*
*
*
*
"Ssst, lo apain itu anak orang. Kecut banget mukanya. Gue sapa melengos doang, njir."
Panji hanya mampu merespon dengan helaan napas berat saat baru masuk ke ruangan tapi sudah dihadang Haris dengan pertanyaan soal Julia. Ekor matanya melirik ke arah meja kubikel Julia, gadis itu nampak fokus menatap layar komputer, atau mungkin pura-pura fokus karena gadis itu sadar tengah menjadi perhatian dua seniornya.
"Ngambek," balas Panji singkat. Pria itu kemudian berjalan melewati Haris, berjalan menuju mejanya sendiri.
Haris dengan jiwa keponya langsung menyusul pria itu dan bukannya menuju mejanya sendiri. Sesekali sudut matanya melirik ke meja Julia.
"Lo apain, njir, sampai ngambek begitu? Itu anak kan biasanya kalau ngambekan lo yang jinakin, nah, kalau ngambeknya sama lo siapa yang mau jinakin? Pacarnya kan nggak mungkin, gue udah denger kabar kalau dia baru putus."
"Heh, kalian ngomongin gue ya?" bentak Julia tiba-tiba menoleh ke arah mereka.
Panji menggeleng dengan wajah kalemnya, sedangkan Haris sudah memasang wajah paniknya.
"Apaan sih, njir? Nggak usah kegeeran lo, kerja aja lo sana yang bener," balas Haris tidak mau kalah.
Panji menghela napas. "Lo juga, Ris. Kerja sana, gue juga mau kerja," usirnya kemudian.
"Ah, nggak asik lo," rajuk Haris karena merasa diabaikan. Dengan wajah cemberutnya ia akhirnya dengan terpaksa berjalan menuju mejanya sendiri. Meski sesekali kedua netranya melirik Julia dan juga Panji secara bergantian. Ia merasa curiga dengan keduanya karena tidak biasanya mereka begini.
Mendadak Haris benar-benar penasaran dengan hubungan mereka sekarang. Ia sangat yakin kalau keduanya memiliki hubungan spesial. Tapi ia tidak yakin kalau hubungan mereka layaknya sepasang kekasih. Lalu apakah lebih?
Ah, semakin dipikirkan Haris merasa semakin pusing sendiri. Sudah lah, ia tidak peduli. Toh, bukan haknya mencampuri urusan keduanya. Meski faktanya saat ini dirinya begitu penasaran.
"Kerja woe! Kerja!" seru Julia karena merasakan kedua pria itu masih saling lirik-lirikan.
"Bacot lo, Jul! Lo bukan Mas Aiman," balas Haris emosi.
"Lah, emang bukan. Nggak ada yang bilang juga kan kalau gue Mas Aiman?" balas Julia tidak mau kalah.
"Udah lah, kenapa jadi pada ribu sih?" lerai Panji.
Namun dengan kompaknya langsung dibalas keduanya. "Ya, gara-gara lo!" seru mereka.
Panji hanya mampu memasang wajah melongonya seraya membatin, "Lah, kok jadi gue?"
*
*
*
*
Julia tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar kedua bola matanya, saat baru keluar dari lift, namun, sudah dihadang Panji. Decakan samar terdengar cukup jelas di indera pendengaran pria itu.
Sebenarnya kalau boleh jujur, dirinya sedikit kesal dengan reaksi gadis itu. Tapi berhubung mereka sedang dalam fase tidak akur dan dirinya lah sebagai pihak yang berbuat salah. Maka dari itu ia memilih untuk tetap kalem seolah tidak terjadi apa-apa.
"Gue mau ngomong," ucap Panji.
"Soal apa? Kalau soal yang tadi siang, sorry, Mas. Gue belum bisa tapi kalau mau ngomongin yang lain, ya ayok, gue bakal kesampingkan rasa kesel gue sesaat." Julia menatap Panji datar, "jadi apa yang mau lo omongin, Mas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet You
FanfictionVersi full dari cerita After Meet You dari akun Lin_iin ya🙃😙 Penasaran? Langsung baca yuk