PART 3

16 2 0
                                    

Tahta menangis didalam kamarnya. Ia terus memikirkan permintaan dari Abi dan Ummi nya.

Saat itu Tahta pulang dari masjid. Ia berjalan dengan perasaan penuh tanda tanya.

Apa isi kertas dari Ninda?

Belum sempat masuk kamar, langkahnya terhenti karena Abi menyuruh duduk di kursi di ruang tamu yang saat itu juga ada ummi.

"Ada apa bi,mi? Tahta ada ngelakuin kesalahan ya?"

"Ndak..mas Tahta ndak ngelakuin kesalahan kok. Abi mung ingin tanya sama kamu" ujar Abi.

"Mau tanya apa bi?"

Abi diam sejenak lalu menatap ke arah ummi. Ummi mengangguk pada Abi tanda sudah waktunya.

"Gini Tahta,anak Abi.. sebentar lagi kan kamu akan lulus. kamu maunya melanjutkan dimana?" Abi mulai bicara.

"Tahta mau lanjut di SMP Gemintang bi.  Tahta ingin melanjutkan disana bareng Irza. Boleh kan bi?"tanya Tahta.

Ummi yang mendengarnya mulai nampak cemas. Jika seperti ini, bisa-bisa Tahta tidak akan mau masuk pesantren.

Lain halnya, Abi tersenyum mendengar ucapan Tahta."boleh sih..tapi Abi ingin coba kamu pertimbangkan saran Abi"

Tahta mengangguk.

"Tahta, Abi ingin tanya sama kamu. Menurut kamu  penting mana? ilmu agama atau ilmu pengetahuan?"tanya Abi.

"Dua-duanya penting bi. Sebab ilmu agama akan membimbing kita dalam menjalani kehidupan di dunia dan bisa menyelamatkan kita di akhirat.
Kalau ilmu pengetahuan ada agar kita bisa cara menjalani hidup ini. Benar kan bi?" Jawab Tahta.

Abi tersenyum lalu mengelus pelan puncak kepala Tahta." Itu benar, tapi sebenarnya ilmu agama itu lebih penting daripada ilmu pengetahuan"

"Sebab,jika seseorang tidak memiliki ilmu agama,mau sepintar apapun dia, sejenius apapun otaknya maka ia berpotensi akan menjadi ethies. Dia akan berfikir bahwa Tuhan itu tidak ada karena semua dapat dijelaskan dengan sains..itu jelas salah"

"Dan sekarang Abi ingin anak Abi memiliki ilmu agama yang dalam, jangan sedangkal ilmu Abi. Abi ingin yang terbaik untuk anak-anak Abi. Abi ingin anak-anak Abi sukses dunia akhirat"

"Sekarang Abi mau nanya sama Tahta"ujar Abi kemudian " bersediakah kamu masuk ke pesantren?"

Mengingat semua itu membuat Tahta menangis dan bingung. Tahta tak ingin masuk pesantren. Ia tak ingin jauh dari Kedua orangtuanya. Ia tak ingin jauh dari Luthfan. Sementara di sisi lain Tahta tak ingin mengecewakan Abi karena nolak tawaran Abi.

Tahta menangis. Ia tak ingin mondok  Menurut dirinya mondok itu seperti penjara. Apapun dibatasi,serba kekurangan, jauh dari keluarga.

Tahta benar-benar bingung. Ia harus memikirkan keputusannya.

Tahta benar-benar bingung memutuskannya. Apakah dirinya tidak usah menuruti kemauan kedua orangtuanya? Atau haruskah ia memenuhi dan terpaksa menjalani hidup di tempat yang bak penjara itu?

Di tengah kebingungannya itu, Tahta kembali teringat oleh cokelat pemberian Ninda.ia keluarkan benda itu dari sakunya lalu mulai membuka tulisan yang ada di kertas
______________________________________
16 Maret.
To: Saair Tahta Liwa'i Mohammad.
Assalamualaikum wr.wb

    Tahta.. jujur saja aku mengagumimu. Sebagai makhluk Allah kau terlihat hampir sempurna.
Aku tak tahu apakah rasa ini pantas asa. Tapi mungkin aku mencintaimu.
Maaf... Aku tau kita masih kecil. Belum waktunya. Karena itulah aku ingin tumbuh bersamamu. Tahta, yuk kita lanjut sekolah di SMP Gemintang. Aku harap kamu mau.
       Setelah membaca surat ini tolong suratnya dibuang saja. Anggap saja aku tak pernah memberinya.
Sekian terima kasih :D

Tetesan Embun ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang