Chapter 11 (+ ryn's rant)

77 18 10
                                    

Selagi membuka pintu, dengan Danbi mengikuti di belakangnya, Chanyeol bisa merasakan ketegangan di antara mereka. Chanyeol sengaja melepaskan sepatu dengan berisik untuk mengusir hening yang mengganggunya.

Akhirnya Chanyeol tidak tahan lagi, dan membuka mulut lebih dulu. "Kalian bersenang-senang?" Nada bicaranya ketus, dan pertanyaannya terdengar janggal. Seolah mengimplikasikan mereka berdua melakukan sesuatu yang tidak ingin Chanyeol bayangkan. Ia segera meralat pertanyannya, "Pergi ke mana saja kalian?"

"Hmm..." Danbi mengingat-ingat sejenak. "Kami belajar membuat tembikar, lalu makan dan menonton film."

Chanyeol mengernyitkan dahi. "Membuat tembikar? Baekhyun-ie?"

Danbi mengangguk.

"Tembikar dengan tanah liat, kan?"

Danbi mengangguk lagi, alisnya bertaut. "Iya," jawabnya, meyakinkan kalau Chanyeol tidak salah dengar.

Dalam hatinya Chanyeol berpikir Baekhyun pasti sudah gila. Baekhyun tidak mungkin menyukai aktivitas-aktivitas yang membutuhkan perhatian, lebih banyak diam, dan mengotori tangan seperti itu. Baekhyun lebih suka duduk di belakang komputer dan bermain game sampai subuh.

Chanyeol beralih pada buket bunga di tangan Danbi. "Apa lagi yang kau pegang itu?" tanyanya, nadanya masih menutut. "Krisan? Untuk apa? Apa kalian habis melayat?"

"Krisan itu bunga favoritku."

"Oh." Chanyeol seketika mengutuk mulut besarnya. Sepertinya semakin banyak ia bicara, semakin ia merusak hubungan mereka.

Baekhyun tahu bunga favorit Danbi. Chanyeol tidak tahu itu. Chanyeol bertanya-tanya berapa banyak lagi hal tentang Ryu Danbi yang diketahui Baekhyun dan ia tidak.

Danbi berbalik, bermaksud kembali ke kamarnya. Chanyeol mendapati dirinya membuka suara. Di dalam hatinya ia ingin bertanya apalagi yang Danbi sukai selain krisan. Otaknya ingin menyuruh Danbi membuang buket bunga itu dan jangan bertemu dengan Baekhyun lagi. Mulutnya malah berkata, "Apa kau perlu vas bunga untuk itu?"

Danbi menunduk menatap buket bunganya, lalu mengangguk. "Oh, iya. Terima kasih, Chanyeol-ssi."

Chanyeol berputar menghadap kiri sambil menyumpahi diri sendiri. Kenapa ia justru seperti sedang mendukung Baekhyun? Chanyeol tidak ingin melihat mereka bersama. Tidak, 'tidak ingin' itu terlalu lembut. Chanyeol bahkan benci sekadang membayangkannya.

Jemari mereka bersentuhan sekilas ketika Chanyeol mengulurkan vas bunga yang diambilnya dari lemari pada Danbi. Chanyeol nyaris merasa kehilangan ketika tangan Danbi menjauh darinya.

"Apa aku pernah melihatmu sebelumnya?" tanya Chanyeol tanpa berpikir.

Danbi mengangkat kepala, mengerjap-ngerjap.

"Sebelum kita duduk bersama di kantor penerbitan," lanjut Chanyeol, "apa kau dan aku pernah bertemu?"

Walaupun ekspresinya tidak berubah, Chanyeol tahu Danbi sedang memutar otak. Gadis itu terdiam cukup lama sampai akhirnya menjawab, "Entahlah... kurasa tidak pernah."

Chanyeol merasa kecewa, lega, sekaligus menyesal. Kecewa, karena ia yakin Danbi berbohong. Lega, karena ia tidak perlu mengaku bahwa ia tidak mengenali Danbi. Menyesal, karena ia tidak mengingat pertemuan pertama mereka.

Aku yang saat ini, sepenggal kalimat terbesit di dalam kepala Chanyeol ketika Danbi berbalik dari hadapannya, ingin bertemu denganmu yang ada di masa lalu.

Ada yang ingin kutanyakan padamu.


***

Pretty GhostwriterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang