White Flag

29.5K 937 198
                                    

Aku membuka mataku sedikit, mengintip dari balik selimut. Lagi-lagi Alvaro keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Ckk. Sok seksi. Ouhh, oke. Memang sedikit seksi. Dikit lho ya. Tuh. Kakinya di balut celana panjang warna khaki berbahan katun sepanjang mata kaki. Rambutnya yang masih basah meneteskan titik-titik air ke bahunya dan mengalir turun perlahan di dadanya. Aduuuhh…aku maunya sih tutup mata. Tapi kalau aku merem, nanti tiba-tiba dia muncul terus main terkam gitu gimana? Ooo…tidak bissaaa…

Eeehhh, dia melirik kesini. Aku buru-buru menutup celahku mengintip tadi. Aku ogah ah bangun pagi terus berduaan sama dia. Perasaanku nggak enak gara-gara semalem dia aneh-aneh. Ngomongnya ya itu…aneh…Ah udahlah ah. becandaan lagi dia tu pasti. Mana ada abis bilang kata-kata keramat gitu, terus malah ngatain aku. Kalau yang sering aku liat di film-film tu, biasanya di peluk lho. Bukan di katain. Tapi nggak apa-apa deh. Mending di katain bodoh dari pada di peluk-peluk. Ogah.

 “Bangun…”                                                 

Huaaa! Aku menutup mulutku cepat sebelum keceplosan menjerit kaget. Pura-pura tidur Mello…pura-pura tidur…oke sip.

“Woy, bangun woy…,” dia menowel-nowel bokongku dengan ujung kaki. Sungguh tidak sopan! Dasar tapir Madagaskar! Aku menggeliat malas. Pura-pura baru terbangun.

“Hoooaaahhmm…Sebentar lagi ya Roo, ya… Nanggung mimpinya…Bentar lagi, seru ni,” aku pura-pura menguap tanpa menurunkan selimut yang menutupi seluruh tubuhku. Kalau dia pikir cuma dia doang yang bisa akting, dia salaaah. Aku juga lho.

“Mana bisa mimpi bersambung begitu,” Alvaro mendorong tubuhku sedikit lebih kuat, masih dengan kakinya, “Cepat bangun, Mello…kita ada acara hari ini,” desaknya lagi. Perfecto kamfretoooo! Dasar ubur-ubur Rusiaaa! Kagak ada sopan-sopannya masa. Ish. Ish. Ish.

Aku menurunkan selimut sampai ke dada lalu memutar tubuh membelakanginya, “Aku nggak ada acara, Roo. Bangunnya ntaran aja… Aku sibuk banget ni. Mimpinya ribet. Harus konsentrasi biar ngerti,” aku meracau asal.

Nah. Dia diem. Nggak ada jawaban. Bagus. Kalo mau pergi pergi aja sendiri. Aku kan…

 “Adddoowww!” aku terpekik refleks saat merasakan sakit di cuping telingaku. Aku sontak duduk. Dia sudah menyeringai di depanku sambil mengusap sudut bibirnya dengan gaya sok seksi. Sumpah ya, makhluk tidak berpri-kemanusiaan ini sifat menyebalkannya sudah sampai di tahap aku ingin merebusnya di kawah gunung vulkanik.

“Kamu kanibal ya?!” bentakku, “Ini kupingku lho ya! Main gigit seenaknya!”

“Kalau tidak mau bangun aku bisa menggigit bagian lain juga,” Alvaro menyeringai. Dia mengalihkan pandangannya dari wajahku. Aku mengikuti arah pandangannya, melewati leherku dan berhenti di…dada! Dada sodara-sodaraaa! DADA-kuuuuu…

“Siluman kanguru mesuuuuummmm!” teriakku kesal. Aku menarik bantal besar menutupi dadaku dan melotot garang pada Alvaro.

“Sana…sana…hush…hush…,” aku mendorong-dorong bahunya supaya pergi rada jauhan dikit. Dih, ni orang beneran minta di gaplok pake setrikaan kali mukanya.

Caramello Kiss-OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang