Mengejar Mimpi

103 18 1
                                    

Sama seperti lagunya Maudy Ayunda yang berjudul kejar mimpi, itulah yang hari ini akan aku lakukan.

Dengan melangkahkan kakiku menuju halaman pesantren, didepan gerbang pesantren aku melihat kelangit yang begitu cerah. Secerah masa depanku, ya semoga begitu.

Aku menggenggam erat tali tas yang sedang aku sampirkan disalah satu pundakku, berjalan dengan semangat pagi hari dengan doa yang selalu sama Allahumma inniy as – aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon thoyyiban, wa’amalan mutaqobbalan.

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima.

Assalamualaikum Mbak “

waalaikumsalam Mbak Prilly, monggo masuk. Sudah ditunggu Umi didalam “, aku menganggukan kepalaku lalu mengikuti langkah seorang wanita yang sepertinya menelponku kemarin.

Assalamualaikum Umi, maaf membuat menunggu “, kataku memberi salam dengan mencium punggung tangan beliau.

Waalaikumsalam nak Prilly, monggo duduk. Tolong ambilkan minumnya ya Ti “

“ nggih Umi “, wanita yang mengantarkan aku itu pun akhirnya pergi memenuhi perintah Umi Lubna.

Belum sempat Umi berbicara, seseorang menginterupsinya membuat aku langsung melihat kearah sumber suara.

Aku segera menundukkan kepalaku tatkala aku tau siapa orang yang berbicara pada Umi, Mas Ali dan Mbak Anna. Keduanya menghampiri aku dan Umi, “ mau kemana ?”

“ Ali mau antar Anna ke Masjid Agung Mi “

“ ada acara apa Na?”

“ ada kajian organisasi didaerah setempat Mi, Anna dapat undangan untuk hadir. “

“ yawis, hati – hati bawa mobilnya. Kalo sudah sampai kabari Umi “

“ Nggih Mi, Ali pamit “, masih dapat aku lihat Mas Ali dan Mbak Anna menyalami punggung tangan Umi.

Setelah mereka pergi, aku melihat dengan ekor mataku kearah keduanya, jika bukan adik kakak mereka cocok sebagai pasangan. Karena dua – duanya sama – sama ideal.

Aku dan Umi melanjutkan kembali perbincangan kami, dan akhirnya dengan hati yang bulat aku menerima tawaran Umi untuk mengajar di PAUD.

Dan Insya Allah besok aku sudah bisa mengajar, aku menanyakan siapa yang merekomendasikan aku untuk mengajar di pesantren yang aku kira itu ide dari Fatimah. Ternyata tidak, Umi sendiri yang ingin memberikan tawaran itu kepadaku saat ada salah seorang guru yang harus mengundurkan diri karena sedang hamil tua.

“ Umi mau tanya pendapat Prilly boleh ?”

“ boleh Umi boleh, silahkan “ jawabku dengan antusias.

“ menurut Prilly, Ali orangnya bagaimana ?” , pertanyaan apa ini ? kenapa membahas Mas Ali yang tidak banyak aku ketahui bagaimana orangnya, sikap dan sifatnya.

Aku terdiam beberapa saat, mengumpulkan kosa kata yang baik. Karena bagaimanapun juga yang ditanyakan itu tentang Mas Ali, oleh Umi nya pula.

“ mmm.. maaf Umi, untuk sekarang Aku belum bisa memberikan pendapatku akan Mas Ali. Karena Aku baru bertemu kembali dengan beliau, jadi tidak banyak yang Aku tau tentang Mas Ali selain sholeh dimata Prilly. Mungkin orang lain pun akan berkata seperti itu saat mendeskripsikan Mas Ali “

“ terus menurut kamu, wanita yang cocok untuk Ali itu yang bagaimana ?”, aku dibuat tercengang dengan pertanyaan Umi yang menurutku itu bukan ranah ku.

“ yang sholehah Umi “

Aku menundukkan kembali kepalaku, melihat kearah kakiku yang terbalut kaus kaki. “ yang sholehah seperti kamu ?”

Hold Me Tight [ PDF ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang