Mencari kebenaran untuk mengungkap fakta dan membebaskan Lucas dari kurungan jeruji besi terasa bak mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Sulit dan seolah tidak ada harapan. Mark sampai frustasi dan akhirnya mengibarkan bendara putih.
Namun, tidak bagi sang istri yang tetap bersikeras ingin mencari jalan keluar dan membebaskan Lucas meski ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya harus berbuat bagaimana lagi. Jeffrey sudah tidak ada membantu dan Julian juga bukan lagi bagian dari jamaat Anton.
"Sally," panggil Mark.
Sally yang tengah berbaring di sebelahnya hanya berdeham kecil, tanpa menoleh ke Mark yang tengah ia punggungi saat ini.
"Kita pulang saja, ya ke Hongkong," ajak Mark dengan penuh hati-hati.
"Enggak, Mark! Aku gak akan pulang sampai aku ketemu cara untuk mengeluarkan Lucas dari sana," tolak Sally tanpa berpikir panjang lagi.
"Kita sudah di jalan buntu, Sally! Gak ada cara lain untuk buktikan bahwa bukan Lucas yang membunuh baba," jelas Mark berusaha menahan emosi.
"Aku tahu! Tapi kita gak boleh nyerah. Aku gak mau temanku sampai membusuk di penjara dan buat nama dia di mata dunia jadi buruk!" balas Sally tidak terima.
Mark menghela napas berat. "Jadi kamu bakalan tetap di sini?"
Tanpa berpikir panjang, Sally langsung menganggukkan kepala.
"Sally," panggil Mark dengan lembut, "kamu seorang ibu dan ada anak kita yang menunggu kita pulang, Sayang. Aku janji kita akan tetap cari jalan keluar untuk bebaskan Lucas di Hongkong nanti."
Kata-kata yang keluar dari mulut Mark berhasil meluluhkan hati Sally. Sejenak ia baru mengingat bahwa ia adalah seorang ibu yang memiliki tanggung jawab untuk mengurusi putera semata wayangnya itu.
"Aku ... ibu yang buruk, ya? Kalau mama, baba dan Jackson tahu kalau aku begini, pasti mereka bakal marah, ya?"
Mulai lagi, batin Mark. Lelaki itu lalu mendekap tubuh Sally dari belakang dan menyalurkan kehangatan pada sang istri.
"Kamu ibu yang baik sekaligus sahabat yang baik buat Lucas, Sayang. Mereka pasti bangga dengan kamu, jangan berpikir buruk lagi, ya," lirih Mark.
Sally mengangguk kecil. "Sebelum kita pulang, apa boleh aku ketemu Lucas lagi?"
"Boleh, nanti aku akan antarkan kamu untuk ketemu Lucas," sahut Mark lalu mengecup pelan puncak kepala Sally, menghirup dalam aroma manis dari surai panjangnya.
Mereka berdua lalu terdiam sejenak, membiarkan dersik angin malam masuk ke indera pendengar. Sibuk berkelut dengan pikiran masing-masing selama beberapa menit sebelum akhirnya Sally membalikkan tubuh ke belakang dan menatap wajah Mark dengan lekat.
"Kita juga harus beli oleh-oleh untuk Jericho dan Bea," ucap Sally.
Senyum tipis terulas di wajah Mark. "Iya, besok kita beli oleh-oleh untuk mereka berdua."
"Um ... aku boleh minta sesuatu lagi?" pinta Sally yang dijawab dengan anggukkan singkat oleh Mark yang mulai dilanda rasa kantuk berat. "Kita ke tempat Jackson sekali lagi boleh? Aku ... rindu dengannya."
Meski hanya diterangi dengan cahaya yang remang-remang, tetapi Mark dapat melihat dengan jelas kesedihan yang tersorot dari manik indah milik Sally. Kejadian yang telah berlalu belasan tahun lamanya itu masih membekaskan luka di hatinya dan Mark tahu benar akan hal itu.
"Iya, Sayang. Aku akan temani ke mana pun kamu mau pergi sebelum kita balik ke Hongkong," sahut Mark.
Sally kemudian membalaskan pelukan Mark dan menenggelamkan wajah dalam dekapan dada suaminya itu. "Aku gak mau kehilangan siapa-siapa lagi, Mark," lirihnya.
***
Pagi ini Bea dibangunkan oleh panggilan dari Jachy padahal gadis itu baru bisa tertidur saat pukul lima pagi tadi. Sejak ia memutuskan untuk bergabung ke dalam sekte tersebut, tidur Bea menjadi tidak tenang. Memori otaknya sibuk memikirkan bagaimana ritual nanti akan dilakukan.
"Selamat pagi, Cantik!" sapa Jachy dengan nada nakal.
Bea mendengkus kesal. "Ini masih jam enam pagi, Jachy! Aku masih mengantuk tahu!"
"Sorry," Jachy kemudian terkekeh kecil, "aku cuma mau menyampaikan pesan tuan Anton. Kalau kamu masih mau lanjut tidur it is okay, a-"
"Apa? Cepat!" todong Bea dengan ketus.
Hal itu justru membuat tawa Jachy semakin keras dan membuat darah Bea kian mendidih, karena sifat jahil dari lelaki itu.
"Iya, iya jangan marah-marah, Cantik," lagi-lagi Jachy terkekeh, "tuan Anton berpesan untuk cek email-mu sebelum kamu berangkat ke gereja nanti."
Dahi Bea seketika mengerut kala mendengarnya. E-mail? Buat apa?
"Ada kejutan untukmu di sana. You'll be so happy," lanjut Jachy yang membuat dahi Bea semakin mengerut.
"Kejutan? Kejutan apa memangnya? Ulang tahunku masih lama tahu," tanya Bea tidak bisa menutupi rasa ingin tahu yang mendera.
Jachy terkekeh kecil. "Itu hadiah karena kamu mau bergabung dengan kami, cuma hadiah kecil."
"... but we're sure you'll love it," lanjutnya lirih.
Setelah mengatakan hal itu, Jachy menutup panggilan telepon secara sepihak. Aneh, tidak salah Jericho menjuluki Jachy sebagai orang yang aneh. Namun, perkataannya tadi berhasil membuat rasa kantuk pada diri Bea menghilang.
Gadis itu langsung menyibak selimut kemudian beranjak bangun menuju meja belajar. Sesuai dengan pesan Anton tadi, ia membuka email dan ada satu pesan yang masuk. Dahi Bea semakin mengerut, pasalnya email yang baru masuk itu adalah email dari universitasnya.
"Apaan, sih?" keluh Bea sembari mengarahkan kursor untuk membuka isi email itu.
Kedua mata Bea membulat lebar kala membaca baris demi baris. Mulutnya menganga kecil seolah tidak percaya atas apa yang barusan ia baca. Sebuah pesan pemberitahuan bahwa Bea telah mendapatkan kembali beasiswanya dan tidak jadi dicabut.
Sebuah keajaiban besar. Sebuah kejutan yang berhasil membuat hari Bea kembali tersenyum lebar. Lucifer memang hebat, belum resmi bergabung saja Bea telah diberi hadiah besar. Apa lagi jika nanti ia akan bergabung.
Ternyata ini kenapa Jachy menyesal karena gak gabung dari awal, batin Bea dengan wajah berbinar-binar.
-To Be Continued-
Holaaa!! Ingat ges mereka tuh jago ngegombal buat dapatin newmem dan aku punya kabar gembira buat yang pengen jadi tim gercep boleh banget intip ke karyakarsa aku, username : bileikha dan ayo mutualan di sinii
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin [SEQUEL CINDERELLA'S WINTER]
FantastiqueLari dari masalah bukan sebuah penyelesaian. Sejauh mana Sally berlari, Anton akan terus mengejar demi menuntaskan balas dendam di masa lalu. Perburuan diawali dengan kematian mertua Sally yang dibunuh tanpa jejak. Perburuan semakin gila saat sang a...