Bab 14 Ketahuan Selingkuh

63 3 4
                                    

ISTRI PILIHAN IBU

Bab 14 Ketahuan Selingkuh

Keesokan harinya di saat Gemi sedang membersihkan diri di kamar mandi, bel rumahnya berbunyi. Paklik Man yang tengah menonton televisi berinisiatif untuk membukakan pintu. Kasihan tamunya bila harus menunggu terlalu lama, pikirnya.

Saat pintu terbuka, baik Paklik Man dan tamu yang datang berkunjung--seorang lelaki paruh baya--sama-sama terkejut. Pertemuan yang tidak terduga. Ternyata keduanya saling mengenal.

Paklik Man menatap lelaki yang berusia sekitar lima puluh tahun itu  dengan sorot mata penuh kebencian dan dendam. Baginya, lelaki setengah baya yang saat ini berdiri dihadapannya adalah seorang pengecut yang melarikan diri dari tanggung jawab.

Kejadian kelam puluhan tahun silam seperti kaleidoskop yang diputar ulang dalam memori otaknya. Dada Paklik Man sesak mengingat penderitaan kakak perempuannya, Sumirah karena kebiadaban lelaki yang ada dihadapannya saat ini.

Lelaki paruh baya itu yang tak lain adalah Pak Burhan merasa sangat malu dan sangat menyesali perbuatannya di masa lalu.

"Ada urusan apa Anda datang kemari?" tanya Paklik Man garang.

"Aku mau ketemu sama Dewa. Boleh aku masuk, Man," mohon Pak Burhan.

Atasan Sadewa di kantor itu baru satu minggu yang lalu membeli rumah dan baru pindah ke kompleks perumahan yang sama dengan Sadewa. Tentu saja rumah Pak Burhan lebih besar dan lebih mewah dari rumah Sadewa. Hari ini saat olah raga jogging, ia sengaja singgah demi untuk bisa melihat Gemi yang ia yakini sebagai putrinya.

"Apa kabar, Man? Lama sekali kita nggak bertemu, ya," ucap Pak Burhan kikuk dan canggung. Lelaki di depannya masih menatapnya dengan tidak bersahabat.

"Aku minta maaf, salah dan dosaku begitu besar kepada kakakmu, Sumirah. Aku sangat menyesal." Pak Burhan meminta maaf dengan tulus.

"Permintaan maafmu tak berguna sekarang. Meski sudah lebih dari dua puluh tahun, aku masih tetap membencimu." Paklik Man tidak bisa melupakan penderitaan kakaknya karena perbuatan Pak Burhan di masa lalu.

"Aku minta maaf, Man," ucap Pak Burhan sekali lagi penuh penyesalan. "Izinkan aku untuk menebus dosaku pada Gemi."

"Apa Gemi tahu kalo Anda ayahnya?" tanya Paklik Man. Kebencian masih terpancar dari sorot matanya. Lelaki paruh baya di depannya ini dulu majikan yang menghamili kakaknya.

"Jadi benar Gemi adalah anakku. Wajah gadis itu sangat mirip Sumirah." Pak Burhan sudah yakin bahwa Gemi adalah anaknya. Setelah bertemu pamannya, tidak ada keraguan sedikit pun.

"Jadi Gemi sudah tahu semuanya?" tanya Paklik Man terkejut.

"Tidak. Gemi hanya tahu kalo aku adalah atasan Dewa di kantor," jawab Pak Burhan. Obrolan antara Pak Burhan dan Paklik Man terjeda saat Gemi datang.

"Ada perlu apa Bapak datang ke mari?" tanya Gemi tiba-tiba muncul di ruang tamu. Gemi tampak sungkan dan menaruh hormat pada atasan suaminya.

"Dewa ada, Mbak?" tanya Pak Burhan dengan mata berbinar setiap bertemu Gemi. Mencari Sadewa hanyalah alasan. Tujuan utamanya bertamu adalah untuk bertemu dengan gadis yang saat ini sudah berada di depannya.

"Sedang dinas luar kota," sahutnya. Kepada Pakliknya Gemi juga memberikan alasan yang sama.

"Dinas luar kota?" tanya Pak Burhan dengan kening berkerut. Ia merasa tidak memberikan tugas kepada bawahannya itu untuk melakukan perjalanan ke luar kota.

Melihat ekspresi heran dari Pak Burhan, Gemi baru tersadar ia salah berbicara. Dinas luar kota hanyalah alasan yang dipakai khusus untuk Pakliknya. Ia baru teringat sebenarnya Sadewa pergi ke Bogor untuk mengamankan Devita.

"Sebentar ya, Pak, saya bikinkan minum dulu." Gemi buru-buru pamit ke belakang untuk mengalihkan pembicaraan sebelum lelaki setengah baya itu bertanya lebih banyak lagi.

"Man, aku mohon jangan beritahu Gemi dulu bahwa aku ayah biologisnya. Aku ingin menebus semua dosaku dulu dengan caraku sendiri."

Pak Burhan belum siap bila Gemi akan membencinya setelah tahu bahwa ia adalah ayah biologisnya. Ia ingin memperbaiki kesalahannya sebelum mengungkapkan kebenaran nantinya.

"Tapi ada syaratnya. Aku minta kau transfer aku uang dua juta setiap bulannya sebagai uang tutup mulut," ancam Paklik Man memanfaatkan situasi.

Sebagai buruh tani, Paklik Man sering kekurangan untuk mencukupi kebutuhan empat anak dan seorang istrinya. Setiap bulan Gemi selalu memberikan sebagian besar uangnya  untuk membantu keluarga Paklik Man. Satu-satunya keluarga yang dimilikinya.

"Baiklah."

Kedua lelaki itu telah bersepakat untuk tetap menjaga sebuah rahasia.

***

Gemi minta izin kepada Sadewa untuk pulang kampung sebentar sambil mengantarkan pulang Pakliknya. Paklik Man hanya menginap satu malam saja di rumah, tetapi tidak bertemu dengan Sadewa.

Selama tiga bulan tinggal di ibu kota Jakarta, Gemi belum pernah sekalipun mudik. Gadis desa itu rindu akan kampung halamannya. Kangen suasana desa yang hening dan tenang.

Saat Gemi tengah pulang kampung, bersamaan dengan Sadewa ada tugas dinas ke luar kota yaitu ke kota Medan. Devita sendirian di rumah.

Merasa di rumahnya kosong tidak ada Gemi dan Sadewa, Devita merasa bebas. Malam itu istri siri Sadewa pulang diantarkan seorang lelaki berkumis tipis. Lelaki yang sama yang  pernah dipergoki Gemi saat mengantarkan Devita pulang pada dini hari. Lelaki yang sama yang dilihat Gemi di mal.

Sayangnya waktu itu Gemi tidak berpikiran untuk memotret selingkuhan Devita sebagai bukti. Saat mengadukan perselingkuhannya, wanita cantik itu pandai mengelak dan Sadewa percaya.

"Nginep aja, Bang Kai. Rumah kosong, suamiku lagi dinas ke Medan dan pembantuku juga lagi mudik." Devita menawarkan lelaki yang bernama Kailan yang mengantarkan pulang untuk menginap.

"Beneran nggak papa, Dev? Aman?" tanya lelaki berusia 35 tahun itu memastikan.

"Iya, ayo!" Devita turun dari taksi diikuti Kailan. Dengan mengendap-endap Devita membuka pintu gerbang rumah, takut ketahuan tetangga memasukkan lelaki lain.

***

Urusan Sadewa di Medan ternyata bisa selesai lebih cepat. Pria tampan itu memajukan jadwal kepulangannya satu hari. Saat berangkat ke Medan bersama tim-nya, Sadewa meninggalkan mobilnya di parkiran gedung kantor Buana Aksara.

Dari bandara Soekarno Hatta, Sadewa naik taksi menuju kediamannya. Lewat tengah malam ia tiba di rumah. Tepatnya pukul 00. 15.

Sadewa berpikir mungkin Devita sudah tertidur. Sebagian lampu sudah dimatikan. Dengan kunci cadangan dengan mudah Sadewa bisa masuk rumah.

Betapa terkejutnya Sadewa saat membuka pintu kamarnya menemukan Devita tengah bermesraan dengan seorang lelaki.

Tanpa berkata dan bertanya Sadewa langsung menghajar lelaki itu tanpa ampun.

Bug! Bug! Bug!!!

Sadewa muntab. Lelaki mana yang tidak murka saat pulang ke rumah mendapati istrinya tengah bermesraan dengan pria lain di kamarnya.

"Devita ... tak kusangka kau cuma perempuan murahan!"

"Aku bisa jelaskan, Mas." Devita syok tidak menyangka Sadewa akan pulang cepat.

"Semua sudah jelas. Kelakuanmu sungguh menjijikan. Saat ini juga aku talak kamu." Sadewa tidak bisa mengontrol emosinya hingga langsung menjatuhkan talak.

"Maaas, maafkan aku," ucap Devita sambil berlutut.

"Pergi sekarang juga. Aku muak melihat tampangmu yang menjijikkan."

Setelah mengusir Devita dan selingkuhannya pergi, Sadewa lalu masuk ke kamar tamu yang biasanya ditempati oleh Gemi untuk menenangkan dirinya.

Sadewa baru menyadari ternyata firasat ibunya itu benar adanya. Devita seorang perempuan tidak baik. Pria tampan itu terlalu dibutakan oleh cinta hingga tidak bisa melihat cela dari istri sirinya.

Sadewa duduk di tepian ranjang. Di atas nakas, ia menemukan sebuah buku catatan harian milik Gemi. Pria tampan itu penasaran dengan isi buku diary itu. Ia pun mulai membaca buku harian itu tanpa izin kepada pemiliknya.

Bersambung ....

Istri Pilihan Ibu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang