Bagian : 9

2.5K 255 2
                                    









Helaan nafas itu sekali lagi lolos dari hidung bangir milik pemuda yang sedang menenteng beberapa tas ditangannya. Wajahnya yang flat membuat orang kesusahan untuk mengetahui suasana hati pemuda jangkung itu.

Nerta pekat milik Juna menyorot intens pada aktivitas yang dilakukan dua manusia didepan tak jauh dari tempatnya berdiri. Siapa lagi kalo bukan Elliot dan Zaidan.

Dua pemuda manis itu tampak bergembira bermain bersama kelinci-kelinci tanpa menghiraukan keberadaan Juna yang berdiri bak patung. Juna hanya diam namun tak dipungkiri ada sedikit rasa jengkel dalam hatinya lantaran keberadaannya diabaikan, tapi segera ia tepis hal itu setelah melihat tawa bahagia milik dua orang kesayangannya itu.

Ketiganya saat ini berada disebuah zoo dipusat kota, hari yang cerah tampak mendukung acara quality time yang diusulkan Elliot tadi pagi. Cowok manis itu tampak bersemangat dengan planning-planning yang telah terusun rapi dikepalanya, Zaidan? Tentu saja Elliot yang mengajak cowok satu itu. Sebenarnya hubungan antara Elliot dan Zidan cukup akrab, sangat akrab malahan. Namun karena kepergian Juna untuk study keluar membuat Zidan jarang bermain lagi kerumah sahabatnya itu, alhasil ia pun jarang bertemu Elliot.

Kembali pada Juna yang masih saja dikacangi, cowok itu mulai melangkah mendekati dua sosok yang masih asik mengelus-elus hewan berbulu lucu itu.

“Udah?” Ucapnya mengalihkan atensi dua manusia manis dihadapannya.

“Bentar Juna.” Elliot berbicara tanpa memperdulikan muka masam Juna yang tampak bosan itu. Berbeda dengam Zaidan yang peka, ia dapat memahami kebosanan Juna.

Cowok itu berdiri setelah beberapa potongan wortel ditangannya habis. Melangkah mendekati Juna dan meraih satu kantong belanja dari genggaman cowok jangkung itu.

“Sini.”

Tangan besar Juna ditarik pelan oleh Zaidan, cowok yang lebih kecil menuntun yang lebih besar duduk disebuah kursi tak jauh dari posisi awal mereka.

“Bosen ya?” tanya cowok manis itu sembari meneguk air mineral guna menghilangkan dahaganya.

“Mm..” Juna hanya bergumam pelan, tangan cowok itu terulur menggapai botol air yang disodorkan Zaidan.

“Udah lama gue gak liat kak Elliot.” Ucapannya dengan mata fokus memandang Elliot yang tampak asik bermain disana.

Juna menoleh sejenak, kemudian ikut memandangi kakaknya itu.

“Karna lo gak pernah main kerumah lagi.”

“Iya juga sih, karna lo juga itu.” ucap Zaidan yang dihadiahi tatapan bingung.

“Gue?”

“Gatau, malesin.” Zaidan beranjak meninggalkan Juna, ia melangkah mendekati Elliot disana. Entah apa yang dibicarakan dua cowok manis itu, hingga akhirnya melangkah mendekati Juna.

“Udahan?” Juna bertanya pada keduanya.

Elliot mengangguk, ia menggandeng tangan Zaidan

“Mau jajan es cream aja” ucapnya kemudian melangkah menjauhi Juna yang masih diam ditempat, tidak lupa semua kantong belanja yang tergeletak disamping Juna.

Juna menghela nafas sekali lagi, dirinya sudah seperti babu bagi dua cowok yang tampak asik bercanda sembari bergandengan tangan didepan tak jauh darinya. Mengambil kembali tas belanjaannya dan mulai melangkah mengikuti dua orang tersebut.









“Enak?” Tanya Juna mengelus kepala Zaidan sayang, cowok manis itu tampak asik menyantap ice cream strawberry dihadapannya.

“Banget, mau” sesendok ice cream  Zaidan sodorkan tepat dihadapan bilah bibir Juna yang tentunya diterima dengan senang hati oleh sang empu.

“Enak?” tanya Zaidan menunggu reaksi cowok jangkung itu.

“Manis.” balas Juna dengan mata yang fokus menatap telak wajah Zaidan disampingnya itu.

Keduanya tampak tak menyadari bahwa masih ada satu sosok manis disebrang mereka yang asik menonton adegan picisan tersebut.
Sudut bibir Elliot tertarik geli melihat tingkah keduanya, apakah ada jenis pertemanan yang seintens itu? Tapi peduli apa dia, itu kehidupan Juna ia sebagai seorang saudara hanya akan mendukung tanpa ikut campur berlebih.







Juna melepas seltbeat yang membelit tubuhnya, netra hitam pekat itu  menyorot intens sosok disampingnya, jemari-jemari panjangnya terulur mengelus sayang pipi berlemak milik Zaidan yang tengah terlelap.

Seusai memakan ice cream tadi memang ketiganya langsung pulang, Elliot yang  sebenarnya meminta. Cowok itu merasa sedikit lemas namun tak berani mengatakan apapun pada adiknya, hanya meminta pulang alasan satu-satunya agar ia dapat beristirahat.

Sedangkan Zaidan, cowok itu tampak tenang dalam alam mimpinya. Ia tertidur sejak diperjalanan mengantarkan Elliot pulang terlebih dahulu.

“Zai..” Juna berucap sembari mencubit pelan pipi kenyal Zaidan, terlampau gemas.

Namun tak ada respon berarti dari cowok manis itu, hanya gumaman tak jelas keluar dari belah bibirnya.

Tak ada pilihan lain, Juna memutar tubuhnya. bergerak menuruni mobil dan menutup pintu kemudi dengan sepelan mungkin, ia berjalan mengitari mobil kemudian membuka pintu depan tempat Zaidan tertidur.

Menyelipkan satu tangannya disela lutut Zaidan dan satunya berada dibelakang leher cowok kecil itu. Untung saja bobot tubuh Zaidan cukup ringan bagi Juna sehingga memudahkan yang lebih besar membopong tubuh sosok yang lebih kecil.

Menutup pintu mobil dengan kakinya, Juna berjalan menuju gerbang rumah Zaidan. Menganggukan kepalanya saat melewati satpam yang memang sudah dikenalnya, kakinya melangkah ringan menuju pintu utama kediaman Zaidan. Mengetuk pintu tersebut hingga akhirnya memunculkan seorang wanita cantik saat pintu dibuka.

“Junaa” pekik tertahan wanita itu saat matanya melihat sosok jangkung didepannya.

Juna tersenyum tipis sebagai respon,

“Zai-nya ketiduran tadi dijalan, boleh aku antar kekamarnya?” ucapnya melirik sosok yang masih tertidur nyaman dalam dekapannya.

Pandangan wanita itu jatuh pada sosok manis yang terlelap nyaman dalam gendongan Juna.

“Astaga anak ini” Vanya; ibu kandung Zaidan menggeleng gemas melihat kelakuan anaknya semata wayangnya itu.

“Ya sudah kamu antar Zaidan kekamarnya ya, masih ingat kan?” Vanya menatap Juna dengan senyum diwajahnya.

Juna mengangguk “Aku keatas dulu”

“Abis nganterin Zai cari mama didapur ya, mama mau ngobrol-ngobrol sama kamu” Ucap wanita itu setelah mengelus kepala anaknya.

Juna tersenyum kecil sebelum kakinya melangkah, melewati beberapa anak tangga untuk mencapai kamar Zaidan.

Meletakkan tubuh kecil Zaidan diatas kasur miliknya, sosok yang lebih besar itu tampak dengan telaten melepas pakaian Zaidan yang menurutnya tak nyaman dipakai. Menarik selimut hingga menutupi dada cowok manis yang tampak tenang dalam tidurnya.

Juna mengelus sayang punggung tangan Zaidan sebelum akhirnya membubuhkan beberapa kecupan sayang disana. Netranya berpedar mengamati ruangan yang terasa familiar baginya, lalu pandangan jatuh pada figura diatas meja yang berisikan dua sosok yang saling merangkul satu sama lain. Sosok yang lebih kecil tampak tersenyum lebar dalam foto sedangkan yang lebih tinggi hanya tersenyum tipis yang bahkan hampir tidak dilihat bila tidak dilihat dengan teliti.

“Mn..”

Juna menoleh saat mendengar gumaman tak jelas dari Zaidan, cowok itu tampak tak nyaman dengan kerutan samar dikeningnya.

Juna menundukkan wajahnya, mengecup pelan kening Zaidan dengan sayang. Tak lupa satu kecupan ia layangan pada bibir Zaidan yang sedari awal memang sudah mencuri perhatiannya. Yang sontak hal itu membuat Zaidan kembali terlelap nyaman dalam tidurnya.









TBC.

25.11

Lama banget ya ngilangnya, buat kamu yang masih nungguin cerita ini, i give u big thanks and love.

Kalo chapternya terasa flat itu karna lagi bingung sama alur cerita ini, udah lupa.



















Arjuna (bl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang