Selingan: Paranoid

163 15 0
                                    


Pagi yang tak terlalu cerah datang begitu saja di atas kanvas biru milik Tuhan.

Dalam kesunyian dini hari, sudah ada pria penuh luka yang tengah berjalan tiada teman di jalanan desa, dipandang oleh dia pemandangan pematang sawah yang hampir kuning.

Kabut pagi kini ikut menghiasi pula, dan seketika itu jua, dalam keheningan ini ia kemudian merasakan rasa rindu.

Rasa rindu kelabu akan seseorang. Sosok gadis penuh atraktif serta penuh semangat liar anak muda.

Kaki Sanemi tak lagi melangkah, wajah sangar nan buas itu kini menghadap ke arah jalanan aspal rusak, melihat kembali sendal jepit yang dahulu diberikan oleh gadis pujaannya dahulu.

Dalam lubuk hati, ingin ia berteriak berbagai perasaan rindu seperti dulu, akan tetapi, apa iya dia mendengar?

" Jangan naif bung, ia sudah bukan lagi Ino. Sadar diri juga Sanemi, kau ini hanya sebatas biang kerok atas semua hal ini."

...

" Aku bukan permaisuri
Aku bukan warabihime
Aku bukan pula selir Raja atau Sultan itu!
Serta, aku bukan pula ayam kampus krispi

Aku adalah aku
Ratu si kumbang kecil
Penari di atas daun-daun gugur
Pemerintah para binatang

Aku bukan mainan
Bukan pula alat
Palu
Atau bahkan plastisin

Lihatlah aku!
Lihat diriku lagi!
Aku Inosuke!
Si pencari kasih sayang!"

Sepucuk kertas bermuatan puisi tergantung tak beraturan di dalam kamar penuh warna putih pada dindingnya, lantai kayu jati dipenuhi coretan warna, gambar, serta tinta pulpen di setiap inci sudut lantai, sementara dinding putihnya tak usah lagi diberitahukan betapa parah isi darinya.

Suara bak manusia ngelantur tak jelas mengisi keheningan ruangan serba putih.

Mata hijau cerah bak batu zamrud, rambut hitam panjang dengan ujung kebiruan layaknya cambuk biru safir para sultan-sultan Turki, wajah bulat oval putih, semerbak wangi kayu manis menempel pada dia.

Perempuan bebas nan gembira berpakaian serba putih, ia menari melenggang-lenggok elok di sebuah keheningan.

Bergerak bebas. Menebas udara dengan gerakan tarian tak beraturan darinya.

Tanpa iringan musik ataupun hal lain, tanpa pula penonton fisik, yang ada dan menghampiri hanyalah berbagai kertas tempelan berisi puisi-puisi bersama gambar-gambar surealis.

" Akulah sang dewi! Dewi segala dèwi, aprhodite kalah telak akan kecantikan daripada aku.
Akulah Inosuke si Dewi terhebat yang ada di sejarah!" teriak ia bangga setengah mati.

Dan dapat dipercaya ataupun tidak, kini Inosuke secara mendadak saja ia langsung tertidur pulas manakala kalimat keangkuhan yang baru saja ia ucapkan telah berlalu.

Dan dapat dipercaya ataupun tidak, kini Inosuke secara mendadak saja ia langsung tertidur pulas manakala kalimat keangkuhan yang baru saja ia ucapkan telah berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tiga Ibu Tangguh ( Kimetsu No Yaiba Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang