"Jika benar, rindu adalah rasa, seharusnya saya bisa menikmatinya. Tapi kenapa? ...."
Pena Leara terjatuh bersamaan suara pintu kamar yang terbuka secara keras, bersamaan dengan seorang laki-laki bertubuh kekar penuh dengan tato di lengan dan punggung serta kakinya muncul.
"PEMALAS! MAGHRIB BEGINI GA KELUAR KAMAR SAMA SEKALI! MAU JADI APA KAMU BESOK?!" Suara keras itu menggema di kamar Leara yang tak terlalu lebar, tangannya meremas kausnya dengan gemetar sebab kaget.
"Aku, lagi ada tugas, dikumpul besok, malem ini selesai, harus," kata Leara patah-patah. Susunan kalimat yang begitu berantakan menjadi bukti betapa kagetnya Leara.
"SIAPIN MAKANAN! UTIMU LAGI PENGAJIAN! ITU GULA KENAPA JUGA GA ADA?!" bentak lelaki yang kerap Leara panggil ayah.
"Mungkin ha, habis. Coba tanya Om, so, soalnya yang bikin ko-"
"SEKARANG UDAH BERANI NYURUH ORANG TUA, YA?!" bentak lelaki itu lagi, kali ini, sasaran kemarahannya adalah lampu tidur yang menempel pada dinding. Bola lampu tersebut pecah.
Leara memejamkan matanya takut, "Iya, Yah. Habis ini kubelikan di Pak Yit," lirih Leara takut, berharap kemarahan ayahnya mereda.
Dan benar saja, sang ayah angkat kaki dari ambang pintu kamarnya, meninggalkan Leara dengan tetes air matanya yang terjun bebas.
![](https://img.wattpad.com/cover/330184613-288-k978304.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Kosong
Historia Corta"Sajakmu kosong, Ra," celetuk William di suatu hari setelah rapat mingguan OSIS selesai. "Yang mana?" "Kumpulan puisi yang kautulis 2019 kemarin, ada yang membuatmu patah di tahun itu?" tanya William, tangannya tetap bergerak mengikat tali sepatu. "...