Campur Aduk

148 68 409
                                    

"Pasangan calon nomor urut tiga, yaitu Ananda Salsabila Firdaus beserta wakilnya Revanka Saina Alfahrezi."

Aku mengelus dada memang harus kuat mental walaupun rasanya campur aduk. Aku mengumpat dalam hati ketika seluruh tubuhku bergetar tanda-tanda demam panggung.

"Ayo, beb!" Aku melirik ke arahnya. Sial, anak itu nampak biasa saja. Ini sungguh memalukan.

"Ka, berapa orang yang liat kampanye?" tanyaku dengan ekspresi yang sebisa mungkin terlihat biasa saja.

"Dikit sih. Kira-kira, 467 murid, 43 guru, staf TU kira-kira ada 4-6 orang lah, terus yang terakhir 5 orang penjaga sekolah," jawabnya sambil sesekali melihat ke luar ruangan.

Aku menelan ludah. Mengepalkan tangan sekuat mungkin berharap demam panggung ini segera hilang. "Ayo, Nanda, anggap aja mereka semut. Hanya sebentar... iya cuma satu jam setelah itu selesai," gumamku sembari memejamkan mata.

"Kamu grogi?" selidiknya. Aku menggeleng cepat. "Nggak, kok. Apaan beginian doang masa grogi sih." Rasa gengsiku memang sangat tinggi.

Dia tertawa kecil mendengar perkataanku. "Bohong! Muka kamu merah tuh. Keringet dingin lagi," ucapnya sembari menyeka keringatku dengan telapak tangannya.

Aku lupa kata pepatah, sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga.

"Pasangan calon nomor urut tiga? Kepada pasangan calon nomor tiga dimohon untuk segera naik ke atas panggung." Pengeras suara itu kembali berbunyi.

Raka menggengam tangan kiriku. "Tenang, aja." Netranya menatapku dalam. "Yuk! Kita naik," sambungnya, lalu menarikku naik ke atas panggung.

....

"Baiklah, sekarang giliran pasangan calon nomor urut tiga untuk menyampaikan visi-misinya."

Selama beberapa detik aku diam membisu. Mataku aktif memperhatikan para penonton yang sedang menyaksikan. Demam panggungku parah, sangat parah. Terasa tangan Raka menepuk pundakku. "Beb, ayo ngomong, cepetan biar cepet selesai. Aku udah kebelet pipis," bisiknya sangat dekat dengan telingaku.

Lalu kuberanikan diri untuk maju satu langkah mendekati pengeras suara---diikuti oleh Raka dibelakangku. "Visi kami adalah menjadikan OSIS SMA Abhinaya Global School sebagai organisasi yang PINTAR ; Peduli, Inovatif, Nasionalis, Terampil, Amanah, dan Responsif." Okay, ini awal yang bagus. Good job untuk diriku sendiri.

Aku mengambil satu tarikan napas dan kembali berbicara. "Dan misi kami adalah mengembangkan sikap peduli dan empati di antara siswa dan OSIS, melanjutkan program OSIS yang belum selesai di periode sebelumnya, s-siap ... siap m-enn-erima ...." Sial suaraku bergetar hebat sekarang.

Disaat yang bersamaan, Raka sedikit menggeser tubuh dan menggenggam tanganku. "Siap menerima kritik dan saran agar terciptanya keterbukaan antara siswa dan Osis. Serta meningkatkan kesadaran siswa terhadap kebersihan lingkungan agar terwujudnya lingkungan yang bersih, nyaman dan ramah," lanjutnya dengan sangat lancar.

"Wah ... beri tepuk tangan untuk pasangan calon nomor urut tiga!"

Prok, prok, prok.

"Baiklah, sekarang kita memasuki sesi yang ditunggu-tunggu. SESI TANYA JAWAB!"

Seperti di stadion sorak-sorai terdengar begitu riuh di telingaku. Ini berhasil membuat keringatku bercucuran.

"Jika sebelumnya dimulai dari pasangan calon nomor urut paling awal, sekarang kita balikkan menjadi dari paling akhir, yaitu pasangan calon nomor urut tigaaaa. Silakan beri tepuk tangan untuk menyemangati para kandidat."

Prok, prok, prok.

Bukannya semangat, aku merasa ingin menghilang saja dari muka bumi.

"Pertanyaan pertama, ini datang dari pembina OSIS dan khusus untuk calon ketua ya. Apa alasan Anda ingin menjadi ketua OSIS? Silakan untuk calon nomor urut tiga untuk menjawab lebih dulu."

Swastamita | SM Family ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang