Jalan Takdir

105 18 0
                                    

Aku mengelus tangan Aisyah saat aku dan Fatimah sedang berada dikamar Fatimah, semenjak Fatimah menikah tempat berkumpul kami yakni dikamarnya yang disekat dengan tempat tidur agar tetap menjaga privasi.

Aisyah menangis dengan tersedu – sedu saat aku memberikannya sebuah kabar yang pastinya akan menyakitinya.

Padahal Aisyah sepertinya ada hubungan dengan Mas Ali, lantas kenapa dia menangis sebegitunya saat aku memberikan kabar jika Mas Zidan sedang taaruf dengan wanita idamannya semasa kuliah.

“ gak apa –apa Ay, mungkin bukan jodohnya “

“ masih ada Mas Ali Ay, kan .. “

“ apaan sih Pril, Mas Ali udah ada calonnya. Bahkan aku sama Fatimah kenal kok sama orangnya “, aku melihat kearah Fatimah yang menganggukkan kepalanya.

Bahkan mereka tau siapa wanita beruntung yang akan dipersunting Mas Ali.

“ aku kenal juga gak ?”

“ kayaknya kamu ndak kenal sih, soalnya temennya Mas Ali “

“ yawis, aku minta maaf ya Ay karena gak bisa nyatuin kamu sama Mas Zidan. Awalnya aku berpikir jika Mas Zidan itu suka sama Mbak Anna, tapi saat ditanyakan ternyata bukan. “

Untukmu yang masih menjadi rahasia dihidupku. Kelak, jika nanti kau pinang aku mohon jangan kau pinang hanya karena kau yakin bisa dan mampu menafkahiku. Namun pinanglah aku ketika kau siap mengajarkan aku akan agama yang sempurna ini, Islam.

Aku selalu berdoa setiap pagi dan petang hari, semoga engkau adalah seorang imam yang tidak hanya baik untukku dimata dunia namun dimata Allah juga. Iman yang tidak hanya baik bagiku, tapi untuk keluargaku dan keluarga kita kelak.

“ ndak papa Prill, bukan jodohnya. Semoga secepatnya diberikan pengganti yang memang tepat untuk aku “

Kami meng-aamiinkan perkataan Aisyah, semoga secepatnya Allah sandingkan kami dengan mereka yang memang baik untuk dunia dan akhirat kami. “ yah ndak dadi aku dadi kakak iparmu Prill haha “

Sayup kami mendengar seseorang tengah berbicara yang sepertinya didepan kamar Fatimah, beberapa detik kemudia pintu kamar terbuka.

“ eh maaf, Mas kira kalian kumpulnya gak disini “

“ ada apa Mas ? “ Fatimah menghampiri suaminya, diluar aku melihat seorang lelaki yang tak lain adalah Mas Lutfi temannya Mas Ali jika tidak salah. Dia sedang menunggu dengan memainkan ponselnya.

“ aku arep ambil berkas Ali yang buat renovasi Masjid “

“ masjid mau direnovasi Mas ?”

Tanyaku saat Mas Sulthon melewati kami, “ Insya Allah, mohon doanya ya “, saat Mas Sulthon dan Fatimah masuk kekamar mereka yang lebih dalam aku dan Aisyah sibuk dengan camilan kami.

Saat melihat kearah luar disana terlihat Mas Ali yang sedang mengobrol dengan Mas Lutfi.

Assalamualaikum Mas, ono ora berkas e ?”, aku melongo melihat Mas Ali yang memanggil Mas Sulthon dengan berteriak bahkan kepalanya menyembul masuk didaun pintu.

“ eh ada kalian ternyata hehe “ dia cengengesan sendiri dengan menggaruk belakang rambutnya yang pasti dengan mudah aku menebaknya jika dia sebenarnya tidak gatal.

Fatimah dan Mas Sulthon datang dengan membawa sebuah map berwarna biru.

Mereka duduk disofa yang kosong, “ masuk sini “

Mas Ali dan Mas Lutfi pun masuk, duduk disofa yang masih tersedia. Aku memberikan kode pada Fatimah agar kita keluar karena takut mengganggu para lelaki itu, Fatimah membisikan sesuatu pada suaminya lalu Mas Sulthon berbicara yang entah apa.

“ kalian disini aja, kita gak akan lama kok “, aku terperangah mendengar ucapan Mas Sulthon.

Kali ini gilaran para lelaki yang sibuk dengan proyeknya, sedang yang perempuan masih sibuk dengan ponsel masing – masing. “ Asa dulu kuliah ngambil apa ?”

“ administrasi Mas “

“ Aisyah ambil apa ?”

“ sama di administrasi Mas “, ada apa dengan Mas Sulthon ? kenapa dia menanyakan itu.

Bahkan Fatimah pun ikut bertanya – tanya padaku yang aku jawab dengan mengedikkan bahuku.

Aku membelalak saat melihat desain Masjid yang sepertinya untuk masjid di pesantren ini, “ desainnya bagus banget Mas, berkelas. Ini yang bikin desainnya pasti cowok cakep ya Mas haha “

“ iya benar tebakan kamu Prill, yang bikinnya cowok cakep. Nih Ali yang bikin “, aku dengan cepat melihat kearah Mas Ali dan Mas Sulthon bergantian. “ Mas Ali ?”

“ diakan arsitek, arsitek cakep Prill haha. Haduh berterimakasih kamu Li dipanggil cakep sama Prilly “, aku malu jadi aku hanya bisa menundukkan kepalaku, bahkan teman – temanku malah ikut menggoda tidak jelas ishh teman macam apa yang seperti itu ?

***

Saat sedang mengajar, aku dikejutkan dengan kedatangan Mas Lutfi. Ada apakah gerangan kenapa dia kesini ?

Assalamualaikum Asa “

Waalaikumsalam Mas, silahkan masuk. Ada perlu apa ?”

“ Abiiii “ teriak anak wanita itu yang berlari menuju kearah Mas Lutfi, Abi ? mungkin Mas Lutfi paham akan kebingunganku. “ dia anak saya Sa “

“ anak ?”

Beliau tersenyum, “ kandung ?”. aku bertanya tanpa suara yang Alhamdulillahnya dipahami oleh Mas Lutfi. “ iya anak kandung “

Aku kira beliau itu masih bujang sama seperti Mas Ali, ternyata sudah punya anak toh. Kenapa baru tau sekarang? Kemarin – kemarin aku kemana ? aku baru ingat sekarang, Mas Lutfi dudakah ? setauku Alika ini sudah tak punya ibu.

“ apa benar Alika sudah tidak punya ibu ? “

“ iya, ibunya meninggal saat dia berusia 5 bulan “, aku merasa bersalah karena mengungkit kenangan pahit Mas Lutfi. “ maaf ya Mas “

“ santai aja Prill, sudah lama kok. Sekarang saya pun berniat mencari pengganti istri saya. Kasian Alika tidak mendapat kasih sayang seorang ibu diusianya yang seharusnya masih bisa merasakan dekapan seorang ibu “

“ semoga secepatnya dipertemukan dengan jodohnya ya Mas “

“ kamu juga ya Prill, semoga secepatnya ada yang menghalalkan “

Mas Lutfi memberitahukan kedatangannya untuk izin menjemput Alika karena sudah ada janji dengan dokter karena Alika yang sedang sakit telinga itu.

Aku mempersilahkannya karena waktu belajar pun sebentar lagi akan selesai.

Aku kembali keruanganku saat selesai mengajar, aku membuka hijab yang aku kenakan lalu menyampirkannya dikursiku. Aku masuk kedalam toilet lalu berwudhu karena sebentar lagi waktunya sholat dzuhur.

Saat keluar dari toilet, aku dikejutkan dengan seseorang yang tiba – tiba masuk tanpa salam maupun ketukan pintu membuat aku kocar – kacir mencari hijabku.

Hanya wanita berhijab yang merasakan bagaimana lari kebingungan mencari jilbab, yang mendadak lupa diletakkan dimana ketika ada tamu yang datang tanpa adab seperti Mbak Mila sekarang.

Berbicara tentang Mbak Mila, beliau sudah menikah dengan Mas Zalzari dan sekarang tinggal di pesantren cabang milik Abah Yai ini yang letaknya sedikit jauh dari sini.  “ Mbak ngagetin tau “, bukannya minta maaf dia tertawa sejadinya saat melihat aku memakai hijabku.

_____________________________________

Hold Me Tight [ PDF ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang