🪴4. Pain is Pain

172 37 0
                                    

"Gimana ceritanya lo balik sama Senan?" Dengan tangan terlipat Bian menyandarkan badan tambunnya di dinding dapur sambil menatap Aru tak habis pikir penuh judging. Sementara Aru sedang menyiapkan cemilan malamnya berupa sandwich dengan bahan seadanya yang ia temukan di kulkas.

"Urusan lo apa?" Jawab Aru ketus, jelas merasa terganggu dengan kehadiran Bian dan piyama tidur tembus pandangnya, biar apa coba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Urusan lo apa?" Jawab Aru ketus, jelas merasa terganggu dengan kehadiran Bian dan piyama tidur tembus pandangnya, biar apa coba.

"Urusan gue gimana kalo Senan tau rahasia kita, bodoh." Alasan terbodoh yang pernah Aru dengar.

"Kalo lo sepenasaran itu, lo bisa WA Senan, ngapain lo nanya ke gue.. lagian tadi gue minta turunin di halte depan." Aru memutar bola mata dengan raut menyebalkan, keluar dari area dapur dengan menyenggol bahu Bian dengan sengaja. Bian malah membuntuti langkahnya.

"Gue kasi tau lo aja sih, jangan baper sama Senan, dia itu friendly ke semua cewek." Please, Aru paling benci jika ada orang yang mencampuri urusannya apalagi mengeluarkan kata-kata yang seolah-olah paling tau apa yang ia rasakan dan lakukan. Ditambah jika orang itu Bian.

"Yang nanya lo siapa sih? Gue gak butuh pendapat lo. Terus ngapain lo ngikuti gue kesini juga?" Aru menaikkan volume suaranya dengan wajah mengajak perang andalannya menatap Bian jijik.

"Lo beneran baper sama Senan?" Lagi, Bian sepertinya rindu ingin dijambak Aru. Perkataannya sungguh tidak nyambung dengan konsep awal ia mengajak Aru bicara. Kenapa malah mengurusi perasaan Aru? Bukannya tadi mereka membahas masalah rahasia bahwa mereka saudara tiri?

"Yang baper siapa sih anjing? Kok lo jadi ngurusin perasaan gue?" Aru memojokkan Senan dengan pertanyaannya.

"Santai lah woi, gue cuma berpendapat. Lagian lo baru pindah udah jalan aja sama orang baru." Sindir Bian membuat telinga Aru serasa disembur api.

"Nggak ada hubungannya sama lo. Lagian gue nggak jalan sama Senan, cuma nggak sengaja ketemu dia di gramedia, terus karena macet ada wisuda dekat situ, Senan nawarin buat ngantar gue karena dia bawa motor.." Aru tidak pernah membayangkan jika ia harus menjelaskan hal ini pada Bian dan membuang energi berharganya untuk bicara panjang lebar.

"Senan itu playboy, dia nggak pernah serius sama cewek, gue ngomong sebagai temannya." Bian kembali melanjutkan manipulasinya. Aru sudah hapal.

Aru tersenyum miring. "Maaf tuan, lihat siapa yang berbicara? Gue sih nggak kenal Senan orangnya gimana, tapi yang udah jelas-jelas brengsek buat gue, itu lo!" Dengan tatapan tajamnya dan ekspresi bengis Aru menunjuk wajah Bian. Pasalnya atas apa yang telah Bian lakukan pada Aru di masa lalu, tak sekalipun cowok itu menunjukkan rasa bersalah.

"Sebrengsek itu gue di mata lo karena kesalahan yang gue lakuin saat jauh lebih muda?" Bian tidak terima dan membela diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sebrengsek itu gue di mata lo karena kesalahan yang gue lakuin saat jauh lebih muda?" Bian tidak terima dan membela diri.

"Dosa tetap dosa, Bian. Kesalahan yang lo lakuin meski itu di masa lalu sekalipun, semuanya nyata dan berdampak sama hidup orang lain. Sekali brengsek, tetap brengsek. " Ujar Aru dengan wajah memerah menahan emosi. Daripada berakhir ia memukul kepala Bian dengan vas bunga yang beberapa kali ia pertimbangkan untuk menghancurkan kepala Bian, Aru memilih ingin mengunci diri di kamar saja. Menenangkan diri.

Bian dan Aru pernah pacaran saat mereka satu sekolah saat junior high school di New Zealand dulu. Seperti film-film remaja klasik, Bian adalah anggota tim basket dan Aru anggota tim cheerleaders. Butuh waktu lama bagi Bian untuk meluluhkan hati Aru yang seperti es di kutub utara itu hingga kemudian keduanya berpacaran, tapi siapa sangka hubungan itu berakhir tragis, Bian ternyata selingkuh dengan Rose, orang yang telah dianggap Aru sahabatnya sendiri. Namun, tidak ada seorangpun yang menyalahkan hubungan mereka meski semua orang tau jika mereka berselingkuh. Malah mereka dianggap couple goals, teman-teman satu circle Aru dan Rose pun mengasingkan Aru. Seakan-akan dialah yang bersalah disini. Dikhianati, ditinggalkan, dan dianggap tidak ada, perasaan itu sungguh menghancurkan masa SMP Aru, itu titik tergelap hidupnya. Siapa sangka anak 14 tahun sampai pernah melakukan percobaan bunuh diri saking stressnya?

Tidak seorangpun mengerti sekelam apa perasaan depresi yang Aru rasakan saat itu. Ia tidak melakukan kesalahan apapun, tapi kenapa ia harus dijauhi semua orang? Bahkan ia tidak berkata sepatah kata pun saat tau Bian dan Rose menghianatinya. Tapi kenapa? Dunia baginya saat itu sungguh tidak adil.

Sekarang lukanya tidak seterbuka sebelumnya, tapi semesta tidak berhenti menguji mentalnya, dari sekian banyak penghuni bumi, kenapa Ibunya harus menikahi papa Bian sehingga Aru harus melihat cowok paling brengsek nomor 1 dalam hidupnya itu, dengan predikat paling anjing yang pernah ada; sebagai saudara tiri.

Sungguh nasib buruk yang tak terelakkan. Aru mungkin memaafkan Bian, tapi luka yang telah ia torehkan itu telah terukir nyata di hati Aru, dan ia melalui semuanya sendirian. Benar-benar sendirian. Tidak heran jika Aru bersikap seolah-olah tidak membutuhkan siapapun.



Sapta Timira : When We Meet Evil (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang