Sepatu

142 67 318
                                    

Perlahan, aku membuka mata. Dingin. Itu adalah yang kurasakan. Kemudian tanganku menarik selimut sampai menutupi leher. Mataku mengedip beberapa kali sembari memperhatikan langit yang berwarna biru tua itu dari balik jendela.

"Aduh, pusing." Aku memegang keningku, lalu memijatnya perlahan.

Aku melirik ke arah jam dinding, ternyata baru pukul setengah lima. "Kirain teh udah malem ternyata jam lima juga belum. Perasaan tadi pas aku hanyutin kertas ulangan udah jam lima lebih seperapat deh. Ah mungkin aku minum terlalu banyak." Aku terus bermonolog sembari memijat keningku.

Merasa rasa pusing kepalaku tak kunjung membaik, aku memutuskan untuk tidur kembali. Dengan gerakan yang sangat cepat, aku membalikkan tubuhku dan ... "AAAAA SIAPA KAMU?!" Sontak aku terbangun karena terkejut melihat seorang perempuan dewasa yang hanya memakai setelan tank top tidur di sebelahku.

Perempuan itu sepertinya terbangun karena aku berteriak barusan, sebab dia sedang menggeliat sekarang. "Udah bangun kamu?" Dia bertanya sambil menggaruk lehernya.

"S-siapa kamu?!"

Dia berdecak sebal, mata merahnya kini menatapku. "Tck! Aku bartender yang kemarin." Kemudian dia duduk sambil berusaha merapikan rambutnya.

"Lalu kenapa kamu gak pake baju? Mana tidur bareng aku pula! Kamu perkosa aku? Kamu lesbi ya? Terus kok bisa tidur di kamar aku?" cerocosku menginterogasinya.

Bukannya menjawab terlebih dahulu, dia malah menggeplak pundakku, kemudian baru berbicara. "Hus! Sembarangan kalo ngomong. Apa Wenda tidak mengajarimu sopan santun?"

"Wenda? Kamu kenal Teteh?" tanyaku, heran.

"Aku temannya. Jaga bicaramu! Lagipula kamu lebih telanjang dariku, lihatlah!"

"Astagfirullah hal adhim!" Aku berusaha menutupi tubuhku menggunakan selimut ketika mengetahui bahwa aku hanya menggunakan kaos kutang dan celana dalam. "Kok aku gak pake baju?"

"Kik iki gik piki biji? Tck! Kamu muntah semalam, terus kena baju. Tuh baju kamu udah aku cuci," tunjuknya ke arah seragamku yang tergantung di depan kipas angin yang menyala.

Tunggu sebentar, ini bukan kamarku. Ini kamar kostan Teteh tapi sangat berantakan dan apa dia bilang? Semalam? Jadi ini pagi hari bukan sore hari?

"Ini pagi-pagi? Terus aku di mana ini?"

"Iya, ini pagi dan sekarang kamu lagi di kamar kostan bekas Teteh kamu. Aku menyewanya karena gak bisa ngelupain Teteh kamu. Dia memang sangat menyebalkan!"

"Terus gimana kamu tahu aku adeknya Teteh?"

"Awalnya, aku gak tau, makanya aku kasih kamu minuman. Tapi pas kamu pingsan gara-gara kebanyakan minum, lah kok mirip Wenda? Terus aku liat nama lengkap kalian sama. And sorry, aku buka dompet kamu buat cari tahu identitas kamu dan ternyata bener kamu adeknya Wenda," jelasnya.

"Lagian, ngapain kamu ke tempat begituan? Bukannya pulang juga," selidiknya.

"Aku abis hanyutin kertas ulangan. Hasilnya jelek sih! Terus mampir deh."

Dia mengangguk-anggukan kepalanya. "Ooh, jadi itu alasan kamu mabok? Yaelah cil cuma begituan juga."

Aku menggeleng tak setuju. "Nggak. Aku mabok cuma penasaran aja kok."

"Ah masaaa?" godanya. Ah! Dia sama menyebalkannya dengan Teh Wenda.

"Ya ... sebenarnya fifty-fifty sih."

Dia memutar bola matanya malas. "Yaudah sekarang kita mandi, kamu sekolah, aku ke kampus. Nebeng ya," ucapnya sambil menyengir kuda.

"Emang motor aku di mana? Kan semalem aku pingsan."

Swastamita | SM Family ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang