*
*
*
*
"Panji!"
Meski bukan namanya yang dipanggil, secara reflek Julia ikut menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke asal suara. Ada Laras di sana, salah satu senior di kantor penerbitan ini. Mereka hanya beda divisi, perempuan itu berada di bagian marketing sedangkan dirinya di bagian editor. Berhubung ia sempat menjalin hubungan dengan Jeff, yang notabene-nya sama-sama ada di bagian marketing, jadi Julia sedikit lebih akrab dengan perempuan itu.
"Ya, kenapa, Ras?" tanya Panji kalem dan santai.
Berbanding balik dengan Laras. Perempuan itu tampak seperti sedang menahan gugup. Menyadari ekspresi gugup itu, Julia dapat menebak kalau perempuan ini pasti menaruh rasa pada seniornya. Tanpa perlu menebak dua kali, Julia yakin akan firasatnya. Sebagai sesama perempuan tentu saja ia paham.
"Enggak papa sih, cuma mau ngasih ini." Laras kemudian menyerahkan paper bag ukuran sedang, "kemarin gue abis pulang dari Malang, dibawain oleh-oleh gitu ceritanya sama ortu."
Panji mengangguk seraya menerima paper bag itu. Kepalanya sedikit melongok ke dalam paper bag seraya mengucapkan terima kasih.
"Buat gue mana, Mbak?" goda Julia iseng.
Padahal Julia hanya berniat menggoda Laras. Ia tidak menyangka kalau respon perempuan itu akan menjadi segugup itu.
Lalu dengan wajah tenangnya Panji menyahut, "Ya, ini. Emang buat satu tim editor kan ini, Ras?"
"Hah?" Laras gelagapan sesaat, sebelum akhirnya mengangguk pasrah.
Panji mengangguk lalu mengucapkan terima kasih sekali lagi, sebelum akhirnya pamit duluan. Setelah keduanya masuk ke dalam lift tanpa Laras, Julia langsung memukul pundaknya gemas.
"Iiih, Mas Panji nggak peka banget sih jadi cowok."
"Lo salah. Gue bersikap begitu karena gue peka, Jul, gue nggak mau kasih harapan palsu. Kasian anak orang, lebih baik begini kan?"
Julia tidak bisa menyembunyikan wajah tercengangnya. Jadi pria ini menyadari kalau Laras menaruh rasa padanya? Gitu maksudnya?
"Jadi lo notice kalau Mbak Laras naksir lo?"
Dengan wajah santainya Panji mengangguk dan membenarkan.
"Lo gila ya, Mas?"
Kali ini raut wajah Panji berubah kesal, telunjuknya langsung mendorong dahi Julia hingga tubuh gadis itu sedikit terhuyung ke belakang.
"Sopan ngomong sama senior lo begitu?"
Julia menggeleng. Ia tahu kalau baru saja ia bersikap kurang sopan. Namun, ia tidak peduli. Menurutnya seniornya ini beneran gila. Kurang apa sih seorang Laras ini? Cantik iya, baik iya, super duper ramah dan nggak neko-neko. Masa ditolak gitu aja?
"Kita sekarang jujur-jujuran aja deh, Mas, lo sebenernya masih suka cewek nggak sih?"
Panji mengangguk. "Masih." Tiba-tiba ia tersenyum miris, "cuma sayangnya yang gue suka bukan manusia lagi." Dan kalimat ini sukses membuatnya kembali mendapat pukulan dari Julia.
"Fix. Lo itu bener-bener butuh bantuan ahli, Mas, nggak bisa dibiarin lagi ini mah."
"Gue nggak gila."
"Emang. Tapi kalau lo nggak segera minta bantuan sama ahlinya, gue khawatir lo beneran jadi gila."
Padahal Julia mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh. Namun, respon Panji hanya tertawa yang diiringi umpatan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet You
FanfictionVersi full dari cerita After Meet You dari akun Lin_iin ya🙃😙 Penasaran? Langsung baca yuk