Tujuh Belas

39 7 7
                                    

*

*

*

*

"Astagfirullah!"

Julia seketika tersentak kaget saat membuka pintu apartemen dan langsung disambut Dewangga tepat di hadapannya. Beruntung dirinya tidak memiliki riwayat penyakit jantung, kalau seandainya dia punya, udah jelas, pasti ia akan tergeletak pingsan detik itu juga. Tidak memiliki riwayat saja rasanya ia hampir-hampir pingsan, apa kabar kalau ia punya. Bisa langsung masuk ICU jangan-jangan.

Bukan apa-apa, soalnya penampilan Dewangga sekarang terlalu membuat jantung Julia berdebar tidak sopan. Mendadak lututnya sedikit lemas. Dalam hati ia menjerit histeris.

Oke, memang terdengar berlebihan tapi serius. Kenapa ini manusia makin hari makin ganteng aja ya Tuhan? Sebenarnya apa yang dimakan pria ini, bahkan pria ini terlihat belum mandi tapi kenapa sudah seganteng ini?

Mendadak otak Julia berasumsi, jangan-jangan dirinya diguna-guna dan sejenisnya?

Padahal beberapa hari terakhir, Julia sedang berusaha menghindari pria ini dan sekalinya bertemu kok gantengnya agak tidak lazim, ya?

"Reaksi kamu sedikit menyinggung saya, Julia."

Julia meringis malu sambil merapikan rok selututnya, yang sebenarnya sama sekali tidak lusuh apalagi berantakan. Maklum, sikapnya barusan hanya pengalihan dari salah tingkahnya.

Julia berdehem keras guna menetralisir perasaan gugupnya. "Ya, abis lo ngagetin, anjir!"

Kali ini giliran Dewangga yang meringis malu. "Hehe, maaf, saya nggak bermaksud. Abis kayaknya beberapa hari terakhir buat ketemu kamu itu susah sekali. Apa kamu menghindari saya?"

Iya, gue emang sengaja ngehindari lo karena takut oleng sama lo, anjrit! Dan sekarang lo nongol dengan tidak sopannya? Menurut lo sekarang gue harus apa? Batin Julia menjerit frustasi.

Namun, Julia dengan sifat alamiahnya sebagai seorang perempuan yang gengsian. Tentu saja tidak akan berani mengaku.

"Dih, pede banget lo. Ngapain juga gue ngehindari lo? Gaje lu! Gue sibuk. Mungkin itu yang bikin kita jarang ketemu."

Dewangga mengerutkan dahi tidak yakin. "Benarkah?" tanyanya ragu-ragu.

"Iya. Udah deh, sana minggir! Gue mau lewat."

Pria itu tidak menurut. "Mau ke mana?"

Julia memutar kedua bola matanya datar. "Lo nggak liat gue bawa apa?"

Pandangan mata Dewangga langsung beralih ke tangan Julia yang nampak membawa kantong plastik besar, yang ia tebak itu berisi sampah.

"Buang sampah?"

"Ya, kalau bawa sampah berarti emang mau buang sampah kan?"

"Saya bantu."

Dewangga hendak mengambil alih plastik besar yang Julia tenteng, tapi dengan cepat gadis itu menghindar.

"Enggak usah," tolaknya cepat. Wajahnya terlihat seperti orang panik dan itu membuat Dewangga sedikit mengerutkan dahi heran.

Memang apa yang salah dengan tawarannya? Kan dia hanya ingin membantu sebagai sesama tetangga. Kenapa reaksi gadis itu sedikit berlebihan?

"Kenapa? Saya ada salah?"

Julia menggeleng cepat. "Enggak."

"Terus kenapa?"

"Ya nggak kenapa-kenapa."

Dewangga mengerutkan dahinya curiga. "Berarti kenapa-kenapa kan?" tebaknya kemudian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

After Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang