10

182 16 6
                                    

Chapter 10: Silampukau dan Pujaan Hati

Hari cerah seperti biasa, lalu lintas sekitaran komplek juga tak terlalu ramai, barangkali memang hari itu adalah hari paling damai akan pengendara bermesin.

" Ada car free day? Di mana?" tanya Bunda pirang kesayangan anak perempuannya.

" Entahlah, tapi ada disekitar wilayah lapangan kampung," jawab Inosuke yang tengah memotong kacang panjang di depan televisi.

Sementara itu Tanjirou sendiri masih tergeletak tiduran di atas kasur tempat ia tidur. Ia kenapa? Mungkin itu adalah pertanyaan monoton yang akan terucap dari para penjenguk orang sakit.

Di dalam kamar penuh akan gambar-gambar absurd nan tak terlalu cantik ( maklum ini kamarnya Rei), si mama berambut merah kembali mengigau sedikit.

" Hmmmm! Seblaknya level 5 mas,"

Dan bagaikan orang ketika memimpikan terjatuh dari tangga bambu, setelah mengucapkan kata pesanan tersebut, si mamah muda kemudian terbangun dengan penuh keterkejutan.

Nafas memburu, jantung berdebar tak tentu bagai musisi indie, bersamaan dengan mata melotot ke arah langit-langit kamar.

'oh, cuman mimpi toh?'

Bangkit lalu meminum air putih adalah misi yang tak pernah ia khatamkan sedari kemarin, lalu, bagaimanakah cara Tanjirou meminum air putih?

Oh, tentu saja dengan...

" Ino, ambilin aku minum!" perintah si Tanjirou dengan suara parau tak bertenaga.

Suara lantunan langkah kaki mengiri lorong menuju kamar dari Tanjirou.

Suara jebret khas komik harian di penjual mainan otek-otek kemudian terdengar dari pintu kamar, dilihat oleh si mamah muda teman tomboynya itu.

" Sopan dikit napa!?" tegur Tanjirou tegas.

" Maklum, tuh sinetron lagi ngasih adegan yang nggak aku suka," jawab Inosuke dengan nada sedikit baper.

" Apaan? Ciuman? Atau apa?"

" Adegan tabrakan... terus, karakter utamanya mati."

" Oh, ok,"

...

Rei, si anak laki-laki satu-satunya terlihat sedang memijat pelan kaki sang ibunda tercinta.

Sembari memijat kaki sang ibu, Rei juga bercerita sedikit seputar kehidupan sehari-harinya ketika di sekolah atau bisa juga ia menceritakan segala pengalaman di kala ia bermain bersama teman-temannya.

Sementara Tanjirou sebagai Ibu yang baik tentu saja mendengarkan segala ocehan anak tunggalnya itu, dan sesekali juga ikut nimbrung.

Ditengah suasana hangat itu, sebuah dering telepon menggangu mereka berdua.

" Rei, tolong ambilkan Hp ibu nak," pinta Tanjirou kepada Rei.

" Tapi Bu, suara HP-nya bagus, nanti aja kalau lagunya udah selesai,"

" Hush! Jangan begitu, gimana jadinya kalau isinya telepon penting? Yuk, cepetan ambil Hp ibu,"

Mengalah kalau lagu ' Koboy Kampus' yang sering ia dengar dari ring tone sang ibu akan dimatikan, Rei hanya bisa menghembuskan nafas kecewa lalu memberikan Hp sang ibunda kepada pemilik.

Tanjirou lantas menatap bingung ke arah layar Hp. Sebuah nomer yang seharusnya sudah tidak bisa diangkat, secara ajaib dan todak terduga memanggil dirinya kembali.

Dengan suara tegas ia angkat telepon nomer itu, dan mulai berbicara dengan santai bagai tidak ada halangan berarti.

***

Pagi telah menyingsing, terlihat pula Tanjirou, Inosuke, dan Zenitsu tengah bahu-membahu memasak sarapan pagi untuk anak-anak mereka.

" Ino! Ini bakwannya kok nggak ada wortelnya? Kamu kemanain tuh wortel?!" tanya interogasi dari Zenitsu.

" Hush! Kamu tau kan kalau Nike paling anti sama yang namanya wortel!?"

" Tapi Mei suka sama wortel!"

" Bodo amat, toh Rei nggak suka sama bakwan,"

Beruntung pada waktu itu tanggal merah telah digelar sehingga ketiga mama muda tersebut bisa lebih leluasa untuk saling sindir, serta roasting sana-sini. Biasa, ciri khas ibu-ibu komplek.

Inosuke si mama rock n roll tampak begitu damai menyantap sarapan bersama dengan kedua anak setengah bar-bar, sementara Zenitsu dan Tanjirou terlihat juga memakan sarapan meski dengan lauk yang berbeda.

Maklum, beda orang, beda juga seleranya.

Kan?

Ya, aku harap ( si penulis) kalian mengerti apa yang aku tulis.

...

Suara ocehan pengamen jalanan menjadi suara orkestra gratis bagi Tanjirou dan Rei, sebuah acara musik akustik telah dihadirkan di tempat di mana mereka bernaung.

Sebuah kafe kecil keinginan Rei, sekaligus tempat di mana Tanjirou memberikan sebuah lirik lagu buatannya kepada sang pemusik jalanan yang kini tengah manggung di kafe tersebut.

" Duh, Gusti, aku khawatir berubah murahan seperti A**** D***⁴*," kurang lebih inilah sepenggal lirik dari sang lagu.

Sungguh, tak habis-habisnya ia tersenyum lebar, sembari melihat sang anak memakan roti yang ia impikan sejak lama.

Dalam balutan jaket hijau tebal yang membalut tubuhnya, si mamah muda kembali merasakan hawa dingin. Sakit lagi? Ya, barangkali itu adalah intuisi pertama saja.

Hanya saja ia terus-menerus menahan segala ra tak enak badan tersebut, demi bertemu dengan seseorang.

Penting.

Berharga.

Dan, sang pujaan?

Di saat semua kenikmatan akan rasa santai inilah, seorang tak diundang datang menepuk Tanjirou.

Membuat si empu membalikkan badannya dan melihat sang penepuk, yang...kau tau? Adegan klise di setiap sinetron.

"Kyojuro?"

.

TBC.

Hai👋

Sebentar lagi, fanfic ini akan tamat.

Dan, ya.

Selamat berjumpa lagi di chapter depan :)

Lagu yang digunakan: Doa 1 - Silampukau

⁴: lirik dari Doa 1.

Tiga Ibu Tangguh ( Kimetsu No Yaiba Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang