TBUV : Chinta Clarissa

97 62 59
                                    

Kamar Nona Clarissa berdinding ungu muda itu terlihat begitu berantakan. Aroma lavender langsung menyeruak kala pintu kamar tersebut dibuka. Seharusnya kamar ini mampu membuat Chinta merasa aman, nyaman, dan damai. Sayangnya, semua berbanding terbalik dengan realita.

Foto keluarga Nixon yang terpampang besar, penuh kebahagiaan, dan terlihat harmonis terpasang di dinding ungu tersebut. Setiap kali melihat ke arah foto tersebut rasanya amat miris. Karena keadaan Nixon sekarang tidak seharmonis foto itu.

Chinta kerap kali menemui orang- orang yang mengatakan bahwa mereka ingin sekali terlahir sebagai keturunan Nixon. Respon Chinta tentu hanya tersenyum simpul. Sebab, ada banyak luka yang keturunan Nixon terima. Ya, mereka dituntut untuk menjadi sempurna.

Ada kriteria khusus untuk menjadi pewaris perusahaan utama milik keluarga Nixon yang sekarang tengah di pegang oleh Lio, papa Chinta. Semua keturunan Nixon berlomba-lomba untuk menempati posisi tersebut, tak terkecuali Chinta.

Benda keras itu mengenai permukaan kaca rias sampai pecah berserakan. Kepingan kaca tersebut berjatuhan diatas lantai dan beberapa mengenai kulit mulus gadis berambut hitam legam itu. Beruntung tidak melukainya.

Pecahan kaca tadi seolah mewakili perasaan gadis remaja yang tengah memeluk dirinya sendiri karena ketakutan. Saking takutnya, sekujur tubuhnya bergetar hebat, peluh keringat bercucuran hingga membasahi anak rambut, dan bibirnya pucat. Air mata berderai deras, berlomba-lomba dengan luluhan cairan kental berbau amis dari lubang hidung. Tubuh penuh lebam dan luka goresan.

Setiap kali gadis itu mendapatkan nilai sembilan puluh ke bawah, maka ia akan mendapat hukuman. Mungkin, beberapa dari kalian mengatakan bahwa nilai sembilan puluh termasuk nilai yang nyaris sempurna. Tetapi, ini tidak berlaku bagi Nona Clarissa atau panggilan akrabnya Chinta. Ia akan mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari Imelda. Ya, seperti sekarang ini.

Jangan kaget. Ini adalah kejadian yang wajar di dalam keluarga Nixon.

"Harus berapa kali saya bilang sama kamu, Clarissa!? Nilai delapan puluh lima tidak ada artinya bagi saya. Kamu harus mendapatkan nilai sempurna. Seratus lebih kalau bisa!" Kertas-kertas berisi jawaban ujian melayang di udara dan sebagian mengenai wajah Nona Clarissa.

Gadis itu menunduk. Tidak kuasa menatap kilatan amarah dari Imelda. Seharusnya, Chinta bisa menyembunyikan kertas jawaban tersebut setelah dibagikan oleh guru. Namun, Chinta kalah gesit. Imelda lebih dulu mendapatkannya. Ya, bersekolah di sekolah milik keluarganya adalah sebuah kesengsaraan. Imelda bisa leluasa mengontrol nilai, aktivitas, dan kehidupan anak-anaknya di sekolah. Apalagi guru-guru disana sangat patuh dengan segala perintah Imelda. Alasannya cuma satu yakni, mereka takut dipecat dan kehilangan pekerjaan.

"Selama ini kamu belajar tidak, sih!?"

Jangankan Imelda yang merasa marah atas pencapaian Chinta yang gagal ini. Gadis itu juga. Meskipun dari luar ia terlihat tenang dan biasa saja, tetapi dari dalam ia justru memaki-maki. Mengapa bisa ia sebodoh itu? Padahal ia selalu belajar. Saat jam istirahat, saat berada di rumah, mulai dari terbenamnya fajar hingga menjelang pagi, semua Chinta habiskan untuk belajar, belajar, dan belajar. Lantas, mengapa hasilnya tidak sesuai dengan usaha Chinta selama ini? Terkesan sia-sia dan sangat mengecewakan.

"Kalau orang tua ngomong itu dijawab! Kamu punya mulutkan!? Jawab!" sentak Imelda.
"Issa belajar kok, Ma. Issa ngelakuin semua perintah mama. Mulai dari belajar, ngerjain tugas, ngerjain soal tambahan yang mama kasih. Semua udah Issa kerjain kok."

Sebelum Imelda memotong, Chinta berbicara sebagai kalimat penenang saja. Karena, Nona Clarissa sudah tidak kuat bila dia kembali mendapat pukulan baseball dari Imelda. Sakit. Seolah semua tulangnya remuk.

EXONERATE || ONGOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang