4- Mati lampu

261 10 0
                                        

"sayang udah siap belum?" Tanya Arhan di balik pintu kamar.

Meskipun harus berdebat dengannya, tapi permintaanku untuk pisah kamar dengan berat hati disetujui oleh Arhan.

Ketukan pintu terdengar lagi, "sayangku Bella, kamu ngga sedang tidur kan?" Tanyanya lagi.

"In five minutes I'm ready"

"Oke 5 menit harus beres, aku tunggu di depan"

Aku tersenyum melihat pantulan wajahku di cermin.

"lah, kurang warna nih bibir gue" ucapku, kemudian menambahkan lipstik ke bibir ranumku agar tidak terlihat pucat.

"Oke akhirnya beres, cantiknya Isabella Al Hadid ini." Aku mengambil tasku, kemudian menyusul Arhan yang sudah menungguku di depan.

"Masyaallah, cantiknya istriku" puji Arhan, saat melihatku sudah siap.

"Jangan berlebihan, saya tahu saya cantik"

Arhan mengangguk kemudian membuka pintu mobil untukku.

"Thanks"

"Tidak gratis loh, nanti aku minta bayarannya" ucap Arhan setelah dia duduk di depan kemudinya.

Aku memutar bola mataku malas, "Ayo jalan, tunggu apa lagi" ucapku.

10 menit sudah berlalu bisa-bisanya dua manusia ini saling diam dengan pikirannya masing-masing.

"By" panggil Arhan.

Sudut mataku melirik, bingung dengan panggilan Arhan.

"By? Maaf, nama saya Isabella, panggil saya Bella"

Arhan tiba-tiba tertawa mendengar jawabanku, aku memutar bola mataku malas, tidak ada yang salah dengan jawabanku, kenapa dia tertawa?.

"Saya tahu namamu, anggap saja itu panggilan sayang aku ke kamu. Boleh kan?" Tanyanya padaku.

Aku tidak merespon pertanyaannya, aku tahu kalau aku tolak, dia tetap akan memanggilku begitu, dia orangnya seperti papah, tidak menerima penolakan.

"Oh iya bell, nanti disana kita harus terlihat mesra ya, aku nggak mau papah dan mamah tahu kalau hubungan kita itu seperti ini"

"Saya tahu"

"Bagus kalau kamu tahu, pokonya nanti kalau saya pegang tangan kamu, jangan kamu tolak" ucapnya dengan antusias.

"Dasar lelaki mencari kesempatan dalam kesempitan"

"Saya ini suami kamu, kamu itu istri saya, jadi kalau mau berbuat lebih dari sekedar pegangan tangan pun, itu tidak masalah, semuanya halal untuk kita"

Tidak terasa, mobil yang kita naiki sudah sampai di depan rumah mamah dan papah.

"Jangan macam-macam ya anda" ucapku kemudian membuka pintu mobilku, ingin segera pergi dari hadapan Arhan.

"Jangan turun dulu, ingat! Kita harus terlihat romantis" cegahnya, dia turun dari mobil kemudian membukakan pintu mobil untukku.

Aku menghela napasku panjang, mengontrol emosiku agar drama hari ini berjalan dengan lancar di depan papah dan mamah.

"Sudah siap?" Tanya Arhan, kemudian menggenggam tanganku dengan sangat erat.

"Bisa biasa aja ngga sih megang tangannya"

Arhan tersenyum, "sorry by"

Kita berdua berjalan masuk ke dalam rumah kedua orang tuaku.

Aku melihat di dalam sudah banyak tamu undangan papah. Kelihatan dari wajah para tamu, yang memang rekan bisnis papah.

Suami BucinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang