Bagian: 10

2.5K 252 10
                                    


















Peraduan antara tapak sepatu dengan lantai yang berasal dari tangga mengalihkan perhatian Elliot yang tampak asik menikmati sarapannya. Matanya menemukan sosok yang tampak menawan dengan tubuh yang terbalut setelan formal mendekat kearahnya.

Juna melangkahkan kakinya menghampiri sang kakak yang duduk nyaman kursi meja makan, memberikan satu buah kecupan sebagai bentuk kasih sayang dipelipis Elliot, lalu mendudukkan dirinya tepat dikursi samping Elliot.

Dengan tangan yang aktif bergerak mengolesi sebuah roti dengan selai, Elliot menoleh dan memicingkan matanya.

"Tumben." Matanya menyorot dari atas sampai bawah penampilan sang adik yang sangat berbeda tersebut. Lalu menyerahkan roti yang dibuatnya keatas piring Juna yang diterima dengan senang hati oleh sang empu.

"Papa pergi, aku yang mengambil alih perusahaan disini."

Juna melahap sarapannya dengan tenang, memang hari ini dirinya diharuskan mengunjungi salah satu perusahaan milih sang ayah. Tentu perintah tersebut berasal dari tuan Akeash itu sendiri. Dan Elliot pun langsung paham apa yang dirinya maksud.

Juna meraih sehelai tissue lalu mengarahkan kedepan mulut sang kakak, menghapus noda coklat disudut bibir Elliot.

"Aku pergi, Mr. Rey mungkin akan tiba sebentar lagi" ucapnya pamit lalu mengelus sayang pucuk kepala sang kakak sebelum akhirnya melangkah pergi. Meninggalkan Elliot yang hanya mengangguk sebagai respon.










Jalan tampak cukup padat pagi ini, namun hal tersebut tidak menyebabkan kemacetan. Dengan lihai Juna melajukan Hyundai Santa Fe berwarna black metalic miliknya dengan kecepatan normal. Netra blue itu melirik jam tangan yang melingkar apik ditangannya. Merasa sedikit terlambat dia menambah kecepatan mobil yang dikendarainya itu.

Perlahan mobil hitam tersebut memasuki area kompleks perumahan, Juna terus melajukan mobilnya hingga berhenti pada sebuah bangunan mewah dengan pagar berwarna putih yang tampak menjulang kokoh.

Membunyikan klakson sebanyak dua kali dan tak berapa lama terbukalah gerbang mewah dihadapannya itu. Seorang pemuda dengan seragam sekolah tersenyum lebar kearahnya.

Zaidan melangkah cepat menuju mobil Juna yang menunggunya itu. Ah senyum manisnya secara otomatis bertengger apik diwajahnya sedari tadi. Sedikit berlebihan mungkin tapi itulah Zaidan. Bahkan cowok bertampang manis itu bangun lebih pagi dari biasanya hanya agar Stev-nya menunggu tak terlalu lama, Vanya yang sedang menyiapkan sarapan pun sangat bingung dengan tingkah sang putra yang terlihat berbeda dari biasanya. Anaknya yang pemalas itu tampak lebih rajin pagi ini.

"Morning Stev!" sapa Zaidan dengan senyum manis yang semakin lebar di perlihatkan setelah memasuki mobil Juna. Sebenarnya ia cukup terpesona dengan penampilan sahabat tercintanya itu. Pagi ini Juna tampak berwibawa dan tentu saja semakin tampan.

"Morning too Zai"

Juna tersenyum tipis melihat wajah berseri yang ditampilkan Zaidan. Tangannya secara spontan bergerak mengusak surai coklat Zaidan sayang.

"Sudah sarapan?" tanya Juna sembari mengalihkan pandangannya, melajukan mobilnya meninggalkan pelantaran gerbang rumah Zaidan.

"Mungkin sudah," Jawab Zaidan cukup ragu.

"Mungkin?" Juna menoleh, memastikan jawaban tersebut.

Zaidan mengangguk,—
"Hanya segelas susu,"

"Ingatlah untuk membeli sarapan sebelum jam masuk, segelas susu saja tak cukup untuk mengganjal perutmu."

Zaidan mengangguk, tak ada percakapan lagi diantara keduanya.  Juna yang pada dasarnya menyukai keheningan sedangkan Zaidan yang bingung untuk memulai percakapan. Sebenarnya Zaidan ingin sekali berceloteh namun bingung bagaimana harus memulainya, dan akhirnya keterdiaman menjadi jalan akhirnya. Ia menyenderkan tubuhnya menikmati pemandangan gedung-gedung tinggi dengan kanannya berada dalam genggaman Juna. Sesekali cowok jangkung itu membubuhkan kecupan manis dipunggung tangan Zaidan yang membuat sang empu salah tingkah tanpa bisa dielakan.

Juna mematikan mesin mobilnya saat mereka telah tiba dipelantaran sekolah Zaidan, ia menoleh melihat Zaidan yang tengah melepas seltbet.

"Nanti aku jemput." ucapnya sembari menarik tangan Zaidan kemudian mengecupnya. Ah suka sekali tampaknya cowok ini mengecup jemari kecil milik Zaidan.

Zaidan menganggukkan kepala, menghindari bertatapan dengan Juna lantaran salah tingkah yang begitu kentara.

"Bukain Stev" kalimat yang terdengar sebuah rengekan ditelinga Juna.  Cowok itu tersenyum tanpa ada niatan sedikitpun membuka pintu mobilnya. Tak akan ia biarkan lolos serigala kecil dihadapannya ini begitu saja.

Senyum seringai yang menurut Zaidan menyebalkan ia tunjukkan sebagai balasan dari permintaan cowok yang lebih kecil darinya itu.

"Stev.."

"Give me a kisseu."

Zaidan memalingkan wajahnya, mempoutkan bibir yang bahkan tidak ia sadari. Juna mendekatkan wajahnya pada Zaidan, menunggu permintaannya dikabulkan.

Dengan kedua telinga yang memerah padam, Zaidan mendekat wajahnya pada Juna. Kedua belah bibir tipisnya bertemua dengan belah bibir tebal Juna. Tak ada pergerakan dari keduanya, namun saat Zaidan akan mengakhiri kecupannya tangan Juna bergerak cepat menahan tengkuk cowok manis itu. Juna melumat seduktif dua belah bibir manis itu lembut, mencecapnya dengan penuh perasaan yang membuat Zaidan terhanyut dalam ciuman keduanya. Ia membalas tak kalah lihai ciuman Juna. Tanpa disadari tangan Zaidan bertengger manis dipundak Juna sedangkan tangan satunya meremas tas sekolah yang berada dipangkuannya menyalurkan parasaan yang membuncah dihatinya.

Zaidan membuka sedikit mulutnya kala lidah Juna menyapu bagian dalam bibir miliknya. Lidah hangat Juna menerobos masuk, menelusuri setiap inci sudut rongga mulut Zaidan, mengabsen deretan gigi Zaidan sebelum akhirnya membelit lidah hangat Zaidan. Keduanya berciuman mesra tanpa memperdulikan kemungkinan ada yang melihat perbuatan mereka dari luar.

"Eumh S-stev..."

Zaidan meremas pundak Juna ketika merasakan pasokan oksigen di paru-parunya menipis, dengan tidak rela Juna mengakhiri ciuman mereka. Seulas senyum terbit diwajahnya, senyum yang jarang ia perlihatkan kini dengan mudahnya didapatkan oleh sosok dihadapannya ini.

Juna menatap dalam Zaidan yang terdiam dengan nafas memburu, kedua pipi cowok itu tampak merona. Juna meneguk ludahnya sekali, kewarasannya seolah dipertanyakan melihat pemandangan dihadapannya.
Wajah manis yang tampak memerah itu serta bibir basah mengkilap serta sedikit bengkak itu tampak sangat menggiurkan dimatanya.

Jemari kokoh itu tergerak mengelus lembut bibir merona itu, menatap intens yang membuat sang empunya dirundung salah tingkah yang luar biasa. Entah sadar atau bentuk spontanitas, Zaidan menarik leher Juna, memeluk erat cowok jangkung itu sembari menyembunyikan wajahnya disana, teramat malu untuk bertatap muka dengan Juna. Juna terkekeh geli, mengelus punggung sempit itu dengan sesekali mencium puncak ubun-ubun Zaidan.

Hah, entah hilang kemana citra garang badboy satu itu, lihatlah bagaimana reaksi teman-teman melihat wajah biasanya angkuh itu kini memerah tersipu malu sembari memeluk seseorang yang saat ini dengan tanpa malunya menduselkan manja wajahnya dileher Juna.













Tbc.

26.12

Haiio, em maaf atas keterlambatan dalam update cerita ini. Terjebak dalam 'block writer zone' itu benar-benar cukup menyusahkan. Idenya selalu ada tapi ngerangkai dalam kata-kata itu yang jadi kendala utamanya.

Sekali lagi, thank u to stay n still waiting this story(⁠✯⁠ᴗ⁠✯⁠)

papay see u next chapter (?)🤷🏻‍♀️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arjuna (bl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang