▪︎3-Lucas Wong▪︎

88 13 27
                                    

Kediaman keluarga Tuan sedang diributkan dengan perdebatan sepasang suami istri. Malam hari setelah pulang dari gereja dan makan siang bersama Bea, Mark langsung bersiap-siap untuk berangkat kembali ke Amsterdam. Tiket untuk satu orang sudah berada di tangan, tetapi Sally memaksa ikut.

"Aku mau ikut kamu, Mark ke Belanda. Aku mau lihat baba buat terakhir kali," paksa Sally memegang pergelangan tangan suaminya itu.

Mark menghela napas lalu menghentikan aktivitasnya memasukkan pakaian ke dalam koper. Ia menatap sendu wanita bersurai cokelat gelap itu.

"Kamu gak boleh ikut ke sana. Aku udah bilang kalau Anton kembali lagi," tolak Mark untuk kesekian kali.

"Justru itu aku harus ke sana, Mark!" Sally menghela napas dan menekuk kepalanya. "Dia pasti menginginkan aku!" lirihnya.

Melihat Sally sedih begini adalah salah satu kelemahan Mark. Ia menarik istrinya itu ke dalam pelukan hangat, mengusap punggung itu agar Sally sedikit lebih tenang.

"Aku gak mau kehilangan kamu, jadi kamu stay di sini, ya. Jericho needs you, Sal," ujar Mark.

Sally mendongakkan kepala. "Tapi baba meninggal karena aku, Mark. Dia dibunuh karena a-"

"Sshh!" Mark meletakkan telunjuknya di bibir Sally. "Baba sedih di sana kalau kamu ngomong gini, kematian baba bukan salah kamu. Ini salah Anton, dia membenci para pendeta yang melalukan exorcism pada jemaatnya."

"Benarkah?" tanya Sally sambil menyeka air mata di pipinya.
Mark mengangguk. "Kamu masih ingat Jeffrey?"

"Jeffrey idol yang teman Lucas itu?" Sally bertanya balik.

"Iya."

"Aku masih ingat, memangnya kenapa?"

"Ayahnya juga seorang pendeta yang dibunuh oleh Anton dan sekarang baba juga menyusul pendeta Jung." Mark melepas pelukan, meremas kedua bahu Sally sembari menatap manik cokelat tua itu dalam. "Thats not your fault, Sal. Berhenti salahkan keadaan dan kamu di sini aja, jaga Jericho, ya."

Sally menggeleng tegas. Ia tetap bersikeras untuk tetap ikut bersama Mark.

"Jericho aman di sini, Anton gak akan tahu kalau kita ada di Hongkong. Sedangkan kamu di sana sendirian, Mark. Kamu ... ka-hah." Sally membuang napas frustasi. "Aku tetap ingin ikut, aku gak akan biarkan kamu sendirian di sana. Aku gak mau kamu bernasib seperti gege-ku."

Sorot mata Sally menyorotkan rasa sakit akan luka masa lalu yang belum sepenuhnya sembuh. Kehilangan ayah sekaligus kakak di saat bersamaan, dan hingga sekarang jasad keduanya tidak ditemukan. Sally sama sekali tidak bisa melupakan luka itu.

"Aku ikut, ya," pinta Sally lagi. "Aku juga mau bertemu Jackson gege lagi. Boleh, ya?"

Mark menghela napas. "Aku punya syarat, kalau kamu gak bisa penuhi syarat aku, kamu harus tinggal di Hongkong bersama Jericho."

Tanpa berpikir lama, Sally langsung menganggukkan kepala antusias. Apa pun itu pasti akan dilakukannya demi terbang kembali ke Belanda, sebuah negara tempat di mana ia menghabiskan masa remaja yang kelam.

"Pertama kamu gak boleh pergi tanpa aku dan kedua jangan pernah bertemu dengan Julian dan selalu pakai kalung pemberian Jeffrey itu ke mana pun, jangan pernah dilepas. Terakhir, larilah jika bertemu Anton," ucap Mark.

Sally langsung menganggukkan kepala. "A-"

"Kenapa mama harus lari saat ketemu Anton? Siapa dia?" tanya Jericho tiba-tiba berdiri di ambang pintu kamar mereka. "Apa dia orang jahat?"

Klandestin [SEQUEL CINDERELLA'S WINTER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang