💐9. Sang Penengah

143 27 0
                                    

Terhitung sepuluh kali Aru memalingkan wajah pada jam dinding yang tergantung di ruang keluarganya.

Pak Ian tidak main-main saat mengatakan akan bertandang ke rumah Aru; entah apa tujuannya. Emma sedari sore tidak dapat Aru ajak bicara karena sibuk memerintah asisten rumah tangga mereka menyiapkan makan malam spesial. Seistimewa itukah Pak Ian?

Jika Aru menginterupsi bersiaplah ia mendapat cercaan dan omelan tanpa henti dari Emma yang bisa membuat seluruh otak Aru berdenyut nyeri seolah akan meledak.

Jam menunjukkan pukul tujuh malam lebih duapuluh satu menit saat bel rumah Aru berbunyi dan melalui interkom Bian mengabarkan jika Pak Ian telah datang.

Gelagat Bian yang santai membuat Aru menaruh curiga, Bian sama sekali tidak penasaran maksud kedatangan Pak Ian, seakan effort berlebihan keluarganya untuk menyambut Pak Ian yang notabenenya sebatas wali kelas adalah hal yang lumrah.

Andrew (Papa Bian) tersenyum lebar menepuk bahu Pak Ian setelah pintu dibuka. Emma juga terlihat senang dengan kehadiran Pak Ian seolah mereka telah lama kenal. Kenapa hanya Aru yang seperti orang bodoh dan tidak tau apa-apa disini?

Aru dengan piyama berwarna hitamnya hanya bisa mengamati dari pojok ruangan. Ia merasa asing sendirian.

Tatapan tajam Aru yang serupa burung hantu mengintai di pojok ruangan tertangkap oleh Emma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan tajam Aru yang serupa burung hantu mengintai di pojok ruangan tertangkap oleh Emma. Wajah kesalnya tidak bisa ditutupi saat melihat penampilan Aru. Dengan langkah anggunnya yang dibuat-buat, ia menghampiri Aru.

"Aru, kenapa kamu pakai piyama? Ganti baju se.ka.rang!" Perintah Emma dengan nada tidak menerima bantahan.

Bukan Aru namanya jika langsung menurut seperti anak baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukan Aru namanya jika langsung menurut seperti anak baik. Dengan bersedekap dada, Aru malah menjawab dengan pertanyaan baru, "Ada perlu apa Pak Ian kesini?"

Kesabaran Emma setipis tisu saat ini. Matanya yang tak kalah tajam seolah ingin mengoyak sosok Aru dihadapannya. Emma baru saja akan membuka mulut untuk memberi Aru perintah kedua dengan kalimat menyakitkan seandainya Andrew tidak memanggilnya dalam waktu bersamaan. "Nah, anak manis. Mama tidak punya waktu untuk mengurusi tingkah kekanakanmu, sekarang pakailah baju yang benar, atau tidak boleh keluar rumah selama seminggu!" Ancam Emma dengan senyum liciknya.

Sapta Timira : When We Meet Evil (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang