Buat Apa?

161 72 386
                                    

"Puji Tuhan, akhirnya selesai."

Deg!

"Pu-puji Tuhan, Ka?"

Dengan cepat anak anak itu mengangguk.

"Kamu kristen?"

"Iya."

Percakapan itu terus-menerus terngiang di kepalaku. Padahal satu minggu sudah berlalu. Jujur, aku sangat terkejut ketika mengetahui keyakinan kami berbeda. Padahal jika ditilik dari namanya---Revanka Saina Alfahrezi---sangat Islamiah sekali. Konyolnya lagi, aku dengan dia sudah berteman selama satu tahun dan aku baru mengetahuinya minggu lalu?!

"Nan? Ngapain kamu gigitin pulpen kaya gitu? Jorok ih!" gerutu Shilla sembari memukul bahuku.

Dengan cepat aku menghadap ke arahnya. "Shill! Kamu tau gak?!"

"Nggak."

"Si Raka, Shill. Si Raka!" Dengan gerakan impulsif aku menggoyang-goyangkan tubuh Shilla.

Dengan wajah kesal, Shilla menepis kasar kedua lenganku. "Kenapa dia? Makin tamvan apa gimana?" tanya Shilla dengan penekanan pada kata tamvan.

"DIA NONIS!" Dengan tak sadar aku menggebrak meja.

Alih-alih terkejut, lawan bicaraku ini malah mengerutkan kening sambil menatapku aneh. "Lah? Kamu baru tahu?"

"Lah? Kamu udah tahu, Shill?" tanyaku kepada Shilla dengan sedikit berbisik.

"Iya."

Mendengar jawaban Shilla aku semakin merapatkan tubuhku dengannya. "Terus terus, kenapa namanya islamiah banget?"

"Bapaknya muslim."

"Terus Emaknya kristen gitu?"

"Iya."

"Oalah gitu toh."

"Dih, beneran baru tahu kamu?"

Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Pfft ... kamu aneh ih."

"Aneh gimana?"

"Ya aneh aja gitu. Kamu makan siang bareng sama dia, terus pas mau pulang juga kamu ngobrol dulu sama dia. Lantas bisa-bisanya kamu gak tau keyakinan dia?!"

"Emang kalian kalo lagi ngobrol, ngomongin apa? Heran aku mah sampe gak tau gitu," sambungnya

"Ya ngobrol kek biasanya aja. Ngomongin tentang kenapa anak kucing udah kumisan padahal masih anak-anak, terus ... oh ini, Shill obrolan kami yang paling panas! Tentang itu loh, isu yang katanya kita sodaraan ama pisang. Kalo gitu, pada dasarnya kita semua kanibal dong ya?" ungkapku panjang lebar.

Tetapi anak yang ada di depanku ini malah memasang wajah jijik. "Fiks! Kalian berdua aneh."

"Lah kok aneh sih?" tanyaku, heran.

"Unfaedah banget obrolannya."

"Tck! Ya suka-sukalah," ucapku sewot. "Tapi, Shill. Terlepas dari itu kenapa dia gak ikut Bapaknya aja sih jadi muslim gitu loh!"

"Dih ngatur banget kamu."

"Ya, maksudnya 'kan, kalo dia muslim keyakinan kami gak bakal beda."

"Terus?"

"Terus apa?"

"Terus apa masalahnya keyakinan kalian beda? Toh di antara kalian gak ada apa-apa. Kalian cuma temenan gak lebih." Shilla sibuk membereskan buku-bukunya lalu memasukkan buku-buku tersebut ke dalam tas. Setelahnya, dia pergi begitu saja ke luar kelas, meninggalkanku sendirian.

Swastamita | SM Family ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang