▪︎10-Bea is Coming▪︎

19 4 0
                                    

"Tuan Anton?"

Nama itu tidak terdengar aneh di telinga Bea, tetapi ia sama sekali tidak menemukan potongan memori terkait lelaki bernama Anton ini. Yang jelas gadis itu merasakan aura negatif yang dipancarkan oleh lelaki bermata bulat dengan bola mata hitam pekat itu.

"Selamat datang ke gereja kami!" sapa Anton dengan senyuman lebar.

Bea menganggukkan kecil dan mengulurkan tangannya. "I-iya, ah perkenalkan nama saya Bea, temannya Jachy."

"Tentu saja saya sudah kenal denganmu," Anton membalas uluran tangan Bea, "Jachy sering membicarakan tentangmu. Katanya kamu gadis cantik dan pintar, karena satu-satunya peraih beasiswa dari negeri Indonesia di Hongkong University."

Manusia sangat senang jika mendengar pujian, begitu juga dengan Bea yang langsung mengulas sentum lebar kala mendengar pujian untuk dirinya. Seketika rasa curiga yang menyelimuti diri langsung menguap ke udara. Kalau bisa Bea juga menarik ucapan kalau lelaki di depannya ini aneh, dia benar-benar baik dan ramah.

"Ah, tidak juga. Ini semua berkat doa-doa ibu saya," sahut Bea merendah.

"Ibumu pasti orang hebat, saya ingin berbincang banyak denganmu, tetapi sayang sekali saya sedang ada tamu penting. Jadi hari ini berkelilinglah dulu dengan Jachy, kita bisa berbincang di lain waktu ketika kamu datang lagi ke sini," ujar Anton seraya memasang raut wajah sedih.

"Tenang saja, Tuan! Aku pasti akan membawa Bea lagi ke sini. Dia pasti akan sangat senang di sini," Jachy kemudian menoleh ke arah Bea dan menyunggingkan senyum miring, "bukankah begitu, Bea?"

Anton terkekeh kecil lalu mengulurkan tangan ke depan dan menepuk-nepuk bahu Bea pelan. "Datanglah lagi ke sini, saya sangat menanti kedatanganmu. Kalau begitu, saya pamit dulu. Selamat bersenang-senang!"

"T-terima kasih, Tuan!" sahut Bea.

Usai melakukan perkenalan singkat, Anton segera melangkahkan kedua kaki yang dialasi dengan pantofel hitam menuju sebuah ruangan yang berada di belakang altar. Bea terus memperhatikan punggung lebar itu hingga menghilang dari pandangan.

"Dia tampan bukan?" tanya Jachy sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

Bea terkekeh kecil mendengarnya. "Kamu pikir aku bakalan berpikir seperti itu? Aku pikir kamu cenayang karena selalu tahu tentangku, tapi sepertinya enggak karena pertanyaanmu ini. For your information, di kepalaku gak ada ruang untuk memikirkan lelaki."

"Lalu bagaimana dengan Jericho?" tanya Jachy lagi dengan sebelah alis naik ke atas.

"Bagaimana apanya?" lagi-lagi Bea tertawa, "aku gak ada perasaan apa-apa dengannya dan hubungan kami hanya sebatas teman."

"Kalau aku?" tanya Jachy lagi dengan senyum miring khas-nya.

Bea tertawa keras lalu menyikut lengan lelaki di sampingnya itu. "Pertanyaan apa itu? Ayolah, aku ke sini bukan untuk menerima pertanyaan seperti ini. Kamu gak dengar tadi Tuan Anton menyuruhmu untuk mengajakku berkeliling gereja ini."

"That's why I like you," ujar Jachy.

"Eh?"

"Hah, ayo ikut aku! I'll be a good guide for you," ajak Jachy tanpa mempedulikan raut wajah Bea yang tampak terkejut karena perkataan yang keluar dari mulutnya tadi.

Tubuh Bea membeku sesaat sebelum akhirnya ikut melangkahkan kaki mengekori Jachy yang berada beberapa langkah di depannya. Dua pasang tungkai itu melangkah mendekati patung manusia berkepala kambing yang menjadi perhatian Bea saat pertama kali ia melangkahkan kaki masuk ke dalam gereja ini.

Jachy membalikkan tubuh ke belakang, menatap wajah Bea sembari menyunggingkan senyum lebar. "Kamu tahu kenapa tidak ada patung Yesus di dalam gereja ini?"

Klandestin [SEQUEL CINDERELLA'S WINTER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang