secara acak.
“Mellody ya? Dia manis sekali. Kami juga sedang mendesain perhiasan baru untuk image polosnya. Nanti Mello dan Alvaro akan jadi ikon untuk produk terbaru dari Vasco jewelry. Pasangan yang sangat manis,”
Nah lho? Tante Anne juga? Buseeeeettt. Apa seluruh stasiun TV di Indonesia ini punya keluarga Dinata ya? Kemana perginya seleb-seleb yang sering wara-wiri di infotainment? Mendadak Mello kangen dengan para ratu sensasi dan aktris-aktris nggak penting yang biasanya memenuhi acara infotainment. Astagaaaa. Kasian sekali. Ladang mereka cari simpati dan popularitas dijajah oleh keluarga Dinata jadinya. Ckckckckck.
“Apa pernikahan ini sekadar kamuflase dari gossip miring yang menimpa anda?”
Tangan Mello terhenti saat mendapati bagian ini di tayangkan dari saluran yang tadi di asal-asalan dipilihnya. Ia ingat kejadian saat konfrensi pers tentang bagian ini. Alvaro terasa lemah dan jauh dari sinis dan ketusnya. Memang pada saat konfrensi pers ini Alvaro sama sekali tidak menunjukkan gejala-gejala kekejaman seperti biasa. Tapi khusus di bagian ini, Mello yang saat itu duduk di sebelah Alvaro bisa merasakan kalau lelaki itu tertekan dan auranya terasa meredup.
“Gosip gay itu? Terserah orang yang mengiralah. Saya juga nggak mau repot-repot klarifikasi sana-sini,”
“Lalu pendapat istri anda? Mbak Mellody?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Caramello Kiss-O
RomanceNamanya Mello, panggil saja begitu. Dia cinta mati pada minuman Caramel Macchiato dan uang. Bagaimana kalau ada orang yang menawarkan uang yang banyak dan voucher minum Caramel Macchiato untuk seumur hidup? Syaratnya hanya perlu menjadi istri pura-p...