Chapter 2

224 52 14
                                    


-Thrown into The Past-



.



Dalam cahaya bulan yang mengalir masuk.

Rupa orang itu terlihat sepenuhnya, membuat Hinata tampak terkejut. Dia seorang gadis, yang Hinata tebak seusia dengan dirinya.
Lagi-lagi, bola mata mereka berwarna serupa. Tetapi gadis itu, mempunyai tatapan yang lembut kala mereka saling bersiborok.

"Si-siapa kau?" dia bertanya takut-takut. Berkebalikan dengan keberanian Hinata yang meluap-luap.

Hinata bergeming, menatap tajam iris serupa dirinya itu. Mencoba menggali secuil informasi yang sekiranya bisa ia dapatkan tanpa dipinta.
Mata serupa, perawakan lebih tinggi dan rambut gelap pendek sebahu menggunakan pita satin ungu pudar sebagai tambahan aksesori di puncak kepalanya.

"Kau sendiri siapa? Kenapa mata kita sama? Wanita cantik yang tadi juga." Suara yang tegas dan menuntut.

"Ada yang datang! cepat sembunyi," gadis itu kembali menarik Hinata ke belakang pilar yang mampu menyembunyikan keberadaan mereka.

Terdengar langkah terseok dari wanita yang Hinata lihat pertama kali. Kepayahan memapah seorang lelaki pada pundak kecilnya.
Tangis sesenggukan bergema di sekitar koridor.
Badan kecilnya sempoyongan namun tetap berusaha mempertahankan lilin menyala di tangannya yang lain.

Lega tak terkira saat dia menghilang berbelok ke lorong sebelah kanan.

Namun detik berikutnya, terdengar lagi derap langkah seseorang dari arah sebelumnya.
Napas mereka kembali tercekat kala wanita itu seolah menyadari keberadaan orang lain di sekitarnya.

Mata tua itu menelisik sekitar. Merasa memang ada sesuatu yang tidak beres.
Dapat ia rasakan ada sosok yang tengah memerhatikannya dari balik salah satu pilar besar di koridor itu.

"Siapa di sana? Keluarlah, sebelum aku berteriak memanggil penjaga," instingnya bergerak liar.

Tak sampai beberapa menit, Hinata muncul di hadapannya. 

Nyonya Hinata?

Hinata menyeret langkah mendekat padanya. wanita paruh baya itu malahan mundur terbelalak didera ketakutan.
Di saat itu muncullah keisengan sang gadis,

"Booo!"

"Kyaaa!" wanita malang itu lari terbirit-birit meninggalkan koridor tanpa menoleh ke belakang lagi.

...

"Tidakkah ka-kau keterlaluan? Dia hanya orangtua," gadis berambut pendek mencela.

"Ha ha ha, ayolah, aku hanya bercanda. Kau lihat tadi? Astaga, dia seperti melihat hantu. Wanita pertama lebih pemberani," badannya ikut merosot bersandar pada dinding bersama gadis berambut pendek.

"Omong-omong, aku Hyuuga. Hinata Hyuuga. Kau ...?"

Gadis itu mengamati Hinata secara menyeluruh. Lantas menerima uluran tangan Hinata, berjabat tangan.

"Ku akui, kau cukup pemberani. Panggil saja aku--Ametis. Aku juga seorang Hyuuga, tapi maaf, aku tidak terbiasa mengenalkan nama asliku pada orang yang baru saja kukenal."

Suasana koridor yang gelap dan sunyi memudahkan mereka berinteraksi tanpa distraksi.

"Aku lebih dahulu tiba beberapa menit di sini sebelum kemunculanmu. Dan kurasa, aku tahu kita berada di mana."

"Aku tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi? Seingatku, aku dan temanku jatuh dari lantai tiga gedung sekolah, lalu sekejap saja sudah berada di sini. Jadi, di mana kita sekarang? Dan kenapa kita ada di sini?" netra peraknya melihat dengan saksama. Di koridor itu, banyak terdapat pajangan patung setinggi orang dewasa berwarna putih terang, beberapa pajangan baju zirah perang yang dijatuhkan Ametis tadi. Ubinnya berwarna hitam putih kotak-kotak.
Gaya bangunan itu juga mengusung konsep ala barat.
Layaknya sebuah kastel pada abad lampau, jauh sebelum interior modern mengambil alih.

Epic Ending ✔️ [REVISI] || NaruHinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang