Ketika Danbi keluar dari kamarnya dan menoleh ke arah dapur, ia menemukan Chanyeol di sana. Tanpa sadar Danbi tersenyum sendiri. Beberapa hari ini mereka nyaris tidak bertemu—Chanyeol pergi ke luar saat Danbi di rumah dan sebaliknya. Telepon dan pesan teks juga tidak ada, karena Danbi tidak yakin bagaimana harus memulai percakapan ringan, dan Chanyeol juga tidak pernah menyapanya duluan.
Chanyeol sepertinya sedang sarapan, tapi alih-alih duduk di meja, ia berdiri depan meja konter, tangan kanannya memegang roti panggang dan tangan kirinya mengangkat ponsel ke dekat wajah. Sepertinya Chanyeol sedang serius dengan sesuatu.
Agar kedatangannya tidak mengejutkan, Danbi sengaja membuat suara-suara dengan langkahnya dan berdeham pelan saat mendekat. "Selamat pagi."
Chanyeol hanya membalas singkat, "Pagi." Ia bahkan tidak menoleh dari ponselnya.
Merasa canggung dengan response yang dingin, Danbi pura-pura berjalan ke kulkas dan mengambil sebotol air. Bergerak pelan-pelan, menunggu Chanyeol memulai pembicaraan.
Chanyeol lanjut menghabiskan rotinya, tidak mengatakan apa-apa lagi.
Setelah ragu-ragu sejenak, Danbi memutuskan untuk memulai duluan, "Nanti siang aku ada janji bertemu dengan Kyungsoo-ssi."
Chanyeol menjawab dengan gumaman, "Hm-mm."
"Aku ingin menunjukkan draf bab satuku padanya. Naskah," tambah Danbi, seolah khawatir Chanyeol tidak mengerti maksudnya. "Bab satu naskah novelku."
"Oh."
Itu saja? Danbi mengernyitkan dahi. Apa Chanyeol bahkan mendengarkannya? Mungkin Chanyeol sedang sibuk.... Tangan dan fokusnya masih berkutat pada ponsel. Sepotong kecil roti sisa sarapannya ditinggalkan di piring, tidak dihabiskan. Chanyeol membuangnya ke tempat sampah dan meninggalkan piring kotornya di mesin pencuci.
"Sarapanmu di sana," kata Chanyeol, menunjuk ke meja makan dengan dahinya. "Tinggalkan saja mejanya kalau sudah selesai, nanti kurapikan."
Danbi menatap punggung Chanyeol menjauh menuju tangga dan menghilang ke lantai atas. Sepertinya perasaan Chanyeol sedang buruk, atau mungkin itu imajinasinya saja.\
***
Kyungsoo membaca salinan draf naskah itu dua kali, kata demi kata dengan hati-hati. Ia sudah membaca ribuan naskah sepanjang karir sebagai editor, tapi mengetahui bahwa ia adalah orang pertama yang membaca naskah yang satu ini, membuatnya merasa seperti orang penting. Danbi di hadapannya menatap dengan kedua mata membulat antusias, menunggunya selesai. Mungkin itu juga yang membuat Kyungsoo mengulur-ulur waktu; antusiasme Danbi terlihat lucu.
Ketika Kyungsoo menurunkan naskahnya ke meja, Danbi langsung bertanya, "Bagaimana menurutmu?"
"Lumayan bagus sebagai permulaan," komentara Kyungsoo. "Apa judulnya?"
"Borderline," kata Danbi. "Judul sementara, mungkin berubah atau tidak."
"Seperti apa ringkasan ceritanya? Apa yang akan terjadi di sini?"
"Kira-kira begini," Danbi berdeham untuk bersiap-siap, "ceritanya ini Seoul seribu tahun lagi. Pada umur enam belas tahun, setiap orang mendapat kalung tanda penduduk. Kalung itu punya teknologi untuk menumpulkan perasaan. Pemerintah menggunakannya untuk menekan kejahatan, mengatur perekonomian, pokoknya semacam itu, dengan alasan perdamaian. Lalu, ada seorang laki-laki A bertemu perempuan B lewat kebetulan demi kebetulan. A dibuat penasaran olehnya, bla bla bla, mereka jadi akrab, dan B menunjukkan keburukan sebenarnya dibalik kota yang terkendali itu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Ghostwriter
FanfictionRyu Danbi sudah mengagumi Park Chanyeol, yang dikenal dengan alias LOEY, hampir sepanjang karir laki-laki itu; mulai dari penyiar radio sampai menjadi penulis seri fiksi kriminal populer, dan sekarang menjelang debutnya sebagai aktor suara. Bagi Dan...