Laura pernah begitu mendambakan cinta seorang seniman, lalu ketika William datang, ia memilih bersembunyi dalam rasa takutnya. William terlalu sempurna untuknya yang punya banyak cela.
Lukisan pajang yang berada di ruang lukis bertambah satu hari ini, Leara memotretnya. Lukisan kali ini tampak terasa suram meski indah. Gambar hamburan kertas dengan tetesan tinta yang berantakan, berlatarkan guguran daun musim semi.
Leara menggigit bibirnya ketika melihat nama si pelukis serta judul lukisan tersebut.
William Edern - Sajak Kosong
"Ini lukisan William yang terbaru, Leara. Kau menyukainya?" Suara dari arah belakang mengagetkan Leara.
Senyum tipis Leara terukir samar, ia mengangguk.
"Dia melukisnya tadi malam, lalu menjemurnya pagi tadi. Dia sempat mencampurkan warna emas dan hitam, saat aku tanya kenapa, dia bilang, gadis yang akan menyukai lukisan ini, menyukai warna hitam, gadis yang William maksud mungkin kamu," ucap Leo yang merupakan teman dekat William.
"Di mana dia?"
Mendengar pertanyaan Leara, alis Leo bertemu, "Kau tidak membuka grup OSIS? William dikabarkan kecelakaan tadi siang, ia dilarikan ke rumah sakit," tandas Leo.
"Apa?"
Leo berdecak, "Telingamu kemasukan air, ya? William kecelakaan tadi pagi, dan kau tahu kenapa aku masih di sini alih-alih di rumah sakit?"
Kekagetannya membuat Leara hanya mampu menggeleng.
"Karena ia memintaku untuk memastikan bahwa ada seorang gadis yang akan melihatnya dan menyukainya."
"Kau bisa mengantarkanku padanya?" tanya Leara penuh harap.
Leo tersenyum, "Tentu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Kosong
Short Story"Sajakmu kosong, Ra," celetuk William di suatu hari setelah rapat mingguan OSIS selesai. "Yang mana?" "Kumpulan puisi yang kautulis 2019 kemarin, ada yang membuatmu patah di tahun itu?" tanya William, tangannya tetap bergerak mengikat tali sepatu. "...