Dar*h di kulkas

976 10 0
                                    

"Abang liat kaos kaki aku ngak?" teriak Zea heboh, pagi-pagi buta gadis itu berlarian kesana-kemari untuk mencari kaos kaki nya. Karna sudah tidak ada di sepatunya.

"Duh Ze, kamu bisa ngambil yang baru! Mungkin di cuci," ujar Revan, suara pria itu agak serak karena baru bangun tidur.

Zea kembali ke kamarnya, dia membawa kaos kaki berwarna hitam. Dia menggunakan kaos kaki itu lalu memakai sepatu.

"Siap!"

"Ayo berangkat!" teriak Zea, Revan menatap Zea malas. Dirinya belum siap-siap tapi Zea? Gadis itu sudah sangat rapi dan siap untuk berangkat.

"Gua belum siap-siap! Lo liat dong gua masih pakem baju tidur!" kesal Revan, kemudian pria itu masuk ke kamarnya dan mengunci pintu.

"Ih galak! Gak suka!" guman Zea kesal. Selagi menunggu Revan keluar kamar Zea mengambil roti lalu memakannya.

"Hambar! Emang ngak ada coklat apa?" Zea berjalan menuju kulkas. Tapi tidak ada yang ia cari disana hanya ada buah-buahan, sayur, susu dan masih banyak lagi.

"Ada susu sih, tapi ngak mau ah!"

Pandangan Zea mengarah pada suatu yang ada di botol. Warna nya merah, Zea mengambil botol tersebut. Aroma tak sedap tiba-tiba mengusik indra penciumannya.

"Huek! Bau!" Zea menutup hidungnya. Bau nya bukan seperti bangkai tapi lebih ke anyir.

"Kayak bau darah ... " gadis itu memberanikan diri untuk mencium bau dari botol tersebut. Zea mengusap kepalanya yang terasa pusing padahal ini masih pagi.

Dia memasukan kembali botol tersebut lalu menjauh dari arah kulkas, "bau banget! Rasanya mau muntah ... " Zea menutup mulutnya, perutnya terasa sangat mual.

"Abang!" Zea berteriak sebisa mungkin walaupun rasanya sudah tidak kuat. Revan yang mendengar teriakan Zea hanya biasa saja, mungkin gadis itu ingin buru-buru ke sekolahnya.

"Abang perut Zea sakit!" sekali lagi Zea berteriak, tapi teriakannya kali ini membuat Revan kaget. Apa katanya? Sakit? Revan terburu-buru turun tangga, dia melihat Zea yang memegang perutnya dengan tangannya.

"Kenapa bisa sakit?" tanya Revan khawatir, Zea langsung memeluk tubuh Revan dengan erat.

"Ada darah ... Di kulkas!" lirih gadis itu pelan, Revan membulatkan matanya.

Dulu sebelum Zea datang memang isi kulkas itu rata-rata darah dan darah, karna bagi Revan darah adalah salah satu koleksi yang terindah. Apalagi baunya yang menyengat membuat dirinya merasa tenang.

"Yaudah kita berangkat ya?" Revan membantu Zea untuk keluar. Saat di mobil gadis itu masih senantiasa menutup mulutnya. Mungkin masih syok? Atau mual?

"Ini ada kayu putih, olesin ke perut kamu. Nanti enakan kok!" Zea mengambil kayu putih pemberian Revan. Dia membuka baju nya lalu mengusap perut nya dengan kayu putih agar lebih enakan.

Dia menghirup aroma segar dari kayu putih membuat dirinya merasa tak terlalu mual, tidak seperti tadi saat di rumah.

"Gimana udah enakan?" tanya Revan, walaupun begitu dirinya masih pokus menatap ke depan. Karna jika langah sedikitpun bisa menyebabkan kecelakaan, ya itu pun atas takdir.

"Udah agak enakan kok!" jawab Zea sedikit bersemangat. Revan mengangguk.

"Lain kali jangan asal buka," perkataan Revan membuat Zea menunduk. Gadis itu merasa bersalah saat itu juga.

"Inget kan kejadian lo maen masuk kamar gua? Gua gak mau itu kejadian lagi! Masih mending gua kuat iman kalo goyah dikit ... " Revan tak melanjutkan perkataannya, tidak! Dirinya tak boleh berbicara lebih pada Zea. Walaupun gadis itu sudah dewasa tapi pemikiran gadis itu masih jernih-jernih saja.

Gadis Polos PsychopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang