"Saya dengar kamu di sekolah tadi ada praktek pelajaran tertentu, benar?" Seorang wanita berpakaian formal menatap putra bungsunya sembari melepaskan jam tangannya.
William mengangguk, lalu mengetik sesuatu di keyboard laptopnya, dan setelah menemukan apa yang dicarinya, ia menyodorkan laptop itu pada sang ibu yang tengah berdiri menunggu.
"Sembilan puluh delapan? Kenapa tidak seratus? Susah kah pelajaran ini buat kamu?!"
William memejamkan matanya, alih-alih merasa takut, ia merasa geram atas kalimat yang ibunya lontarkan. Ia mendapatkan nilai tertinggi di satu kelas, tapi ibunya seolah menutup mata atas fakta itu.
"Gurumu bilang, kamu sempat tertidur saat pelajaran Bahasa Jerman, kenapa?! Apa tidurmu kurang?" tanya sang ibu lagi.
William memutuskan angkat suara, "Ma? Kepala saya sedikit pening sejak tadi malam, saya memutuskan untuk tetap masuk sekolah karena ada praktek yang tidak bisa saya tinggalkan," dalih William.
"Jika kamu memutuskan untuk mengambil libur, saya bisa mengambilkan jam untuk praktik susulan besok hari, bukannya memaksakan diri untuk tetap masuk dan membuat jelek nama keluarga!"
William menarik kembali laptopnya dan meletakkannya di atas meja lalu berjalan ke arah sang ibu dan tersenyum miris, berniat untuk menyelesaikan debat ini segera.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Kosong
Conto"Sajakmu kosong, Ra," celetuk William di suatu hari setelah rapat mingguan OSIS selesai. "Yang mana?" "Kumpulan puisi yang kautulis 2019 kemarin, ada yang membuatmu patah di tahun itu?" tanya William, tangannya tetap bergerak mengikat tali sepatu. "...