Chapter 7

894 147 28
                                    

- Chapter 7 -

Jisung merasa ada yang aneh pada dirinya. Dia tidak mengerti terkadang dia menemukan dirinya memegang sebuah pisau di tangannya, Jisung tidak sadar sebelumnya, yang Jisung ingat dirinya sedang menonton televisi di ruang tengah, tapi bagaimana detik berikutnya dia sudah berada di dapur dan memegang pisau.

Akhirnya dia meminta pada Jeongin untuk menyingkirkan benda-benda tajam yang ada di rumahnya. Jisung takut, takut akan menyakiti dirinya sendiri atau yang lebih parah menyakiti orang lain.

Terkadang Jisung berpikir ada benarnya Minho membawa Jiho pergi dari rumah, jika tidak, bisa saja Jisung sudah mencelakai Jiho.

Jeongin tidak setiap hari berada di rumah Jisung, dia masih kuliah, jadi saat ada kelas, Jeongin harus meninggalkan Jisung sendirian.

Jeongin pernah bilang pada Jisung, kalau dia sedang mencari cara untuk mengatasi semua gangguan pada diri Jisung, terkadang Jeongin pulang telat. Jeongin berkata berulang kali pada Jisung kalau Jisung tidak gila. Padahal Jisung sendiri merasa dirinya sudah gila.

Jeongin benar-benar merawatnya dengan baik. Jisung berhutang budi padanya. Jeongin bilang Jisung bisa sembuh dan bisa kembali seperti dulu. Keadaan Jisung sangat buruk, tubuhnya terlihat lebih kurus, lingkaran matanya menghitam, kulitnya tambah pucat.

Ini sudah hampir satu minggu Jisung hidup tanpa Jiho dan Minho. Jika dibilang terbiasa, kalian salah, Jisung bahkan tidak bisa tidur tanpa obat tidur setiap harinya. Dia akan menangis semalaman memeluk boneka kesayangan Jiho dan berakhir tidak tidur seharian, itu terjadi saat dua hari awal setelah kepergian Jiho.

Minho juga memberikan efek yang cukup berat bagi Jisung. Jisung bohong kalau dia merelakan Minho untuk Felix, Jisung selalu berharap agar Minho kembali padanya. Jisung juga rindu Minho.

"...Ji... Kak Ji..."

"Ah, i-iya?"

"Kakak melamun?"

"Maaf."

"Gak usah minta maaf, kak. Ini makan dulu sarapannya."

"Makasih, Je."

"Sama sama, kak."

Mereka makan dengan tenang. Tak ada yang bersuara memulai percakapan apapun diantara mereka. Selesai makan, Jeongin mencuci piring sementara Jisung masih duduk di kursinya sambil menatap segelas susu miliknya yang belum dia minum.

"Kak."

"Hm?"

"Aku punya teman yang sepertinya bisa mengerti keadaan kakak saat ini."

"Maksud kamu?"

"Kak, jujur aku menganggap sikap kakak yang terkadang aneh itu bukan efek dari stress yang kakak alami setelah kepergian Jiho dan kak Minho. Ini pasti ada hubungannya dengan sosok itu."

"Maksud kamu, Kimi? Tapi Kimi itu baik, Je. Awalnya aku memang mengira dia jahat, tapi dia selalu ikut menghibur aku disaat aku menangis, dia juga tidak menyeramkan seperti yang aku kira."

"Arwah gentayangan itu pintar memanipulasi, dia bisa saja terlihat baik padahal nyatanya malah sebaliknya. Kita harus tetap hati-hati. Gini, temanku ini, dia punya indra keenam, bisa dibilang indigo, turun temurun. Kakeknya dulu adalah orang pintar yang dipercaya bisa mengusir roh-roh jahat. Aku mau ajak dia kesini, dia bisa lihat apa yang sebenarnya terjadi pada kakak. Gimana? Kakak keberatan?"

Jisung menggeleng. Sejujurnya dia sudah pasrah, terserahlah apapun yang terjadi, setidaknya ada orang-orang yang masih membantunya saja Jisung sudah bersyukur.

.

.

.

KIMI - Minsung Horror StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang