14

133 11 0
                                    

Chapter 14: I Want To Hold Your Hand

Jepara barangkali sudah tidak diragukan lagi soal seni ukir kayu, maupun sang tokoh penting yang tinggal di sana.

Raden Ajeng Kartini, sosok perempuan hebat yang berhasil membebaskan diri dari jeratan adat menyiksa khas pribumi pada kala itu.

Ia berjiwa bebas, berani, penuh akal, serta berbudi pekerti baik. Dan kini sosok inilah yang sedang dicoba oleh salah satu ibu muda kesayangan kita, meski ia sendiri harus merasakan sedikit sakit.

Sedikit kabar mencuat ke telinga Inosuke, si perempuan kuat berambut hitam dengan ujung kebiruan.

Ada yang mau memegang kembali tanganmu!

Sebuah suara perintah dari Mui, si bassist berbakat sekaligus teman karib masa lalu.

Ino tahu itu pasti Sanemi, bukan lagi siapa-siapa lagi hanya saja, dia tak ingin aksi boikot lagi. Toh sudah terlalu sering ia melakukan hal bodoh itu.

Tanpa menggunakan riasan wajah, rok hitam panjang menutupi mata kaki, tak lupa jaket kulit berwarna coklat krem yang menutupi kaos Nirvana yang ia kenakan, Inosuke siap menuju medan pertempuran.

Wanita bebas adalah tagline dari Inosuke, sisanya tentu saja cacian.

...

Sepuluh menit berlalu, menyisakan gundah gulana seorang Sanemi di hadapan Inosuke nan menawan seperti biasa.

"Kamu malu, Sanemi?" tanya Inosuke mengintimidasi.

"Tidak...hanya saja, aku sedikit terjebak nostalgia saja," jawab Sanemi penuh rasa canggung di tenggorokan.

Putaran bola mata malas Inosuke kerahkan, ia pada aslinya tak menginginkan pertemuan ini, bahkan ia tak pernah ada rasa untuk bertemu walau hanya satu menit saja.

Maka dengan satu gertakan Inosuke berkata.

"Jika memang bukan apa-apa, maka cepat katakan! Jangan buat kesempatan ini jadi ajang pamer kesemsem saja!"

Sanemi langsung dibuat kicep bibir, ia dengan gugup lantas tanpa sengaja menendang kaki meja makan.

Rasa ngilu serta malu telah ia dapat. Dan pastinya bertambah parah, karena di depannya sudah ada pujaan hati, oh jangan lupakan juga jika Inosuke jadi semakin merengut akibat sikap tidak profesional Sanemi.

" O...ke, jadi, bagaimana kalau kita main tebak gambar?" tanya Sanemi canggung.

" Sanemi. Aku tak punya waktu untuk itu," jawab Inosuke mengintimidasi.

Merasa terpojok, bukannya langsung ke inti, justru Sanemi menawarkan makanan porsi banyak, dan tentunya dengan alasan kita bicara baik-baik sambil suap-suapan.

Tawa kecil berisi hinaan tak lagi terbendung, hal paling tidak Sanemi sukai terjadi.

Inosuke pergi, tanpa mau mendengarkan keluhan Sanemi sedikitpun. Meninggalkan Sanemi, dalam kecanggungan tiada tara di dalam tempat makan.

Gagal sudah Sanemi, maka tinggallah sang pria di tempat itu, dalam kesendirian.

" Tunggu, aku ada ide!"

...

Sarapan pagi hari ini jauh lebih berwarna dari hari sebelumnya. Tanjirou mulai sedikit demi sedikit menjadi sosok paling banyak bicara soal hal-hal umum dalam dunia ibu-ibu.

Lalu Inosuke dan Zenitsu. Seperti biasa, mereka adalah peranan tambahan bagi kehidupan ruang makan.

Lalu anak-anak? Oh, tenang.

Mereka itu sudah hidup bagaikan saudara, jadi tak perlu khawatir lagi.

"Bu! Rei sama Bimbim ribut lagi!" Adu suara Mei dari luar.

Atau mungkin...tidak.

Zenitsu hanya bisa terkekeh geli melihat kedua sahabatnya saling menasehati kedua anak laki-laki mereka, toh secara sistematis, dia tak punya anak laki-laki.

Atau mungkin, memang belum dipikirkan saja.

Pagi hari itu, semua hal yang seharusnya tidak diawali oleh omelan, terpaksa harus dilanggar dengan hadirnya omelan pedas dari kedua ibu muda kebanggaan bapak-bapak komplek.

Singkat secara umum. Sarapan sudah selesai, kedua belah pihak juga telah berdamai, dalam kesunyian hari, Inosuke sendiri sedang menyapu ruang tamu dengan begitu hikmat. Namun semua berubah manakala telepon rumah mengganggu kegiatan penuh hikmat dari Inosuke.

Huft! Siapa sih yang iseng telepon jam 7 pagi, di hari Minggu ini?! batin Inosuke jengkel.

Diangkatnya telepon itu, dan sebuah suara tak asing langsung menghujam isi pikiran.

"Hai, Ini Sanemi."

" Terus?" tanya Inosuke nyinyir.

"Eh, aku pengen baikan, kira-kira-"

"Nggak usah, biar jadi memori masa lalu aja."

"Aku mohon jangan begitu, ok gimana aku bikin pertunjukan buatmu?"

" Boleh, asal lagunya pop punk,"

"Ok, aku tau kamu bakal terima! Nantikan di cafe kemarin, ok!"

"Dan ingat satu hal. Nggak enak, aku pergi,"

Biip!

Telepon lantas ditutup dengan rasa kesal bercampur sedikit rasa malu.

Bagaimana bisa, seseorang seperti Sanemi bisa mempengaruhi isi kepalanya lagi? Bukankah dia itu biang keladi dari semua ini? Si jadah dari neraka di sana!

Entah. Inosuke juga sudah tidak tahu lagi apa yang terjadi, bahkan jika memang benar jika Tanjirou sudah rujuk bisa saja akan menjadi contoh buat Ino kedepannya.

Tapi, bisa kah?

" Biarkan saja si ubanan itu berulah. Khehehe, pop punk katanya! Yang benar saja, Sanemi," ucap Inosuke sedikit nyinyir.

Dan, kisahnya masih berlanjut.

TBC

Lagu: I Want To Hold Your Hand - The Beatles

Tiga Ibu Tangguh ( Kimetsu No Yaiba Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang