Chapter 5

84 20 11
                                    

Danbi menunggu di ruang rapat yang sama dengan tempatnya bertemu Chanyeol pertama kali. Meskipun baru kali kedua, Danbi sudah merasa familiar di sana. Apakah ini karena ia tidak merasa setegang sebelumnya? Perasaannya saat ini lebih cocok disebut girang bersemangat.

Sekitar sepuluh menit sejak ia tiba, pintu ruangan itu dbuka dan laki-laki berkacamata bingkai tebal melongokkan kepala ke dalam ruangan. "Ryu Danbi-ssi?"

Danbi sontak berdiri dan membungkuk sopan. "Benar."

"Apa kabar?" Laki-laki itu balas membungkuk dan berjalan mendekat. Ia memperkenalkan diri dengan satu tangan terulur, "Namaku Do Kyungsoo. Aku yang menelepon kemarin."

Kesan pertama yang Danbi dapatkan darinya: Jabat tangannya mantap dan bersahabat. Kedua mata Kyungsoo yang besar dan bulat nyaris tampak berkilauan.

"Silakan duduk." Kyungsoo menarik kursi di hadapan Danbi yang sebelumnya diduduki Chanyeol di tempat yang persis sama. "Maaf karena merepotkanmu untuk datang ke sini."

"Tidak." Danbi mengibas-ibaskan kedua tangannya membantah. "Sama sekali tidak. Aku justru berterima kasih karena Kyungsoo-ssi sudah meluangkan waktu untukku."

Kyungsoo tersenyum—senyumnya juga manis. Danbi berasumsi Editor Do Kyungsoo ini pasti salah satu teman Chanyeol juga, karena itulah Kyungsoo menawarkan bantuan untuknya. Sepertinya Chanyeol punya lingkaran pertemanan yang luar biasa.

"Oh, iya," celetuk Kyungsoo. "Kudengar kau tinggal bersama Chanyeol sekarang?"

Danbi terbatuk kecil saat mendengar pertanyaan tiba-tiba itu.. "Ah, i-iya. Benar."

Sudut-sudut mulut Kyungsoo terangkat membentuk cengiran. "Kau penggemarnya, kan?"

Danbi bisa merasakan panas menjalar dari leher ke seluruh wajah sampai akar-akar rambutnya. "Anu, iya."

"Kenapa kau terkejut?" Mata Kyungsoo berkilat-kilat jail. "Kau sering sekali membicarakannya di blogmu. Semua orang yang membaca tulsanmu tahu perasaanmu."

"Terima kasih Tuhan, pembacaku hanya dua orang," seloroh Danbi sambil mengelus dada.

Kyungsoo tertawa pelan. Ia memutuskan tidak lanjut menggoda Danbi dengan topik itu. "Aku membaca ulang naskahmu setelah kejadian salah terbit itu," katanya. "Jujur saja, terlepas dari segala kekacauannya, aku bersyukur naskah yang salah terbit ini setidaknya naskah yang bagus. Kau tahu novel ini sudah tercetak berapa banyak sejauh ini?"

Danbi menggeleng.

"Delapan ribu lima ratus," kata Kyungsoo. "Dan masih bertambah. Cetakan kedua akan beredar bulan depan."

"Wah!" Danbi bertepuk tangan pelan—kemudian ia sadar bahwa mereka sedang membicarakan naskahnya sendiri. Ia segera menurunkan kedua tangannya kembali ke pangkuan.

"Kau berhak bangga." Kyungsoo tersenyum lebar. "Menurutku kau berbakat. Dengan sedikit latihan, kau bisa menjadi penulis yang lebih baik daripada Chanyeol."

Danbi yakin wajahnya merah seperti kepiting rebus. "Tidak, tidak! Kurasa itu berlebihan..."

"Belajar banyaklah darinya selagi kau punya kesempatan," Kyungsoo menyemangatinya. "Bukan hanya soal menulis, tapi juga menjualnya."

Danbi mengerjap. "Menjualnya?"

"Bisa menulis saja tidak cukup," lanjut Kyungsoo. "Industri penerbitan sama kejamnya dengan yang lain. Kalau tulisanmu tidak laku, kau tidak bisa bertahan. Apalagi, popularitas media cetak mulai tergeser saat ini. Butuh waktu lama untuk membangun brand seorang penulis. Apa menurutmu novelnya laris karena ditulis oleh Park Chanyeol? Tentu saja tidak. Orang-orang membelinya karena dia penyiar Loey."

Pretty GhostwriterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang