Chapter 5

850 142 14
                                    

- Chapter 5 -

Minho tengah sibuk memeriksa berkas laporan yang menumpuk di mejanya saat panggilan telepon dari Felix tiba-tiba masuk. Tidak biasanya Felix menelepon Minho di jam kerja seperti ini.

"Iya Lix?"

"Kak, tolong... hiks... aku takut..."

Mendengar suara Felix yang menangis di seberang sama, tentu saja Minho panik bukan main. Takut terjadi hal buruk pada Felix.

"Kamu dimana? Di apart kan? Jangan kemana-mana dan jangan matiin teleponnya, tunggu kakak, kakak kesana sekarang."

Masa bodoh dengan berkas yang masih berantakan di mejanya, yang Minho pikirkan sekarang hanya keselamatan Felix.

Sampai di apartemen Felix, Minho yang memang sudah tahu kode sandi apartemen si manis itu segera masuk tanpa menunggu Felix membukakan pintu.

Begitu masuk dia melihat Felix yang terduduk di sofa ruang tengah sambil menangis. Minho menghampiri Felix, berjongkok di hadapan pemuda manis itu.

"Hey, ada apa? Kenapa kamu nangis? Siapa yang sakitin kamu?"

Felix tidak menjawab, tangannya yang bergetar menunjuk ke arah meja di depan sofa, di meja itu ada sebuah kotak berwarna putih.

Minho yang paham pun mengambil kotak itu dan membukanya. Begitu terkejut saat isi di dalamnya ternyata sebuah boneka yang mana wajah boneka itu ditempel foto wajah Felix, yang lebih mengejutkan adalah sebuah pisau yang tertancap di perut boneka itu.

"Siapa? Siapa yang kasih ini ke kamu?"

"Ji-jisung."

Minho terdiam beberapa saat. Tangannya mengepal menahan rasa kesal dan kecewa.

"Kamu diam disini, jangan pergi kemanapun, jangan buka pintu jika ada yang datang, selain kakak. Mengerti?"

Felix mengangguk patuh.

Minho memasukkan kembali boneka itu ke dalam kotak, membawa kotak itu pergi bersamanya.

.

.

.

Minho sampai di rumah. Jiho sudah pulang dari sekolah. Jisung dan Jiho sedang menonton film kartun kesukaan Jiho. Jisung menyuapi potongan buah mangga ke mulut Jiho.

"Loh? Kakak udah pulang?"

Baik Jisung maupun Jiho terkejut ketika melihat Minho pulang ke rumah bahkan ini belum memasuki jam makan siang.

Minho tidak berkata apapun, dia hanya menarik tangan Jisung sampai piring berisi potongan buah mangga yang Jisung pegang terjatuh dan pecah. Jiho yang melihat itu tentu saja kebingungan.

"Jiho, diam disitu."

Ucapan papa nya begitu tegas dan bagi Jiho itu menakutkan, anak kecil itu hanya bisa menurut, takut dimarahi.

Jisung dibawa masuk ke dalam kamar. Pintu kamar dikunci, dan tubuhnya pun ikut terkunci diantara tembok dan tubuh Minho di depannya. Jisung tahu pasti ada sesuatu, wajah Minho memerah menahan marah, dan itu sungguh menakutkan. Ini pertama kalinya Jisung melihat Minho semarah itu.

"Apa maksudnya ini?"

Minho bertanya sambil menunjukkan sebuah kotak berwarna putih. Jisung hanya menggeleng, dia benar-benar tidak tahu apa maksud pertanyaan Minho.

"Masih gak mau ngaku?"

"Kak, aku gak ngerti. Kakak kenapa? Apa salahku? Dan apa maksud kotak itu?"

"Kamu benar-benar akan terus seperti ini? Berpura-pura polos dan tidak mau mengaku?"

"Mengaku apa? Kakak yang bikin aku bingung. Aku ngerasa aku gak berbuat kesalahan apapun."

"Buka."

Minho menyerahkan kotak itu pada Jisung. Jisung membukanya seperti perintah Minho. Jisung terkejut melihat isinya dan kotak itu seketika terjatuh dari genggaman Jisung.

"I-itu apa?"

"Oh, masih mau pura-pura ternyata." Minho tersenyum miring menatap Jisung.

"Aku bener-bener gak ngerti apa maksud kakak."

"KAMU YANG MENGIRIM ITU UNTUK FELIX!"

Jisung terkejut dengan bentakan Minho. Semarah apapun Minho sebelumnya, dia tidak pernah membentak dan berkata kasar pada Jisung.

"Bukan. Aku gak tau apa-apa, kak. Demi Tuhan."

"Gak usah bawa-bawa Tuhan! Berhenti berbohong! Aku tahu kamu dan Felix sempat bertengkar kemarin, kamu benci Felix? Sampai kamu tega mengirim hal seperti ini ke dia?"

Jisung menggeleng, sungguh hatinya sakit akan semua tuduhan tidak berdasar yang Minho tujukan padanya. Jisung memang kesal dengan sikap Felix kemarin, tapi dia tidak pernah merasa benci pada Felix.

"Kakak pikir aku bohong? Bagaimana kalau bukan aku yang bohong? Bagaimana kalau ternyata Felix yang berbohong dan mengarang semua ini? Menuduh aku dan menyalahkan aku."

"Felix tidak mungkin melakukan itu. Lagipula apa untungnya untuk dia?"

"Untungnya untuk dia? Ya ini, ini untungnya, kita bertengkar, rumah tangga kita hancur, dan Felix sekarang pasti sedang tertawa karena rencananyaㅡ"

PLAK

Jisung merasa panas menjalar di pipi kirinya. Sakitnya bukan main. Tanpa bisa ditahan lagi, air matanya jatuh.

"Kamu keterlaluan, Jisung. Kesabaran kakak sudah habis."

Minho mengambil sebuah koper, mengemasi beberapa barang-barangnya ke dalam koper itu. Jisung hanya diam, tidak ingin mencegah suaminya pergi.

Minho membuka pintu kamar. Dia menemukan Jiho yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Seperti tidak punya hati, Minho melewati Jiho begitu saja. Bahkan Jiho berteriak memanggil pun, Minho seakan menulikan pendengarannya.

Minho mungkin lupa dengan tanggung jawabnya.

Hingga tubuh papa nya hilang dari pandangannya, Jiho menangis keras. Jisung memeluknya, dia juga menangis dalam pelukannya.

"Jiho sama mama ya, sayang. Mama janji mama gak akan ninggalin Jiho."

Dalam tangisannya, Jisung lagi-lagi merasa ada tangan yang memberi usapan di kepalanya. Mendongkak dan kembali menemukan sosok Kimi berdiri di hadapannya.

Dia tersenyum pada Jisung, dan saat itu Jisung membalas senyum sosok Kimi.

"Terima kasih, Kimi."

Ucapnya pada sosok yang awalnya ingin Jisung usir dari hidup anaknya. Tapi sekarang malah terbalik, Jisung ingin sosok itu ada, membantunya dan Jiho agar tetap kuat.

.

.

.

To Be Continued

Jangan pada suudzon dulu sama Kimi, Kimi itu baik guys :")

KIMI - Minsung Horror StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang